Sunnah saat Hujan Turun: Buka Kepala & Ucapkan Doa Ini – Syaikh Sa’ad al-Khatslan

Sunnah ketika turun hujan bagi seorang Muslim adalah: [PERTAMA]Menyingkap penutup kepalanya. Ia menyingkap syal, sorban, atau apa pun yang menutupi kepalanya, sehingga kepalanya terbuka agar air hujan mengenainya. Dalam Shahih Muslim diriwayatkan dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Dahulu kami pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu hari, lalu turunlah hujan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menyingkap kepalanya hingga terkena air hujan, lalu Nabi bersabda, ‘Hujan ini masih baru dari Tuhannya.’” (HR. Muslim). Maksud “masih baru dari Tuhannya” adalah hujan ini baru saja diciptakan oleh Allah. Hal ini menjadi dalil bahwa sunnah bagi seorang Muslim ketika turun hujan adalah menyingkap kepalanya, dan membiarkan air hujan mengenai kepala, kedua lengan, serta bagian tubuh lain yang memungkinkan. Inilah sunnah ketika turun hujan. [KEDUA]Selain itu, dianjurkan pula mengucapkan: MUTHIRNAA BIFADHLILLAAHI WA ROHMATIHI (Kami diguyur hujan atas karunia dan rahmat Allah). (HR. Bukhari dan Muslim). Janganlah menisbatkan turunnya hujan kepada selain Allah ‘Azza wa Jalla, karena hal itu termasuk mengingkari nikmat. Dalam Shahih Bukhari dan Muslim diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah Shalat Subuh bersama para Sahabat setelah hujan turun pada malam harinya. Setelah shalat, beliau bertanya kepada mereka, “Tahukah kalian apa yang difirmankan Tuhan kalian?” Allah berfirman: “Pada pagi hari ini, di antara hamba-Ku ada yang beriman kepada-Ku dan ada yang kafir. Barang siapa mengatakan, ‘Kami diguyur hujan atas karunia dan rahmat Allah,’ maka ia beriman kepada-Ku dan kafir terhadap bintang. Namun, barang siapa berkata, ‘Kami diguyur hujan karena bintang ini dan itu,’ maka ia kafir terhadap-Ku dan beriman kepada bintang.” (HR. Bukhari dan Muslim). Yang dimaksud dengan “kafir” dalam hadis ini—menurut para ulama—adalah kufur nikmat, yaitu bentuk kekufuran yang lebih ringan (kufur ashghar), karena ia menisbatkan nikmat turunnya hujan kepada selain Allah. Oleh sebab itu, wahai saudara Muslimku, hendaklah engkau berhati-hati setelah turun hujan, dan jangan sekali-kali menisbatkan hujan kepada selain Allah. Namun hendaklah kamu katakan: MUTHIRNAA BIFADHLILLAAHI WA ROHMATIHI (Kami diguyur hujan atas karunia dan rahmat Allah). ===== السُّنَّةُ عِنْدَ نُزُولِ الْمَطَرِ أَنْ يَحْسِرَ الْمُسْلِمُ عَنْ رَأْسِهِ فَيَحْسِرُ شِمَاغَهُ أَوْ غُتْرَتَهُ أَوْ أَيَّ شَيْءٍ فَوْقَ رَأْسِهِ بِحَيْثُ يَكُونُ رَأْسُهُ مَكْشُوفًا حَتَّى يُصِيبَهُ الْمَطَرُ وَقَدْ جَاءَ فِي صَحِيحِ مُسْلِمٍ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ فَنَزَلَ مَطَرٌ فَحَسَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ رَأْسِهِ حَتَّى أَصَابَهُ الْمَطَرُ وَقَالَ إِنَّهُ حَدِيْثُ عَهْدٍ بِرَبِّهِ وَمَعْنَى حَدِيثُ عَهْدٍ بِرَبِّهِ أَيْ بِتَكْوِينِ رَبِّهِ إِيَّاهُ وَهَذَا يَدُلُّ عَلَى أَنَّ السُّنَّةَ عِنْدَ نُزُولِ الْمَطَرِ أَنَّ الْمُسْلِمَ يَحْسِرُ عَنْ رَأْسِهِ وَيَجْعَلُ الْمَطَرَ يُصِيبُ رَأْسَهُ وَذِرَاعَيْهِ وَمَا أَمْكَنَ مِنْ جَسَدِهِ فَهَذِهِ هِيَ السُّنَّةُ عِنْدَ نُزُولِ الْمَطَرِ كَذَلِكَ أَيْضًا يَنْبَغِي أَنْ يَقُولَ مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ وَأَنْ لَا يَنْسِبَ نُزُولَ الْمَطَرِ إِلَى غَيْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فَإِنَّ هَذَا يَدْخُلُ فِي كُفْرِ النِّعْمَةِ وَقَدْ جَاءَ فِي الصَّحِيحَيْنِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى بِأَصْحَابِهِ يَوْمًا صَلَاةَ الْفَجْرِ وَعَلَى إِثْرِ مَطَرٍ نَزَلَ بِاللَّيْلِ فَلَمَّا صَلَّى بِهِمْ صَلَاةَ الْفَجْرِ قَالَ لَهُمْ أَتَدْرُوْنَ مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ قَالَ أَصْبَحَ الْيَوْمَ مِنْ عِبَادِيْ مُؤْمِنٌ بِيْ وَكَافِرٌ فَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِيْ كَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ وَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِنَوْعِ كَذَا وَكَذَا فَذَلِكَ كَافِرٌ بِيْ مُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ وَالْمَقْصُودُ بِالْكُفْرِ فِي هَذَا الْحَدِيثِ عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ كُفْرُ النِّعْمَةِ وَهُوَ كُفْرٌ أَصْغَرُ لِأَنَّهُ نَسَبَ نِعْمَةَ نُزُولِ الْمَطَرِ لِغَيْرِ اللَّهِ فَيَنْبَغِي لَكَ أَخِي الْمُسْلِمَ بَعْدَ نُزُولِ الْمَطَرِ أَنْ تَكُونَ حَذِرًا وَلَا تَنْسِبِ الْمَطَرَ لِغَيْرِ اللَّهِ وَإِنَّمَا تَقُولُ مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ

Sunnah saat Hujan Turun: Buka Kepala & Ucapkan Doa Ini – Syaikh Sa’ad al-Khatslan

Sunnah ketika turun hujan bagi seorang Muslim adalah: [PERTAMA]Menyingkap penutup kepalanya. Ia menyingkap syal, sorban, atau apa pun yang menutupi kepalanya, sehingga kepalanya terbuka agar air hujan mengenainya. Dalam Shahih Muslim diriwayatkan dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Dahulu kami pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu hari, lalu turunlah hujan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menyingkap kepalanya hingga terkena air hujan, lalu Nabi bersabda, ‘Hujan ini masih baru dari Tuhannya.’” (HR. Muslim). Maksud “masih baru dari Tuhannya” adalah hujan ini baru saja diciptakan oleh Allah. Hal ini menjadi dalil bahwa sunnah bagi seorang Muslim ketika turun hujan adalah menyingkap kepalanya, dan membiarkan air hujan mengenai kepala, kedua lengan, serta bagian tubuh lain yang memungkinkan. Inilah sunnah ketika turun hujan. [KEDUA]Selain itu, dianjurkan pula mengucapkan: MUTHIRNAA BIFADHLILLAAHI WA ROHMATIHI (Kami diguyur hujan atas karunia dan rahmat Allah). (HR. Bukhari dan Muslim). Janganlah menisbatkan turunnya hujan kepada selain Allah ‘Azza wa Jalla, karena hal itu termasuk mengingkari nikmat. Dalam Shahih Bukhari dan Muslim diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah Shalat Subuh bersama para Sahabat setelah hujan turun pada malam harinya. Setelah shalat, beliau bertanya kepada mereka, “Tahukah kalian apa yang difirmankan Tuhan kalian?” Allah berfirman: “Pada pagi hari ini, di antara hamba-Ku ada yang beriman kepada-Ku dan ada yang kafir. Barang siapa mengatakan, ‘Kami diguyur hujan atas karunia dan rahmat Allah,’ maka ia beriman kepada-Ku dan kafir terhadap bintang. Namun, barang siapa berkata, ‘Kami diguyur hujan karena bintang ini dan itu,’ maka ia kafir terhadap-Ku dan beriman kepada bintang.” (HR. Bukhari dan Muslim). Yang dimaksud dengan “kafir” dalam hadis ini—menurut para ulama—adalah kufur nikmat, yaitu bentuk kekufuran yang lebih ringan (kufur ashghar), karena ia menisbatkan nikmat turunnya hujan kepada selain Allah. Oleh sebab itu, wahai saudara Muslimku, hendaklah engkau berhati-hati setelah turun hujan, dan jangan sekali-kali menisbatkan hujan kepada selain Allah. Namun hendaklah kamu katakan: MUTHIRNAA BIFADHLILLAAHI WA ROHMATIHI (Kami diguyur hujan atas karunia dan rahmat Allah). ===== السُّنَّةُ عِنْدَ نُزُولِ الْمَطَرِ أَنْ يَحْسِرَ الْمُسْلِمُ عَنْ رَأْسِهِ فَيَحْسِرُ شِمَاغَهُ أَوْ غُتْرَتَهُ أَوْ أَيَّ شَيْءٍ فَوْقَ رَأْسِهِ بِحَيْثُ يَكُونُ رَأْسُهُ مَكْشُوفًا حَتَّى يُصِيبَهُ الْمَطَرُ وَقَدْ جَاءَ فِي صَحِيحِ مُسْلِمٍ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ فَنَزَلَ مَطَرٌ فَحَسَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ رَأْسِهِ حَتَّى أَصَابَهُ الْمَطَرُ وَقَالَ إِنَّهُ حَدِيْثُ عَهْدٍ بِرَبِّهِ وَمَعْنَى حَدِيثُ عَهْدٍ بِرَبِّهِ أَيْ بِتَكْوِينِ رَبِّهِ إِيَّاهُ وَهَذَا يَدُلُّ عَلَى أَنَّ السُّنَّةَ عِنْدَ نُزُولِ الْمَطَرِ أَنَّ الْمُسْلِمَ يَحْسِرُ عَنْ رَأْسِهِ وَيَجْعَلُ الْمَطَرَ يُصِيبُ رَأْسَهُ وَذِرَاعَيْهِ وَمَا أَمْكَنَ مِنْ جَسَدِهِ فَهَذِهِ هِيَ السُّنَّةُ عِنْدَ نُزُولِ الْمَطَرِ كَذَلِكَ أَيْضًا يَنْبَغِي أَنْ يَقُولَ مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ وَأَنْ لَا يَنْسِبَ نُزُولَ الْمَطَرِ إِلَى غَيْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فَإِنَّ هَذَا يَدْخُلُ فِي كُفْرِ النِّعْمَةِ وَقَدْ جَاءَ فِي الصَّحِيحَيْنِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى بِأَصْحَابِهِ يَوْمًا صَلَاةَ الْفَجْرِ وَعَلَى إِثْرِ مَطَرٍ نَزَلَ بِاللَّيْلِ فَلَمَّا صَلَّى بِهِمْ صَلَاةَ الْفَجْرِ قَالَ لَهُمْ أَتَدْرُوْنَ مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ قَالَ أَصْبَحَ الْيَوْمَ مِنْ عِبَادِيْ مُؤْمِنٌ بِيْ وَكَافِرٌ فَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِيْ كَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ وَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِنَوْعِ كَذَا وَكَذَا فَذَلِكَ كَافِرٌ بِيْ مُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ وَالْمَقْصُودُ بِالْكُفْرِ فِي هَذَا الْحَدِيثِ عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ كُفْرُ النِّعْمَةِ وَهُوَ كُفْرٌ أَصْغَرُ لِأَنَّهُ نَسَبَ نِعْمَةَ نُزُولِ الْمَطَرِ لِغَيْرِ اللَّهِ فَيَنْبَغِي لَكَ أَخِي الْمُسْلِمَ بَعْدَ نُزُولِ الْمَطَرِ أَنْ تَكُونَ حَذِرًا وَلَا تَنْسِبِ الْمَطَرَ لِغَيْرِ اللَّهِ وَإِنَّمَا تَقُولُ مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ
Sunnah ketika turun hujan bagi seorang Muslim adalah: [PERTAMA]Menyingkap penutup kepalanya. Ia menyingkap syal, sorban, atau apa pun yang menutupi kepalanya, sehingga kepalanya terbuka agar air hujan mengenainya. Dalam Shahih Muslim diriwayatkan dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Dahulu kami pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu hari, lalu turunlah hujan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menyingkap kepalanya hingga terkena air hujan, lalu Nabi bersabda, ‘Hujan ini masih baru dari Tuhannya.’” (HR. Muslim). Maksud “masih baru dari Tuhannya” adalah hujan ini baru saja diciptakan oleh Allah. Hal ini menjadi dalil bahwa sunnah bagi seorang Muslim ketika turun hujan adalah menyingkap kepalanya, dan membiarkan air hujan mengenai kepala, kedua lengan, serta bagian tubuh lain yang memungkinkan. Inilah sunnah ketika turun hujan. [KEDUA]Selain itu, dianjurkan pula mengucapkan: MUTHIRNAA BIFADHLILLAAHI WA ROHMATIHI (Kami diguyur hujan atas karunia dan rahmat Allah). (HR. Bukhari dan Muslim). Janganlah menisbatkan turunnya hujan kepada selain Allah ‘Azza wa Jalla, karena hal itu termasuk mengingkari nikmat. Dalam Shahih Bukhari dan Muslim diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah Shalat Subuh bersama para Sahabat setelah hujan turun pada malam harinya. Setelah shalat, beliau bertanya kepada mereka, “Tahukah kalian apa yang difirmankan Tuhan kalian?” Allah berfirman: “Pada pagi hari ini, di antara hamba-Ku ada yang beriman kepada-Ku dan ada yang kafir. Barang siapa mengatakan, ‘Kami diguyur hujan atas karunia dan rahmat Allah,’ maka ia beriman kepada-Ku dan kafir terhadap bintang. Namun, barang siapa berkata, ‘Kami diguyur hujan karena bintang ini dan itu,’ maka ia kafir terhadap-Ku dan beriman kepada bintang.” (HR. Bukhari dan Muslim). Yang dimaksud dengan “kafir” dalam hadis ini—menurut para ulama—adalah kufur nikmat, yaitu bentuk kekufuran yang lebih ringan (kufur ashghar), karena ia menisbatkan nikmat turunnya hujan kepada selain Allah. Oleh sebab itu, wahai saudara Muslimku, hendaklah engkau berhati-hati setelah turun hujan, dan jangan sekali-kali menisbatkan hujan kepada selain Allah. Namun hendaklah kamu katakan: MUTHIRNAA BIFADHLILLAAHI WA ROHMATIHI (Kami diguyur hujan atas karunia dan rahmat Allah). ===== السُّنَّةُ عِنْدَ نُزُولِ الْمَطَرِ أَنْ يَحْسِرَ الْمُسْلِمُ عَنْ رَأْسِهِ فَيَحْسِرُ شِمَاغَهُ أَوْ غُتْرَتَهُ أَوْ أَيَّ شَيْءٍ فَوْقَ رَأْسِهِ بِحَيْثُ يَكُونُ رَأْسُهُ مَكْشُوفًا حَتَّى يُصِيبَهُ الْمَطَرُ وَقَدْ جَاءَ فِي صَحِيحِ مُسْلِمٍ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ فَنَزَلَ مَطَرٌ فَحَسَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ رَأْسِهِ حَتَّى أَصَابَهُ الْمَطَرُ وَقَالَ إِنَّهُ حَدِيْثُ عَهْدٍ بِرَبِّهِ وَمَعْنَى حَدِيثُ عَهْدٍ بِرَبِّهِ أَيْ بِتَكْوِينِ رَبِّهِ إِيَّاهُ وَهَذَا يَدُلُّ عَلَى أَنَّ السُّنَّةَ عِنْدَ نُزُولِ الْمَطَرِ أَنَّ الْمُسْلِمَ يَحْسِرُ عَنْ رَأْسِهِ وَيَجْعَلُ الْمَطَرَ يُصِيبُ رَأْسَهُ وَذِرَاعَيْهِ وَمَا أَمْكَنَ مِنْ جَسَدِهِ فَهَذِهِ هِيَ السُّنَّةُ عِنْدَ نُزُولِ الْمَطَرِ كَذَلِكَ أَيْضًا يَنْبَغِي أَنْ يَقُولَ مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ وَأَنْ لَا يَنْسِبَ نُزُولَ الْمَطَرِ إِلَى غَيْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فَإِنَّ هَذَا يَدْخُلُ فِي كُفْرِ النِّعْمَةِ وَقَدْ جَاءَ فِي الصَّحِيحَيْنِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى بِأَصْحَابِهِ يَوْمًا صَلَاةَ الْفَجْرِ وَعَلَى إِثْرِ مَطَرٍ نَزَلَ بِاللَّيْلِ فَلَمَّا صَلَّى بِهِمْ صَلَاةَ الْفَجْرِ قَالَ لَهُمْ أَتَدْرُوْنَ مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ قَالَ أَصْبَحَ الْيَوْمَ مِنْ عِبَادِيْ مُؤْمِنٌ بِيْ وَكَافِرٌ فَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِيْ كَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ وَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِنَوْعِ كَذَا وَكَذَا فَذَلِكَ كَافِرٌ بِيْ مُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ وَالْمَقْصُودُ بِالْكُفْرِ فِي هَذَا الْحَدِيثِ عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ كُفْرُ النِّعْمَةِ وَهُوَ كُفْرٌ أَصْغَرُ لِأَنَّهُ نَسَبَ نِعْمَةَ نُزُولِ الْمَطَرِ لِغَيْرِ اللَّهِ فَيَنْبَغِي لَكَ أَخِي الْمُسْلِمَ بَعْدَ نُزُولِ الْمَطَرِ أَنْ تَكُونَ حَذِرًا وَلَا تَنْسِبِ الْمَطَرَ لِغَيْرِ اللَّهِ وَإِنَّمَا تَقُولُ مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ


Sunnah ketika turun hujan bagi seorang Muslim adalah: [PERTAMA]Menyingkap penutup kepalanya. Ia menyingkap syal, sorban, atau apa pun yang menutupi kepalanya, sehingga kepalanya terbuka agar air hujan mengenainya. Dalam Shahih Muslim diriwayatkan dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Dahulu kami pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu hari, lalu turunlah hujan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menyingkap kepalanya hingga terkena air hujan, lalu Nabi bersabda, ‘Hujan ini masih baru dari Tuhannya.’” (HR. Muslim). Maksud “masih baru dari Tuhannya” adalah hujan ini baru saja diciptakan oleh Allah. Hal ini menjadi dalil bahwa sunnah bagi seorang Muslim ketika turun hujan adalah menyingkap kepalanya, dan membiarkan air hujan mengenai kepala, kedua lengan, serta bagian tubuh lain yang memungkinkan. Inilah sunnah ketika turun hujan. [KEDUA]Selain itu, dianjurkan pula mengucapkan: MUTHIRNAA BIFADHLILLAAHI WA ROHMATIHI (Kami diguyur hujan atas karunia dan rahmat Allah). (HR. Bukhari dan Muslim). Janganlah menisbatkan turunnya hujan kepada selain Allah ‘Azza wa Jalla, karena hal itu termasuk mengingkari nikmat. Dalam Shahih Bukhari dan Muslim diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah Shalat Subuh bersama para Sahabat setelah hujan turun pada malam harinya. Setelah shalat, beliau bertanya kepada mereka, “Tahukah kalian apa yang difirmankan Tuhan kalian?” Allah berfirman: “Pada pagi hari ini, di antara hamba-Ku ada yang beriman kepada-Ku dan ada yang kafir. Barang siapa mengatakan, ‘Kami diguyur hujan atas karunia dan rahmat Allah,’ maka ia beriman kepada-Ku dan kafir terhadap bintang. Namun, barang siapa berkata, ‘Kami diguyur hujan karena bintang ini dan itu,’ maka ia kafir terhadap-Ku dan beriman kepada bintang.” (HR. Bukhari dan Muslim). Yang dimaksud dengan “kafir” dalam hadis ini—menurut para ulama—adalah kufur nikmat, yaitu bentuk kekufuran yang lebih ringan (kufur ashghar), karena ia menisbatkan nikmat turunnya hujan kepada selain Allah. Oleh sebab itu, wahai saudara Muslimku, hendaklah engkau berhati-hati setelah turun hujan, dan jangan sekali-kali menisbatkan hujan kepada selain Allah. Namun hendaklah kamu katakan: MUTHIRNAA BIFADHLILLAAHI WA ROHMATIHI (Kami diguyur hujan atas karunia dan rahmat Allah). ===== السُّنَّةُ عِنْدَ نُزُولِ الْمَطَرِ أَنْ يَحْسِرَ الْمُسْلِمُ عَنْ رَأْسِهِ فَيَحْسِرُ شِمَاغَهُ أَوْ غُتْرَتَهُ أَوْ أَيَّ شَيْءٍ فَوْقَ رَأْسِهِ بِحَيْثُ يَكُونُ رَأْسُهُ مَكْشُوفًا حَتَّى يُصِيبَهُ الْمَطَرُ وَقَدْ جَاءَ فِي صَحِيحِ مُسْلِمٍ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ فَنَزَلَ مَطَرٌ فَحَسَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ رَأْسِهِ حَتَّى أَصَابَهُ الْمَطَرُ وَقَالَ إِنَّهُ حَدِيْثُ عَهْدٍ بِرَبِّهِ وَمَعْنَى حَدِيثُ عَهْدٍ بِرَبِّهِ أَيْ بِتَكْوِينِ رَبِّهِ إِيَّاهُ وَهَذَا يَدُلُّ عَلَى أَنَّ السُّنَّةَ عِنْدَ نُزُولِ الْمَطَرِ أَنَّ الْمُسْلِمَ يَحْسِرُ عَنْ رَأْسِهِ وَيَجْعَلُ الْمَطَرَ يُصِيبُ رَأْسَهُ وَذِرَاعَيْهِ وَمَا أَمْكَنَ مِنْ جَسَدِهِ فَهَذِهِ هِيَ السُّنَّةُ عِنْدَ نُزُولِ الْمَطَرِ كَذَلِكَ أَيْضًا يَنْبَغِي أَنْ يَقُولَ مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ وَأَنْ لَا يَنْسِبَ نُزُولَ الْمَطَرِ إِلَى غَيْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فَإِنَّ هَذَا يَدْخُلُ فِي كُفْرِ النِّعْمَةِ وَقَدْ جَاءَ فِي الصَّحِيحَيْنِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى بِأَصْحَابِهِ يَوْمًا صَلَاةَ الْفَجْرِ وَعَلَى إِثْرِ مَطَرٍ نَزَلَ بِاللَّيْلِ فَلَمَّا صَلَّى بِهِمْ صَلَاةَ الْفَجْرِ قَالَ لَهُمْ أَتَدْرُوْنَ مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ قَالَ أَصْبَحَ الْيَوْمَ مِنْ عِبَادِيْ مُؤْمِنٌ بِيْ وَكَافِرٌ فَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِيْ كَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ وَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِنَوْعِ كَذَا وَكَذَا فَذَلِكَ كَافِرٌ بِيْ مُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ وَالْمَقْصُودُ بِالْكُفْرِ فِي هَذَا الْحَدِيثِ عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ كُفْرُ النِّعْمَةِ وَهُوَ كُفْرٌ أَصْغَرُ لِأَنَّهُ نَسَبَ نِعْمَةَ نُزُولِ الْمَطَرِ لِغَيْرِ اللَّهِ فَيَنْبَغِي لَكَ أَخِي الْمُسْلِمَ بَعْدَ نُزُولِ الْمَطَرِ أَنْ تَكُونَ حَذِرًا وَلَا تَنْسِبِ الْمَطَرَ لِغَيْرِ اللَّهِ وَإِنَّمَا تَقُولُ مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ

Imam Syafi’i Sakit, Muridnya Salah Ucap, Tapi Lihat Cara Beliau Menyikapinya! – Syaikh Utsman Khamis

Imam Asy-Syafi’i pernah dijenguk oleh muridnya, Ar-Rabi’. Saat itu, Imam Asy-Syafi’i sedang sakit. Lalu muridnya berkata kepadanya, “Semoga Allah menambahkan untukmu…” Apa katanya tadi? “Semoga Allah menguatkan lemahmu, wahai Imam.” “Semoga Allah menguatkan lemahmu, wahai Imam.” Kalimat “Semoga Allah menguatkan lemahmu” memiliki dua kemungkinan makna. Pertama: “Semoga Allah menguatkan lemahmu,” artinya semoga Allah menguatkan dirimu. Kedua: “Semoga Allah menguatkan lemahmu,” artinya semoga Allah menambah kelemahanmu. Imam Asy-Syafi’i—yang ketika itu sedang sakit—adalah sosok yang lembut, semoga Allah merahmatinya. Beliau pun menjawab, “Andai Allah menambah kelemahanku, aku pasti mati.” Maksudnya: “Jika sakitku bertambah parah, aku tidak sanggup menahannya.” “Jika kelemahanku diperkuat, aku pasti mati.” Muridnya segera berkata, “Demi Allah, wahai Imam, aku tidak bermaksud demikian!” “Aku maksudkan: semoga Allah menguatkan lemahmu, dalam makna yang kedua, yaitu semoga Allah menghilangkan kelemahanmu dan menggantinya dengan kekuatan.” Ia menegaskan, “Demi Allah, aku tidak bermaksud yang pertama itu!” Maka Asy-Syafi’i berkata, “Demi Allah! Sekalipun kamu menghinaku, pasti aku tahu bahwa itu bukan maksudmu.” Inilah yang disebut berbaik sangka. Banyak orang, ketika mendengar satu kalimat yang bisa ditafsirkan dalam tujuh belas makna, justru memilih satu makna yang paling buruk di antaranya. Berbaik sangkalah terhadap saudara-saudara kalian! Bahkan, ada yang pernah bercerita kepadaku bahwa ia menasihati seseorang, tapi orang itu malah marah. Mungkin caranya menasihati kurang baik, tapi wahai saudaraku, terimalah nasihat itu dan ambil kebaikannya. Sebagian orang memang tidak pandai dalam menyampaikan nasihat, tetapi apakah ucapannya benar atau tidak? Bahkan jika ucapannya tidak benar sekalipun, cukup katakan, “Jazakallahu khairan,” lalu terimalah dengan lapang dada. Bersikaplah lembut terhadap saudara-saudaramu. Permudahlah urusan mereka. Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan. ===== يَعْنِي الشَّافِعِيُّ دَخَلَ عَلَيْهِ تِلْمِيذُهُ الرَّبِيعُ وَكَانَ الشَّافِعِيُّ مَرِيضًا فَقَالَ لَهُ تِلْمِيذُهُ زَادَكَ اللَّهُ أَيْش قَال؟ قَوَّى اللَّهُ ضَعْفَكَ يَا إِمَامُ قَوَّى اللَّهُ ضَعْفَكَ يَا إِمَامُ قَوَّى اللَّهُ ضَعْفَكَ تَحْتَمِلُ مَعْنَيَيْنِ قَوَّى اللَّهُ ضَعْفَكَ يَعْنِي قَوَّاكَ وَقَوَّى اللَّهُ ضَعْفَكَ زَادَ اللَّهُ ضَعْفَكَ الشَّافِعِيُّ وَهُوَ مَرِيضٌ كَانَتْ يَعْنِي نَفْسُهُ لَطِيفَةٌ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى فَقَالَ لَوْ قَوَّى ضَعْفِي لَمِتُّ يَعْنِي أَكْثَرَ مِنْ شِدَّتِهِ أَمُوتُ مَا أَقْدِرُ لَوْ قَوَّى ضَعْفِي لَمِتُّ فَقَالَ يَا إِمَامُ وَاللّهِ مَا قَصَدْتُ هَذَا يَعْنِي قَصَدْتُ قَوَّى اللَّهُ ضَعْفَكَ الثَّانِيَةَ الَّتِي هِيَ أَزَالَ اللَّهُ الْضَّعْفَ وَأَبْدَلَهُ قُوَّةً قَالَ وَاللّهِ مَا قَصَدْتُ هَذِهِ فَقَالَ الشَّافِعِيُّ وَاللَّهِ لَوْ سَبَبْتَنِي لَعَلِمْتُ إِنَّكَ لَا تَقْصِدُ هَذَا إِحْسَانُ الظَّنِّ هَذَا النَّاسُ حِينَ كَلِمَةٍ تَحْتَمِلُ سَبْعَةَ عَشَرَ مَعْنًى يَأْخُذُ مِنْ سَبْعَةَ عَشَرَ الَّذِي هُو الَّذِي فِيهَا الشَّيْنُ أَحْسِنُوا الظَّنَّ بِإِخْوَانِكُمْ يَعْنِي حَتَّى حَدَّثَنِي بَعْضُهُمْ أَنَّهُ قَدَّمَ نَصِيحَةً إِلَى أَحَدِهِمْ فَغَضِبَ لَعَلَّ أُسْلُوبَهُ كَانَ سَيِّئًا وَكَذَا لَكِنْ يَا أَخِي تَقَبَّلْ خَلَاصٌ خُذِ الْخَيْرَ بَعْضُ النَّاسِ قَدْ يَكُونُ أُسْلُوبُهُ لَيْس جَيِّدًا لَكِنْ الْكَلَامُ الَّذِي قَالَه صَحَّ وَلَا لَا؟ حَتَّى لَوْ لَمْ يَكُنْ صَحَّ طَيِّبٌ قُلْ جَزَاكَ اللَّهُ خَيْراً وَتَقَبَّلْ لِيْنُوا بَيْنَ أَيْدِي إِخْوَانِكُمْ يَعْنِي سَهِّلِ الْأُمُورَ اللَّهُ الْمُسْتَعَانُ

Imam Syafi’i Sakit, Muridnya Salah Ucap, Tapi Lihat Cara Beliau Menyikapinya! – Syaikh Utsman Khamis

Imam Asy-Syafi’i pernah dijenguk oleh muridnya, Ar-Rabi’. Saat itu, Imam Asy-Syafi’i sedang sakit. Lalu muridnya berkata kepadanya, “Semoga Allah menambahkan untukmu…” Apa katanya tadi? “Semoga Allah menguatkan lemahmu, wahai Imam.” “Semoga Allah menguatkan lemahmu, wahai Imam.” Kalimat “Semoga Allah menguatkan lemahmu” memiliki dua kemungkinan makna. Pertama: “Semoga Allah menguatkan lemahmu,” artinya semoga Allah menguatkan dirimu. Kedua: “Semoga Allah menguatkan lemahmu,” artinya semoga Allah menambah kelemahanmu. Imam Asy-Syafi’i—yang ketika itu sedang sakit—adalah sosok yang lembut, semoga Allah merahmatinya. Beliau pun menjawab, “Andai Allah menambah kelemahanku, aku pasti mati.” Maksudnya: “Jika sakitku bertambah parah, aku tidak sanggup menahannya.” “Jika kelemahanku diperkuat, aku pasti mati.” Muridnya segera berkata, “Demi Allah, wahai Imam, aku tidak bermaksud demikian!” “Aku maksudkan: semoga Allah menguatkan lemahmu, dalam makna yang kedua, yaitu semoga Allah menghilangkan kelemahanmu dan menggantinya dengan kekuatan.” Ia menegaskan, “Demi Allah, aku tidak bermaksud yang pertama itu!” Maka Asy-Syafi’i berkata, “Demi Allah! Sekalipun kamu menghinaku, pasti aku tahu bahwa itu bukan maksudmu.” Inilah yang disebut berbaik sangka. Banyak orang, ketika mendengar satu kalimat yang bisa ditafsirkan dalam tujuh belas makna, justru memilih satu makna yang paling buruk di antaranya. Berbaik sangkalah terhadap saudara-saudara kalian! Bahkan, ada yang pernah bercerita kepadaku bahwa ia menasihati seseorang, tapi orang itu malah marah. Mungkin caranya menasihati kurang baik, tapi wahai saudaraku, terimalah nasihat itu dan ambil kebaikannya. Sebagian orang memang tidak pandai dalam menyampaikan nasihat, tetapi apakah ucapannya benar atau tidak? Bahkan jika ucapannya tidak benar sekalipun, cukup katakan, “Jazakallahu khairan,” lalu terimalah dengan lapang dada. Bersikaplah lembut terhadap saudara-saudaramu. Permudahlah urusan mereka. Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan. ===== يَعْنِي الشَّافِعِيُّ دَخَلَ عَلَيْهِ تِلْمِيذُهُ الرَّبِيعُ وَكَانَ الشَّافِعِيُّ مَرِيضًا فَقَالَ لَهُ تِلْمِيذُهُ زَادَكَ اللَّهُ أَيْش قَال؟ قَوَّى اللَّهُ ضَعْفَكَ يَا إِمَامُ قَوَّى اللَّهُ ضَعْفَكَ يَا إِمَامُ قَوَّى اللَّهُ ضَعْفَكَ تَحْتَمِلُ مَعْنَيَيْنِ قَوَّى اللَّهُ ضَعْفَكَ يَعْنِي قَوَّاكَ وَقَوَّى اللَّهُ ضَعْفَكَ زَادَ اللَّهُ ضَعْفَكَ الشَّافِعِيُّ وَهُوَ مَرِيضٌ كَانَتْ يَعْنِي نَفْسُهُ لَطِيفَةٌ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى فَقَالَ لَوْ قَوَّى ضَعْفِي لَمِتُّ يَعْنِي أَكْثَرَ مِنْ شِدَّتِهِ أَمُوتُ مَا أَقْدِرُ لَوْ قَوَّى ضَعْفِي لَمِتُّ فَقَالَ يَا إِمَامُ وَاللّهِ مَا قَصَدْتُ هَذَا يَعْنِي قَصَدْتُ قَوَّى اللَّهُ ضَعْفَكَ الثَّانِيَةَ الَّتِي هِيَ أَزَالَ اللَّهُ الْضَّعْفَ وَأَبْدَلَهُ قُوَّةً قَالَ وَاللّهِ مَا قَصَدْتُ هَذِهِ فَقَالَ الشَّافِعِيُّ وَاللَّهِ لَوْ سَبَبْتَنِي لَعَلِمْتُ إِنَّكَ لَا تَقْصِدُ هَذَا إِحْسَانُ الظَّنِّ هَذَا النَّاسُ حِينَ كَلِمَةٍ تَحْتَمِلُ سَبْعَةَ عَشَرَ مَعْنًى يَأْخُذُ مِنْ سَبْعَةَ عَشَرَ الَّذِي هُو الَّذِي فِيهَا الشَّيْنُ أَحْسِنُوا الظَّنَّ بِإِخْوَانِكُمْ يَعْنِي حَتَّى حَدَّثَنِي بَعْضُهُمْ أَنَّهُ قَدَّمَ نَصِيحَةً إِلَى أَحَدِهِمْ فَغَضِبَ لَعَلَّ أُسْلُوبَهُ كَانَ سَيِّئًا وَكَذَا لَكِنْ يَا أَخِي تَقَبَّلْ خَلَاصٌ خُذِ الْخَيْرَ بَعْضُ النَّاسِ قَدْ يَكُونُ أُسْلُوبُهُ لَيْس جَيِّدًا لَكِنْ الْكَلَامُ الَّذِي قَالَه صَحَّ وَلَا لَا؟ حَتَّى لَوْ لَمْ يَكُنْ صَحَّ طَيِّبٌ قُلْ جَزَاكَ اللَّهُ خَيْراً وَتَقَبَّلْ لِيْنُوا بَيْنَ أَيْدِي إِخْوَانِكُمْ يَعْنِي سَهِّلِ الْأُمُورَ اللَّهُ الْمُسْتَعَانُ
Imam Asy-Syafi’i pernah dijenguk oleh muridnya, Ar-Rabi’. Saat itu, Imam Asy-Syafi’i sedang sakit. Lalu muridnya berkata kepadanya, “Semoga Allah menambahkan untukmu…” Apa katanya tadi? “Semoga Allah menguatkan lemahmu, wahai Imam.” “Semoga Allah menguatkan lemahmu, wahai Imam.” Kalimat “Semoga Allah menguatkan lemahmu” memiliki dua kemungkinan makna. Pertama: “Semoga Allah menguatkan lemahmu,” artinya semoga Allah menguatkan dirimu. Kedua: “Semoga Allah menguatkan lemahmu,” artinya semoga Allah menambah kelemahanmu. Imam Asy-Syafi’i—yang ketika itu sedang sakit—adalah sosok yang lembut, semoga Allah merahmatinya. Beliau pun menjawab, “Andai Allah menambah kelemahanku, aku pasti mati.” Maksudnya: “Jika sakitku bertambah parah, aku tidak sanggup menahannya.” “Jika kelemahanku diperkuat, aku pasti mati.” Muridnya segera berkata, “Demi Allah, wahai Imam, aku tidak bermaksud demikian!” “Aku maksudkan: semoga Allah menguatkan lemahmu, dalam makna yang kedua, yaitu semoga Allah menghilangkan kelemahanmu dan menggantinya dengan kekuatan.” Ia menegaskan, “Demi Allah, aku tidak bermaksud yang pertama itu!” Maka Asy-Syafi’i berkata, “Demi Allah! Sekalipun kamu menghinaku, pasti aku tahu bahwa itu bukan maksudmu.” Inilah yang disebut berbaik sangka. Banyak orang, ketika mendengar satu kalimat yang bisa ditafsirkan dalam tujuh belas makna, justru memilih satu makna yang paling buruk di antaranya. Berbaik sangkalah terhadap saudara-saudara kalian! Bahkan, ada yang pernah bercerita kepadaku bahwa ia menasihati seseorang, tapi orang itu malah marah. Mungkin caranya menasihati kurang baik, tapi wahai saudaraku, terimalah nasihat itu dan ambil kebaikannya. Sebagian orang memang tidak pandai dalam menyampaikan nasihat, tetapi apakah ucapannya benar atau tidak? Bahkan jika ucapannya tidak benar sekalipun, cukup katakan, “Jazakallahu khairan,” lalu terimalah dengan lapang dada. Bersikaplah lembut terhadap saudara-saudaramu. Permudahlah urusan mereka. Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan. ===== يَعْنِي الشَّافِعِيُّ دَخَلَ عَلَيْهِ تِلْمِيذُهُ الرَّبِيعُ وَكَانَ الشَّافِعِيُّ مَرِيضًا فَقَالَ لَهُ تِلْمِيذُهُ زَادَكَ اللَّهُ أَيْش قَال؟ قَوَّى اللَّهُ ضَعْفَكَ يَا إِمَامُ قَوَّى اللَّهُ ضَعْفَكَ يَا إِمَامُ قَوَّى اللَّهُ ضَعْفَكَ تَحْتَمِلُ مَعْنَيَيْنِ قَوَّى اللَّهُ ضَعْفَكَ يَعْنِي قَوَّاكَ وَقَوَّى اللَّهُ ضَعْفَكَ زَادَ اللَّهُ ضَعْفَكَ الشَّافِعِيُّ وَهُوَ مَرِيضٌ كَانَتْ يَعْنِي نَفْسُهُ لَطِيفَةٌ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى فَقَالَ لَوْ قَوَّى ضَعْفِي لَمِتُّ يَعْنِي أَكْثَرَ مِنْ شِدَّتِهِ أَمُوتُ مَا أَقْدِرُ لَوْ قَوَّى ضَعْفِي لَمِتُّ فَقَالَ يَا إِمَامُ وَاللّهِ مَا قَصَدْتُ هَذَا يَعْنِي قَصَدْتُ قَوَّى اللَّهُ ضَعْفَكَ الثَّانِيَةَ الَّتِي هِيَ أَزَالَ اللَّهُ الْضَّعْفَ وَأَبْدَلَهُ قُوَّةً قَالَ وَاللّهِ مَا قَصَدْتُ هَذِهِ فَقَالَ الشَّافِعِيُّ وَاللَّهِ لَوْ سَبَبْتَنِي لَعَلِمْتُ إِنَّكَ لَا تَقْصِدُ هَذَا إِحْسَانُ الظَّنِّ هَذَا النَّاسُ حِينَ كَلِمَةٍ تَحْتَمِلُ سَبْعَةَ عَشَرَ مَعْنًى يَأْخُذُ مِنْ سَبْعَةَ عَشَرَ الَّذِي هُو الَّذِي فِيهَا الشَّيْنُ أَحْسِنُوا الظَّنَّ بِإِخْوَانِكُمْ يَعْنِي حَتَّى حَدَّثَنِي بَعْضُهُمْ أَنَّهُ قَدَّمَ نَصِيحَةً إِلَى أَحَدِهِمْ فَغَضِبَ لَعَلَّ أُسْلُوبَهُ كَانَ سَيِّئًا وَكَذَا لَكِنْ يَا أَخِي تَقَبَّلْ خَلَاصٌ خُذِ الْخَيْرَ بَعْضُ النَّاسِ قَدْ يَكُونُ أُسْلُوبُهُ لَيْس جَيِّدًا لَكِنْ الْكَلَامُ الَّذِي قَالَه صَحَّ وَلَا لَا؟ حَتَّى لَوْ لَمْ يَكُنْ صَحَّ طَيِّبٌ قُلْ جَزَاكَ اللَّهُ خَيْراً وَتَقَبَّلْ لِيْنُوا بَيْنَ أَيْدِي إِخْوَانِكُمْ يَعْنِي سَهِّلِ الْأُمُورَ اللَّهُ الْمُسْتَعَانُ


Imam Asy-Syafi’i pernah dijenguk oleh muridnya, Ar-Rabi’. Saat itu, Imam Asy-Syafi’i sedang sakit. Lalu muridnya berkata kepadanya, “Semoga Allah menambahkan untukmu…” Apa katanya tadi? “Semoga Allah menguatkan lemahmu, wahai Imam.” “Semoga Allah menguatkan lemahmu, wahai Imam.” Kalimat “Semoga Allah menguatkan lemahmu” memiliki dua kemungkinan makna. Pertama: “Semoga Allah menguatkan lemahmu,” artinya semoga Allah menguatkan dirimu. Kedua: “Semoga Allah menguatkan lemahmu,” artinya semoga Allah menambah kelemahanmu. Imam Asy-Syafi’i—yang ketika itu sedang sakit—adalah sosok yang lembut, semoga Allah merahmatinya. Beliau pun menjawab, “Andai Allah menambah kelemahanku, aku pasti mati.” Maksudnya: “Jika sakitku bertambah parah, aku tidak sanggup menahannya.” “Jika kelemahanku diperkuat, aku pasti mati.” Muridnya segera berkata, “Demi Allah, wahai Imam, aku tidak bermaksud demikian!” “Aku maksudkan: semoga Allah menguatkan lemahmu, dalam makna yang kedua, yaitu semoga Allah menghilangkan kelemahanmu dan menggantinya dengan kekuatan.” Ia menegaskan, “Demi Allah, aku tidak bermaksud yang pertama itu!” Maka Asy-Syafi’i berkata, “Demi Allah! Sekalipun kamu menghinaku, pasti aku tahu bahwa itu bukan maksudmu.” Inilah yang disebut berbaik sangka. Banyak orang, ketika mendengar satu kalimat yang bisa ditafsirkan dalam tujuh belas makna, justru memilih satu makna yang paling buruk di antaranya. Berbaik sangkalah terhadap saudara-saudara kalian! Bahkan, ada yang pernah bercerita kepadaku bahwa ia menasihati seseorang, tapi orang itu malah marah. Mungkin caranya menasihati kurang baik, tapi wahai saudaraku, terimalah nasihat itu dan ambil kebaikannya. Sebagian orang memang tidak pandai dalam menyampaikan nasihat, tetapi apakah ucapannya benar atau tidak? Bahkan jika ucapannya tidak benar sekalipun, cukup katakan, “Jazakallahu khairan,” lalu terimalah dengan lapang dada. Bersikaplah lembut terhadap saudara-saudaramu. Permudahlah urusan mereka. Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan. ===== يَعْنِي الشَّافِعِيُّ دَخَلَ عَلَيْهِ تِلْمِيذُهُ الرَّبِيعُ وَكَانَ الشَّافِعِيُّ مَرِيضًا فَقَالَ لَهُ تِلْمِيذُهُ زَادَكَ اللَّهُ أَيْش قَال؟ قَوَّى اللَّهُ ضَعْفَكَ يَا إِمَامُ قَوَّى اللَّهُ ضَعْفَكَ يَا إِمَامُ قَوَّى اللَّهُ ضَعْفَكَ تَحْتَمِلُ مَعْنَيَيْنِ قَوَّى اللَّهُ ضَعْفَكَ يَعْنِي قَوَّاكَ وَقَوَّى اللَّهُ ضَعْفَكَ زَادَ اللَّهُ ضَعْفَكَ الشَّافِعِيُّ وَهُوَ مَرِيضٌ كَانَتْ يَعْنِي نَفْسُهُ لَطِيفَةٌ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى فَقَالَ لَوْ قَوَّى ضَعْفِي لَمِتُّ يَعْنِي أَكْثَرَ مِنْ شِدَّتِهِ أَمُوتُ مَا أَقْدِرُ لَوْ قَوَّى ضَعْفِي لَمِتُّ فَقَالَ يَا إِمَامُ وَاللّهِ مَا قَصَدْتُ هَذَا يَعْنِي قَصَدْتُ قَوَّى اللَّهُ ضَعْفَكَ الثَّانِيَةَ الَّتِي هِيَ أَزَالَ اللَّهُ الْضَّعْفَ وَأَبْدَلَهُ قُوَّةً قَالَ وَاللّهِ مَا قَصَدْتُ هَذِهِ فَقَالَ الشَّافِعِيُّ وَاللَّهِ لَوْ سَبَبْتَنِي لَعَلِمْتُ إِنَّكَ لَا تَقْصِدُ هَذَا إِحْسَانُ الظَّنِّ هَذَا النَّاسُ حِينَ كَلِمَةٍ تَحْتَمِلُ سَبْعَةَ عَشَرَ مَعْنًى يَأْخُذُ مِنْ سَبْعَةَ عَشَرَ الَّذِي هُو الَّذِي فِيهَا الشَّيْنُ أَحْسِنُوا الظَّنَّ بِإِخْوَانِكُمْ يَعْنِي حَتَّى حَدَّثَنِي بَعْضُهُمْ أَنَّهُ قَدَّمَ نَصِيحَةً إِلَى أَحَدِهِمْ فَغَضِبَ لَعَلَّ أُسْلُوبَهُ كَانَ سَيِّئًا وَكَذَا لَكِنْ يَا أَخِي تَقَبَّلْ خَلَاصٌ خُذِ الْخَيْرَ بَعْضُ النَّاسِ قَدْ يَكُونُ أُسْلُوبُهُ لَيْس جَيِّدًا لَكِنْ الْكَلَامُ الَّذِي قَالَه صَحَّ وَلَا لَا؟ حَتَّى لَوْ لَمْ يَكُنْ صَحَّ طَيِّبٌ قُلْ جَزَاكَ اللَّهُ خَيْراً وَتَقَبَّلْ لِيْنُوا بَيْنَ أَيْدِي إِخْوَانِكُمْ يَعْنِي سَهِّلِ الْأُمُورَ اللَّهُ الْمُسْتَعَانُ

Hubungan antara Takwa dengan Akhlak Mulia

Daftar Isi ToggleHubungan antara takwa dengan akhlak yang muliaMemadukan antara khouf dan roja’Sebenar-benar takwaHubungan antara takwa dengan akhlak yang muliaDari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, beliau berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya mengenai sebab yang terbanyak membuat orang masuk ke dalam surga, beliau menjawab, “Takwa kepada Allah dan akhlak yang bagus.” (HR. Tirmidzi dan dinyatakan hasan oleh al-Albani)Para ulama menjelaskan bahwa di dalam hadis ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menggandengkan antara takwa dengan akhlak yang mulia; karena dengan takwa akan memperbaiki hubungan hamba dengan Allah, sedangkan dengan akhlak yang mulia akan memperbaiki hubungan hamba dengan sesama manusia. (Lihat keterangan Ibnul Qayyim rahimahullah yang dikutip oleh Syekh Abdurrazzaq al-Badr dalam Ahaditsul Akhlaq, hal. 7)Akhlak mulia menjadi sebab Allah mencintai seorang hamba. Dari Usamah bin Syarik radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hamba Allah yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling bagus akhlaknya.” (HR. Thabrani dalam al-Kabir dan al-Hakim dalam al-Mustadrak, disahihkan oleh al-Albani)Termasuk sebab untuk meraih cinta Allah adalah memberikan manfaat kepada umat manusia; dan ini pun termasuk bagian dari akhlak yang mulia. Dari Ibnu Umar radhiyallahu ’anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang paling dicintai Allah Ta’ala adalah yang paling bermanfaat bagi manusia…” (HR. Thabrani dalam al-Kabir dan Ibnu Asakir dalam Tarikh-nya, sanadnya dihasankan al-Albani)Dan di antara bentuk akhlak yang mulia adalah beristigfar dan bertobat kepada Allah. Karena itulah, Allah pun menyandingkan tauhid dengan istigfar. Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun telah mencontohkan,واللَّهِ إنِّي لَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وأَتُوبُ إلَيْهِ في اليَومِ أكْثَرَ مِن سَبْعِينَ مَرَّةً“Demi Allah, sesungguhnya aku beristigfar (memohon ampunan) kepada Allah dan bertobat kepada-Nya dalam sehari lebih banyak dari 70 kali.” (HR. Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu)Mak-hul meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa beliau berkata,ما رأيت أحدًا أكثر استغفارًا من رسول الله صلى الله عليه وسلم“Tidaklah aku melihat seseorang yang lebih banyak istigfarnya dibandingkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”Kemudian beliau (Mak-hul) mengatakan,ما رأيت أكثر استغفارًا من أبى هريرة“Tidaklah aku melihat ada orang yang lebih banyak beristigfar daripada Abu Hurairah.” (Riwayat ini dinukil oleh Ibnu Baththal dalam Syarh Shahih Bukhari)Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,طوبى لِمَن وجد في صحيفته استغفاراً كثيراً“Beruntunglah bagi orang yang mendapati di dalam lembaran catatan amalnya nanti ucapan istighfar yang banyak.” (HR. Ibnu Majah dari Abdullah bin Busr radhiyallahu ’anhu, dinyatakan sahih oleh al-Albani)Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di akhir-akhir hidupnya setelah sekian lama menjalani perjuangan dakwah dengan jiwa dan raganya pun diperintahkan oleh Allah untuk beristigfar kepada-Nya, sebagaimana disebutkan dalam surah an-Nashr. “Maka sucikanlah dengan memuji Rabbmu dan mohon ampunlah kepada-Nya..”Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Semua umatku pasti masuk surga kecuali yang enggan.” Para sahabat pun bertanya, “Siapakah orang yang enggan itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Barangsiapa taat kepadaku, maka dia masuk surga; dan barangsiapa yang durhaka kepadaku, maka dia lah orang yang enggan itu.” (HR. Bukhari)Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ’anhuma, beliau berkata,إِنْ كُنَّا لَنَعُدُّ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَجْلِسِ الْوَاحِدِ مِائَةَ مَرَّةٍ: رَبِّ اغْفِرْ لِي، وَتُبْ عَلَيَّ، إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيم“Sungguh dahulu kami sering menghitung kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam satu majelis beliau mengucapkan kalimat ‘Rabbighfirlii wa tub ‘alayya, innaka antat tawwaabur rahiim‘ (yang artinya), “Wahai Rabbku, ampunilah aku dan berikanlah tobat kepadaku, sesungguhnya Engkau Mahapenerima tobat lagi Mahapenyayang.” (HR. Abu Dawud, dinyatakan sahih oleh al-Albani)Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,يَا أَيُّهَا النَّاسُ تُوبُوا إلى اللهِ، فإنِّي أَتُوبُ في اليَومِ إلَيْهِ مِئَةَ مَرَّةٍ‘Wahai manusia, bertobatlah kepada Allah. Sesungguhnya aku bertobat kepada Allah dalam sehari sebanyak 100 kali.” (HR. Muslim dari al-Aghar al-Muzani radhiyallahu ’anhu)Memadukan antara khouf dan roja’Di antara perkara yang sangat kita butuhkan pada masa seperti sekarang ini adalah keberadaan akidah khouf dan roja’ di dalam hati. Para ulama menggambarkan bahwa seyogyanya seorang mukmin hidup di alam dunia ini seperti seekor burung dengan dua belah sayap dan kepalanya.Adapun kedua belah sayap itu ibarat dari khouf dan roja’. Khouf yaitu rasa takut kepada Allah, takut terhadap hukuman dan azab-Nya. Roja’ yaitu harapan kepada Allah dan pahala dari-Nya. Sementara yang menjadi kepalanya adalah mahabbah (rasa cinta); yaitu cinta kepada Allah dan apa-apa yang Allah cintai. Dengan ketiga unsur inilah seorang muslim membangun amal dan ketaatannya kepada Allah.Allah berfirman,نَبِّئْ عِبَادِي أَنِّي أَنَا الْغَفُورُ الرَّحِيمُ ، وَأَنَّ عَذَابِي هُوَ الْعَذَابُ الْأَلِيمُ“Beritakanlah kepada hamba-hamba-Ku bahwa Aku lah Yang Mahapengampun lagi Mahapenyayang, dan sesungguhnya adzab-Ku adalah adzab yang sangat pedih.” (QS. al-Hijr: 49-50)Syekh Muhammad bin Abdullah as-Subayyil rahimahullah (wafat 1434 H) mengatakan,ولذا ينبغي على المؤمن أن يعيش في هذه الدنيا كالطائر الذي له جناحان ورأس ، أما الجناحان : فالخوف والرجاء ، وأما الرأس فالمحبة“Oleh sebab itu, semestinya seorang mukmin hidup di alam dunia ini seperti seekor burung yang memiliki dua belah sayap dan sebuah kepala. Adapun kedua sayap itu adalah takut dan harapan, sedangkan yang menjadi kepalanya adalah kecintaan.” (Lihat Fatawa al-‘Aqidah dalam website resmi beliau. Link artikel: https://alsubail.af.org.sa/ar/node/210)Di antara buah dan manfaat dari khouf adalah segera bertobat kepada Allah dari dosa dan maksiat kemudian berusaha menjauhi perbuatan dosa. Sementara buah dari roja’ adalah tidak berputus asa dari rahmat Allah. Adapun kecintaan merupakan penggerak utama dalam melakukan berbagai amal kebaikan. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat, bahwa hati-hati manusia itu tercipta dalam keadaan mencintai Dzat Yang berbuat baik kepadanya.Takwa kepada Allah juga ditegakkan di atas pilar khouf dan roja’. Oleh sebab itu, Thalq bin Habib rahimahullah berkata, “Takwa adalah kamu melakukan ketaatan kepada Allah di atas cahaya dari Allah karena mengharapkan pahala dari Allah, dan kamu meninggalkan maksiat kepada Allah di atas cahaya dari Allah karena takut hukuman Allah.” (Disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Risalah Tabukiyah)Allah berfirman,وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَىٰ“Dan sesungguhnya Aku (Allah) benar-benar Maha Pengampun terhadap orang yang bertobat, beriman, dan beramal saleh kemudian mengikuti petunjuk.” (QS. Thaha: 82)Sebenar-benar takwaAllah berfirman,يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya, dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan sebagai muslim.” (QS. Ali ‘Imran: 102)Di dalam ayat yang mulia ini, Allah memerintahkan kepada segenap kaum beriman; yaitu orang-orang yang Allah berikan nikmat keimanan di dalam hatinya dan ketundukan beribadah kepada Allah dengan jiwa dan raganya. Sebuah perintah untuk bertakwa kepada Allah; yaitu mencakup sikap patuh dan tunduk menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Di dalam ayat ini, Allah juga melarang mereka dari meninggalkan agama dan keimanan yang telah mereka pegang selama ini.Ibnu Katsir rahimahullah menukil penafsiran dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ’anhu tentang maksud dari perintah bertakwa kepada Allah dengan sebenar-benar takwa. Ibnu Mas’ud radhiyallahu ’anhu berkata,أن يطاع فلا يعصى ، وأن يذكر فلا ينسى ، وأن يشكر فلا يكفر“Yaitu Allah ditaati, tidak didurhakai. Allah diingat dan tidak dilupakan. Allah disyukuri dan tidak boleh dikufuri.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir surah Ali ‘Imran ayat 102)Di dalam kalimat yang ringkas ini, Ibnu Mas’ud menjelaskan kepada kita beberapa simpul ketakwaan. Bahwa takwa kepada Allah itu dibangun di atas 3 landasan; ketaatan, zikir, dan syukur. Taat kepada Allah mencakup melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. Termasuk bentuk ketaatan adalah sabar dan tawakal kepada Allah. Zikir kepada Allah mencakup kalimat tauhid, kalimat tasbih, tahmid, takbir, dan membaca al-Qur’an. Adapun syukur kepada Allah meliputi keyakinan di dalam hati, ucapan dengan lisan berupa pujian kepada Allah dan menggunakan nikmat yang Allah berikan dalam kebaikan.Sahl bin Abdullah rahimahullah mengatakan, “Syukur adalah bersungguh-sungguh dalam mengerahkan ketaatan dengan disertai tindakan menjauhi maksiat dalam keadaan rahasia maupun terang-terangan.” (Lihat al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, 2: 105; karya al-Qurthubi)Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Adapun syukur, ia adalah menunaikan ketaatan kepada-Nya dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan berbagai hal yang dicintai-Nya baik yang bersifat lahir maupun batin.” (Lihat al-Fawa’id, hal. 193 penerbit ar-Rusyd)Syekh Sa’ad bin Nashir asy-Syatsri hafizhahullah menerangkan bahwa hakikat syukur adalah menunaikan hak atas nikmat yang Allah berikan. Syukur mencakup tiga aspek. Dengan hati, ia mengakui bahwa nikmat itu datang dari Allah. Dengan lisan, ia menceritakan nikmat yang Allah berikan dan menyandarkan nikmat itu kepada-Nya. Dan dengan anggota badan, ia gunakan nikmat itu dalam hal-hal yang mendatangkan keridhaan Allah. Dengan demikian, syukur mencakup segala bentuk amal ketaatan. (Lihat Syarh Mutun al-‘Aqidah, hal. 220)Baca juga: Bertakwalah Kepada Allah Menurut Kesanggupanmu***Penulis: Ari WahyudiArtikel Muslim.or.id

Hubungan antara Takwa dengan Akhlak Mulia

Daftar Isi ToggleHubungan antara takwa dengan akhlak yang muliaMemadukan antara khouf dan roja’Sebenar-benar takwaHubungan antara takwa dengan akhlak yang muliaDari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, beliau berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya mengenai sebab yang terbanyak membuat orang masuk ke dalam surga, beliau menjawab, “Takwa kepada Allah dan akhlak yang bagus.” (HR. Tirmidzi dan dinyatakan hasan oleh al-Albani)Para ulama menjelaskan bahwa di dalam hadis ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menggandengkan antara takwa dengan akhlak yang mulia; karena dengan takwa akan memperbaiki hubungan hamba dengan Allah, sedangkan dengan akhlak yang mulia akan memperbaiki hubungan hamba dengan sesama manusia. (Lihat keterangan Ibnul Qayyim rahimahullah yang dikutip oleh Syekh Abdurrazzaq al-Badr dalam Ahaditsul Akhlaq, hal. 7)Akhlak mulia menjadi sebab Allah mencintai seorang hamba. Dari Usamah bin Syarik radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hamba Allah yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling bagus akhlaknya.” (HR. Thabrani dalam al-Kabir dan al-Hakim dalam al-Mustadrak, disahihkan oleh al-Albani)Termasuk sebab untuk meraih cinta Allah adalah memberikan manfaat kepada umat manusia; dan ini pun termasuk bagian dari akhlak yang mulia. Dari Ibnu Umar radhiyallahu ’anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang paling dicintai Allah Ta’ala adalah yang paling bermanfaat bagi manusia…” (HR. Thabrani dalam al-Kabir dan Ibnu Asakir dalam Tarikh-nya, sanadnya dihasankan al-Albani)Dan di antara bentuk akhlak yang mulia adalah beristigfar dan bertobat kepada Allah. Karena itulah, Allah pun menyandingkan tauhid dengan istigfar. Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun telah mencontohkan,واللَّهِ إنِّي لَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وأَتُوبُ إلَيْهِ في اليَومِ أكْثَرَ مِن سَبْعِينَ مَرَّةً“Demi Allah, sesungguhnya aku beristigfar (memohon ampunan) kepada Allah dan bertobat kepada-Nya dalam sehari lebih banyak dari 70 kali.” (HR. Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu)Mak-hul meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa beliau berkata,ما رأيت أحدًا أكثر استغفارًا من رسول الله صلى الله عليه وسلم“Tidaklah aku melihat seseorang yang lebih banyak istigfarnya dibandingkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”Kemudian beliau (Mak-hul) mengatakan,ما رأيت أكثر استغفارًا من أبى هريرة“Tidaklah aku melihat ada orang yang lebih banyak beristigfar daripada Abu Hurairah.” (Riwayat ini dinukil oleh Ibnu Baththal dalam Syarh Shahih Bukhari)Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,طوبى لِمَن وجد في صحيفته استغفاراً كثيراً“Beruntunglah bagi orang yang mendapati di dalam lembaran catatan amalnya nanti ucapan istighfar yang banyak.” (HR. Ibnu Majah dari Abdullah bin Busr radhiyallahu ’anhu, dinyatakan sahih oleh al-Albani)Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di akhir-akhir hidupnya setelah sekian lama menjalani perjuangan dakwah dengan jiwa dan raganya pun diperintahkan oleh Allah untuk beristigfar kepada-Nya, sebagaimana disebutkan dalam surah an-Nashr. “Maka sucikanlah dengan memuji Rabbmu dan mohon ampunlah kepada-Nya..”Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Semua umatku pasti masuk surga kecuali yang enggan.” Para sahabat pun bertanya, “Siapakah orang yang enggan itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Barangsiapa taat kepadaku, maka dia masuk surga; dan barangsiapa yang durhaka kepadaku, maka dia lah orang yang enggan itu.” (HR. Bukhari)Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ’anhuma, beliau berkata,إِنْ كُنَّا لَنَعُدُّ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَجْلِسِ الْوَاحِدِ مِائَةَ مَرَّةٍ: رَبِّ اغْفِرْ لِي، وَتُبْ عَلَيَّ، إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيم“Sungguh dahulu kami sering menghitung kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam satu majelis beliau mengucapkan kalimat ‘Rabbighfirlii wa tub ‘alayya, innaka antat tawwaabur rahiim‘ (yang artinya), “Wahai Rabbku, ampunilah aku dan berikanlah tobat kepadaku, sesungguhnya Engkau Mahapenerima tobat lagi Mahapenyayang.” (HR. Abu Dawud, dinyatakan sahih oleh al-Albani)Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,يَا أَيُّهَا النَّاسُ تُوبُوا إلى اللهِ، فإنِّي أَتُوبُ في اليَومِ إلَيْهِ مِئَةَ مَرَّةٍ‘Wahai manusia, bertobatlah kepada Allah. Sesungguhnya aku bertobat kepada Allah dalam sehari sebanyak 100 kali.” (HR. Muslim dari al-Aghar al-Muzani radhiyallahu ’anhu)Memadukan antara khouf dan roja’Di antara perkara yang sangat kita butuhkan pada masa seperti sekarang ini adalah keberadaan akidah khouf dan roja’ di dalam hati. Para ulama menggambarkan bahwa seyogyanya seorang mukmin hidup di alam dunia ini seperti seekor burung dengan dua belah sayap dan kepalanya.Adapun kedua belah sayap itu ibarat dari khouf dan roja’. Khouf yaitu rasa takut kepada Allah, takut terhadap hukuman dan azab-Nya. Roja’ yaitu harapan kepada Allah dan pahala dari-Nya. Sementara yang menjadi kepalanya adalah mahabbah (rasa cinta); yaitu cinta kepada Allah dan apa-apa yang Allah cintai. Dengan ketiga unsur inilah seorang muslim membangun amal dan ketaatannya kepada Allah.Allah berfirman,نَبِّئْ عِبَادِي أَنِّي أَنَا الْغَفُورُ الرَّحِيمُ ، وَأَنَّ عَذَابِي هُوَ الْعَذَابُ الْأَلِيمُ“Beritakanlah kepada hamba-hamba-Ku bahwa Aku lah Yang Mahapengampun lagi Mahapenyayang, dan sesungguhnya adzab-Ku adalah adzab yang sangat pedih.” (QS. al-Hijr: 49-50)Syekh Muhammad bin Abdullah as-Subayyil rahimahullah (wafat 1434 H) mengatakan,ولذا ينبغي على المؤمن أن يعيش في هذه الدنيا كالطائر الذي له جناحان ورأس ، أما الجناحان : فالخوف والرجاء ، وأما الرأس فالمحبة“Oleh sebab itu, semestinya seorang mukmin hidup di alam dunia ini seperti seekor burung yang memiliki dua belah sayap dan sebuah kepala. Adapun kedua sayap itu adalah takut dan harapan, sedangkan yang menjadi kepalanya adalah kecintaan.” (Lihat Fatawa al-‘Aqidah dalam website resmi beliau. Link artikel: https://alsubail.af.org.sa/ar/node/210)Di antara buah dan manfaat dari khouf adalah segera bertobat kepada Allah dari dosa dan maksiat kemudian berusaha menjauhi perbuatan dosa. Sementara buah dari roja’ adalah tidak berputus asa dari rahmat Allah. Adapun kecintaan merupakan penggerak utama dalam melakukan berbagai amal kebaikan. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat, bahwa hati-hati manusia itu tercipta dalam keadaan mencintai Dzat Yang berbuat baik kepadanya.Takwa kepada Allah juga ditegakkan di atas pilar khouf dan roja’. Oleh sebab itu, Thalq bin Habib rahimahullah berkata, “Takwa adalah kamu melakukan ketaatan kepada Allah di atas cahaya dari Allah karena mengharapkan pahala dari Allah, dan kamu meninggalkan maksiat kepada Allah di atas cahaya dari Allah karena takut hukuman Allah.” (Disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Risalah Tabukiyah)Allah berfirman,وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَىٰ“Dan sesungguhnya Aku (Allah) benar-benar Maha Pengampun terhadap orang yang bertobat, beriman, dan beramal saleh kemudian mengikuti petunjuk.” (QS. Thaha: 82)Sebenar-benar takwaAllah berfirman,يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya, dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan sebagai muslim.” (QS. Ali ‘Imran: 102)Di dalam ayat yang mulia ini, Allah memerintahkan kepada segenap kaum beriman; yaitu orang-orang yang Allah berikan nikmat keimanan di dalam hatinya dan ketundukan beribadah kepada Allah dengan jiwa dan raganya. Sebuah perintah untuk bertakwa kepada Allah; yaitu mencakup sikap patuh dan tunduk menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Di dalam ayat ini, Allah juga melarang mereka dari meninggalkan agama dan keimanan yang telah mereka pegang selama ini.Ibnu Katsir rahimahullah menukil penafsiran dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ’anhu tentang maksud dari perintah bertakwa kepada Allah dengan sebenar-benar takwa. Ibnu Mas’ud radhiyallahu ’anhu berkata,أن يطاع فلا يعصى ، وأن يذكر فلا ينسى ، وأن يشكر فلا يكفر“Yaitu Allah ditaati, tidak didurhakai. Allah diingat dan tidak dilupakan. Allah disyukuri dan tidak boleh dikufuri.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir surah Ali ‘Imran ayat 102)Di dalam kalimat yang ringkas ini, Ibnu Mas’ud menjelaskan kepada kita beberapa simpul ketakwaan. Bahwa takwa kepada Allah itu dibangun di atas 3 landasan; ketaatan, zikir, dan syukur. Taat kepada Allah mencakup melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. Termasuk bentuk ketaatan adalah sabar dan tawakal kepada Allah. Zikir kepada Allah mencakup kalimat tauhid, kalimat tasbih, tahmid, takbir, dan membaca al-Qur’an. Adapun syukur kepada Allah meliputi keyakinan di dalam hati, ucapan dengan lisan berupa pujian kepada Allah dan menggunakan nikmat yang Allah berikan dalam kebaikan.Sahl bin Abdullah rahimahullah mengatakan, “Syukur adalah bersungguh-sungguh dalam mengerahkan ketaatan dengan disertai tindakan menjauhi maksiat dalam keadaan rahasia maupun terang-terangan.” (Lihat al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, 2: 105; karya al-Qurthubi)Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Adapun syukur, ia adalah menunaikan ketaatan kepada-Nya dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan berbagai hal yang dicintai-Nya baik yang bersifat lahir maupun batin.” (Lihat al-Fawa’id, hal. 193 penerbit ar-Rusyd)Syekh Sa’ad bin Nashir asy-Syatsri hafizhahullah menerangkan bahwa hakikat syukur adalah menunaikan hak atas nikmat yang Allah berikan. Syukur mencakup tiga aspek. Dengan hati, ia mengakui bahwa nikmat itu datang dari Allah. Dengan lisan, ia menceritakan nikmat yang Allah berikan dan menyandarkan nikmat itu kepada-Nya. Dan dengan anggota badan, ia gunakan nikmat itu dalam hal-hal yang mendatangkan keridhaan Allah. Dengan demikian, syukur mencakup segala bentuk amal ketaatan. (Lihat Syarh Mutun al-‘Aqidah, hal. 220)Baca juga: Bertakwalah Kepada Allah Menurut Kesanggupanmu***Penulis: Ari WahyudiArtikel Muslim.or.id
Daftar Isi ToggleHubungan antara takwa dengan akhlak yang muliaMemadukan antara khouf dan roja’Sebenar-benar takwaHubungan antara takwa dengan akhlak yang muliaDari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, beliau berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya mengenai sebab yang terbanyak membuat orang masuk ke dalam surga, beliau menjawab, “Takwa kepada Allah dan akhlak yang bagus.” (HR. Tirmidzi dan dinyatakan hasan oleh al-Albani)Para ulama menjelaskan bahwa di dalam hadis ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menggandengkan antara takwa dengan akhlak yang mulia; karena dengan takwa akan memperbaiki hubungan hamba dengan Allah, sedangkan dengan akhlak yang mulia akan memperbaiki hubungan hamba dengan sesama manusia. (Lihat keterangan Ibnul Qayyim rahimahullah yang dikutip oleh Syekh Abdurrazzaq al-Badr dalam Ahaditsul Akhlaq, hal. 7)Akhlak mulia menjadi sebab Allah mencintai seorang hamba. Dari Usamah bin Syarik radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hamba Allah yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling bagus akhlaknya.” (HR. Thabrani dalam al-Kabir dan al-Hakim dalam al-Mustadrak, disahihkan oleh al-Albani)Termasuk sebab untuk meraih cinta Allah adalah memberikan manfaat kepada umat manusia; dan ini pun termasuk bagian dari akhlak yang mulia. Dari Ibnu Umar radhiyallahu ’anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang paling dicintai Allah Ta’ala adalah yang paling bermanfaat bagi manusia…” (HR. Thabrani dalam al-Kabir dan Ibnu Asakir dalam Tarikh-nya, sanadnya dihasankan al-Albani)Dan di antara bentuk akhlak yang mulia adalah beristigfar dan bertobat kepada Allah. Karena itulah, Allah pun menyandingkan tauhid dengan istigfar. Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun telah mencontohkan,واللَّهِ إنِّي لَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وأَتُوبُ إلَيْهِ في اليَومِ أكْثَرَ مِن سَبْعِينَ مَرَّةً“Demi Allah, sesungguhnya aku beristigfar (memohon ampunan) kepada Allah dan bertobat kepada-Nya dalam sehari lebih banyak dari 70 kali.” (HR. Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu)Mak-hul meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa beliau berkata,ما رأيت أحدًا أكثر استغفارًا من رسول الله صلى الله عليه وسلم“Tidaklah aku melihat seseorang yang lebih banyak istigfarnya dibandingkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”Kemudian beliau (Mak-hul) mengatakan,ما رأيت أكثر استغفارًا من أبى هريرة“Tidaklah aku melihat ada orang yang lebih banyak beristigfar daripada Abu Hurairah.” (Riwayat ini dinukil oleh Ibnu Baththal dalam Syarh Shahih Bukhari)Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,طوبى لِمَن وجد في صحيفته استغفاراً كثيراً“Beruntunglah bagi orang yang mendapati di dalam lembaran catatan amalnya nanti ucapan istighfar yang banyak.” (HR. Ibnu Majah dari Abdullah bin Busr radhiyallahu ’anhu, dinyatakan sahih oleh al-Albani)Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di akhir-akhir hidupnya setelah sekian lama menjalani perjuangan dakwah dengan jiwa dan raganya pun diperintahkan oleh Allah untuk beristigfar kepada-Nya, sebagaimana disebutkan dalam surah an-Nashr. “Maka sucikanlah dengan memuji Rabbmu dan mohon ampunlah kepada-Nya..”Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Semua umatku pasti masuk surga kecuali yang enggan.” Para sahabat pun bertanya, “Siapakah orang yang enggan itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Barangsiapa taat kepadaku, maka dia masuk surga; dan barangsiapa yang durhaka kepadaku, maka dia lah orang yang enggan itu.” (HR. Bukhari)Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ’anhuma, beliau berkata,إِنْ كُنَّا لَنَعُدُّ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَجْلِسِ الْوَاحِدِ مِائَةَ مَرَّةٍ: رَبِّ اغْفِرْ لِي، وَتُبْ عَلَيَّ، إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيم“Sungguh dahulu kami sering menghitung kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam satu majelis beliau mengucapkan kalimat ‘Rabbighfirlii wa tub ‘alayya, innaka antat tawwaabur rahiim‘ (yang artinya), “Wahai Rabbku, ampunilah aku dan berikanlah tobat kepadaku, sesungguhnya Engkau Mahapenerima tobat lagi Mahapenyayang.” (HR. Abu Dawud, dinyatakan sahih oleh al-Albani)Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,يَا أَيُّهَا النَّاسُ تُوبُوا إلى اللهِ، فإنِّي أَتُوبُ في اليَومِ إلَيْهِ مِئَةَ مَرَّةٍ‘Wahai manusia, bertobatlah kepada Allah. Sesungguhnya aku bertobat kepada Allah dalam sehari sebanyak 100 kali.” (HR. Muslim dari al-Aghar al-Muzani radhiyallahu ’anhu)Memadukan antara khouf dan roja’Di antara perkara yang sangat kita butuhkan pada masa seperti sekarang ini adalah keberadaan akidah khouf dan roja’ di dalam hati. Para ulama menggambarkan bahwa seyogyanya seorang mukmin hidup di alam dunia ini seperti seekor burung dengan dua belah sayap dan kepalanya.Adapun kedua belah sayap itu ibarat dari khouf dan roja’. Khouf yaitu rasa takut kepada Allah, takut terhadap hukuman dan azab-Nya. Roja’ yaitu harapan kepada Allah dan pahala dari-Nya. Sementara yang menjadi kepalanya adalah mahabbah (rasa cinta); yaitu cinta kepada Allah dan apa-apa yang Allah cintai. Dengan ketiga unsur inilah seorang muslim membangun amal dan ketaatannya kepada Allah.Allah berfirman,نَبِّئْ عِبَادِي أَنِّي أَنَا الْغَفُورُ الرَّحِيمُ ، وَأَنَّ عَذَابِي هُوَ الْعَذَابُ الْأَلِيمُ“Beritakanlah kepada hamba-hamba-Ku bahwa Aku lah Yang Mahapengampun lagi Mahapenyayang, dan sesungguhnya adzab-Ku adalah adzab yang sangat pedih.” (QS. al-Hijr: 49-50)Syekh Muhammad bin Abdullah as-Subayyil rahimahullah (wafat 1434 H) mengatakan,ولذا ينبغي على المؤمن أن يعيش في هذه الدنيا كالطائر الذي له جناحان ورأس ، أما الجناحان : فالخوف والرجاء ، وأما الرأس فالمحبة“Oleh sebab itu, semestinya seorang mukmin hidup di alam dunia ini seperti seekor burung yang memiliki dua belah sayap dan sebuah kepala. Adapun kedua sayap itu adalah takut dan harapan, sedangkan yang menjadi kepalanya adalah kecintaan.” (Lihat Fatawa al-‘Aqidah dalam website resmi beliau. Link artikel: https://alsubail.af.org.sa/ar/node/210)Di antara buah dan manfaat dari khouf adalah segera bertobat kepada Allah dari dosa dan maksiat kemudian berusaha menjauhi perbuatan dosa. Sementara buah dari roja’ adalah tidak berputus asa dari rahmat Allah. Adapun kecintaan merupakan penggerak utama dalam melakukan berbagai amal kebaikan. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat, bahwa hati-hati manusia itu tercipta dalam keadaan mencintai Dzat Yang berbuat baik kepadanya.Takwa kepada Allah juga ditegakkan di atas pilar khouf dan roja’. Oleh sebab itu, Thalq bin Habib rahimahullah berkata, “Takwa adalah kamu melakukan ketaatan kepada Allah di atas cahaya dari Allah karena mengharapkan pahala dari Allah, dan kamu meninggalkan maksiat kepada Allah di atas cahaya dari Allah karena takut hukuman Allah.” (Disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Risalah Tabukiyah)Allah berfirman,وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَىٰ“Dan sesungguhnya Aku (Allah) benar-benar Maha Pengampun terhadap orang yang bertobat, beriman, dan beramal saleh kemudian mengikuti petunjuk.” (QS. Thaha: 82)Sebenar-benar takwaAllah berfirman,يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya, dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan sebagai muslim.” (QS. Ali ‘Imran: 102)Di dalam ayat yang mulia ini, Allah memerintahkan kepada segenap kaum beriman; yaitu orang-orang yang Allah berikan nikmat keimanan di dalam hatinya dan ketundukan beribadah kepada Allah dengan jiwa dan raganya. Sebuah perintah untuk bertakwa kepada Allah; yaitu mencakup sikap patuh dan tunduk menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Di dalam ayat ini, Allah juga melarang mereka dari meninggalkan agama dan keimanan yang telah mereka pegang selama ini.Ibnu Katsir rahimahullah menukil penafsiran dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ’anhu tentang maksud dari perintah bertakwa kepada Allah dengan sebenar-benar takwa. Ibnu Mas’ud radhiyallahu ’anhu berkata,أن يطاع فلا يعصى ، وأن يذكر فلا ينسى ، وأن يشكر فلا يكفر“Yaitu Allah ditaati, tidak didurhakai. Allah diingat dan tidak dilupakan. Allah disyukuri dan tidak boleh dikufuri.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir surah Ali ‘Imran ayat 102)Di dalam kalimat yang ringkas ini, Ibnu Mas’ud menjelaskan kepada kita beberapa simpul ketakwaan. Bahwa takwa kepada Allah itu dibangun di atas 3 landasan; ketaatan, zikir, dan syukur. Taat kepada Allah mencakup melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. Termasuk bentuk ketaatan adalah sabar dan tawakal kepada Allah. Zikir kepada Allah mencakup kalimat tauhid, kalimat tasbih, tahmid, takbir, dan membaca al-Qur’an. Adapun syukur kepada Allah meliputi keyakinan di dalam hati, ucapan dengan lisan berupa pujian kepada Allah dan menggunakan nikmat yang Allah berikan dalam kebaikan.Sahl bin Abdullah rahimahullah mengatakan, “Syukur adalah bersungguh-sungguh dalam mengerahkan ketaatan dengan disertai tindakan menjauhi maksiat dalam keadaan rahasia maupun terang-terangan.” (Lihat al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, 2: 105; karya al-Qurthubi)Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Adapun syukur, ia adalah menunaikan ketaatan kepada-Nya dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan berbagai hal yang dicintai-Nya baik yang bersifat lahir maupun batin.” (Lihat al-Fawa’id, hal. 193 penerbit ar-Rusyd)Syekh Sa’ad bin Nashir asy-Syatsri hafizhahullah menerangkan bahwa hakikat syukur adalah menunaikan hak atas nikmat yang Allah berikan. Syukur mencakup tiga aspek. Dengan hati, ia mengakui bahwa nikmat itu datang dari Allah. Dengan lisan, ia menceritakan nikmat yang Allah berikan dan menyandarkan nikmat itu kepada-Nya. Dan dengan anggota badan, ia gunakan nikmat itu dalam hal-hal yang mendatangkan keridhaan Allah. Dengan demikian, syukur mencakup segala bentuk amal ketaatan. (Lihat Syarh Mutun al-‘Aqidah, hal. 220)Baca juga: Bertakwalah Kepada Allah Menurut Kesanggupanmu***Penulis: Ari WahyudiArtikel Muslim.or.id


Daftar Isi ToggleHubungan antara takwa dengan akhlak yang muliaMemadukan antara khouf dan roja’Sebenar-benar takwaHubungan antara takwa dengan akhlak yang muliaDari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, beliau berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya mengenai sebab yang terbanyak membuat orang masuk ke dalam surga, beliau menjawab, “Takwa kepada Allah dan akhlak yang bagus.” (HR. Tirmidzi dan dinyatakan hasan oleh al-Albani)Para ulama menjelaskan bahwa di dalam hadis ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menggandengkan antara takwa dengan akhlak yang mulia; karena dengan takwa akan memperbaiki hubungan hamba dengan Allah, sedangkan dengan akhlak yang mulia akan memperbaiki hubungan hamba dengan sesama manusia. (Lihat keterangan Ibnul Qayyim rahimahullah yang dikutip oleh Syekh Abdurrazzaq al-Badr dalam Ahaditsul Akhlaq, hal. 7)Akhlak mulia menjadi sebab Allah mencintai seorang hamba. Dari Usamah bin Syarik radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hamba Allah yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling bagus akhlaknya.” (HR. Thabrani dalam al-Kabir dan al-Hakim dalam al-Mustadrak, disahihkan oleh al-Albani)Termasuk sebab untuk meraih cinta Allah adalah memberikan manfaat kepada umat manusia; dan ini pun termasuk bagian dari akhlak yang mulia. Dari Ibnu Umar radhiyallahu ’anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang paling dicintai Allah Ta’ala adalah yang paling bermanfaat bagi manusia…” (HR. Thabrani dalam al-Kabir dan Ibnu Asakir dalam Tarikh-nya, sanadnya dihasankan al-Albani)Dan di antara bentuk akhlak yang mulia adalah beristigfar dan bertobat kepada Allah. Karena itulah, Allah pun menyandingkan tauhid dengan istigfar. Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun telah mencontohkan,واللَّهِ إنِّي لَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وأَتُوبُ إلَيْهِ في اليَومِ أكْثَرَ مِن سَبْعِينَ مَرَّةً“Demi Allah, sesungguhnya aku beristigfar (memohon ampunan) kepada Allah dan bertobat kepada-Nya dalam sehari lebih banyak dari 70 kali.” (HR. Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu)Mak-hul meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa beliau berkata,ما رأيت أحدًا أكثر استغفارًا من رسول الله صلى الله عليه وسلم“Tidaklah aku melihat seseorang yang lebih banyak istigfarnya dibandingkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”Kemudian beliau (Mak-hul) mengatakan,ما رأيت أكثر استغفارًا من أبى هريرة“Tidaklah aku melihat ada orang yang lebih banyak beristigfar daripada Abu Hurairah.” (Riwayat ini dinukil oleh Ibnu Baththal dalam Syarh Shahih Bukhari)Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,طوبى لِمَن وجد في صحيفته استغفاراً كثيراً“Beruntunglah bagi orang yang mendapati di dalam lembaran catatan amalnya nanti ucapan istighfar yang banyak.” (HR. Ibnu Majah dari Abdullah bin Busr radhiyallahu ’anhu, dinyatakan sahih oleh al-Albani)Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di akhir-akhir hidupnya setelah sekian lama menjalani perjuangan dakwah dengan jiwa dan raganya pun diperintahkan oleh Allah untuk beristigfar kepada-Nya, sebagaimana disebutkan dalam surah an-Nashr. “Maka sucikanlah dengan memuji Rabbmu dan mohon ampunlah kepada-Nya..”Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Semua umatku pasti masuk surga kecuali yang enggan.” Para sahabat pun bertanya, “Siapakah orang yang enggan itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Barangsiapa taat kepadaku, maka dia masuk surga; dan barangsiapa yang durhaka kepadaku, maka dia lah orang yang enggan itu.” (HR. Bukhari)Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ’anhuma, beliau berkata,إِنْ كُنَّا لَنَعُدُّ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَجْلِسِ الْوَاحِدِ مِائَةَ مَرَّةٍ: رَبِّ اغْفِرْ لِي، وَتُبْ عَلَيَّ، إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيم“Sungguh dahulu kami sering menghitung kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam satu majelis beliau mengucapkan kalimat ‘Rabbighfirlii wa tub ‘alayya, innaka antat tawwaabur rahiim‘ (yang artinya), “Wahai Rabbku, ampunilah aku dan berikanlah tobat kepadaku, sesungguhnya Engkau Mahapenerima tobat lagi Mahapenyayang.” (HR. Abu Dawud, dinyatakan sahih oleh al-Albani)Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,يَا أَيُّهَا النَّاسُ تُوبُوا إلى اللهِ، فإنِّي أَتُوبُ في اليَومِ إلَيْهِ مِئَةَ مَرَّةٍ‘Wahai manusia, bertobatlah kepada Allah. Sesungguhnya aku bertobat kepada Allah dalam sehari sebanyak 100 kali.” (HR. Muslim dari al-Aghar al-Muzani radhiyallahu ’anhu)Memadukan antara khouf dan roja’Di antara perkara yang sangat kita butuhkan pada masa seperti sekarang ini adalah keberadaan akidah khouf dan roja’ di dalam hati. Para ulama menggambarkan bahwa seyogyanya seorang mukmin hidup di alam dunia ini seperti seekor burung dengan dua belah sayap dan kepalanya.Adapun kedua belah sayap itu ibarat dari khouf dan roja’. Khouf yaitu rasa takut kepada Allah, takut terhadap hukuman dan azab-Nya. Roja’ yaitu harapan kepada Allah dan pahala dari-Nya. Sementara yang menjadi kepalanya adalah mahabbah (rasa cinta); yaitu cinta kepada Allah dan apa-apa yang Allah cintai. Dengan ketiga unsur inilah seorang muslim membangun amal dan ketaatannya kepada Allah.Allah berfirman,نَبِّئْ عِبَادِي أَنِّي أَنَا الْغَفُورُ الرَّحِيمُ ، وَأَنَّ عَذَابِي هُوَ الْعَذَابُ الْأَلِيمُ“Beritakanlah kepada hamba-hamba-Ku bahwa Aku lah Yang Mahapengampun lagi Mahapenyayang, dan sesungguhnya adzab-Ku adalah adzab yang sangat pedih.” (QS. al-Hijr: 49-50)Syekh Muhammad bin Abdullah as-Subayyil rahimahullah (wafat 1434 H) mengatakan,ولذا ينبغي على المؤمن أن يعيش في هذه الدنيا كالطائر الذي له جناحان ورأس ، أما الجناحان : فالخوف والرجاء ، وأما الرأس فالمحبة“Oleh sebab itu, semestinya seorang mukmin hidup di alam dunia ini seperti seekor burung yang memiliki dua belah sayap dan sebuah kepala. Adapun kedua sayap itu adalah takut dan harapan, sedangkan yang menjadi kepalanya adalah kecintaan.” (Lihat Fatawa al-‘Aqidah dalam website resmi beliau. Link artikel: https://alsubail.af.org.sa/ar/node/210)Di antara buah dan manfaat dari khouf adalah segera bertobat kepada Allah dari dosa dan maksiat kemudian berusaha menjauhi perbuatan dosa. Sementara buah dari roja’ adalah tidak berputus asa dari rahmat Allah. Adapun kecintaan merupakan penggerak utama dalam melakukan berbagai amal kebaikan. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat, bahwa hati-hati manusia itu tercipta dalam keadaan mencintai Dzat Yang berbuat baik kepadanya.Takwa kepada Allah juga ditegakkan di atas pilar khouf dan roja’. Oleh sebab itu, Thalq bin Habib rahimahullah berkata, “Takwa adalah kamu melakukan ketaatan kepada Allah di atas cahaya dari Allah karena mengharapkan pahala dari Allah, dan kamu meninggalkan maksiat kepada Allah di atas cahaya dari Allah karena takut hukuman Allah.” (Disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Risalah Tabukiyah)Allah berfirman,وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَىٰ“Dan sesungguhnya Aku (Allah) benar-benar Maha Pengampun terhadap orang yang bertobat, beriman, dan beramal saleh kemudian mengikuti petunjuk.” (QS. Thaha: 82)Sebenar-benar takwaAllah berfirman,يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya, dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan sebagai muslim.” (QS. Ali ‘Imran: 102)Di dalam ayat yang mulia ini, Allah memerintahkan kepada segenap kaum beriman; yaitu orang-orang yang Allah berikan nikmat keimanan di dalam hatinya dan ketundukan beribadah kepada Allah dengan jiwa dan raganya. Sebuah perintah untuk bertakwa kepada Allah; yaitu mencakup sikap patuh dan tunduk menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Di dalam ayat ini, Allah juga melarang mereka dari meninggalkan agama dan keimanan yang telah mereka pegang selama ini.Ibnu Katsir rahimahullah menukil penafsiran dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ’anhu tentang maksud dari perintah bertakwa kepada Allah dengan sebenar-benar takwa. Ibnu Mas’ud radhiyallahu ’anhu berkata,أن يطاع فلا يعصى ، وأن يذكر فلا ينسى ، وأن يشكر فلا يكفر“Yaitu Allah ditaati, tidak didurhakai. Allah diingat dan tidak dilupakan. Allah disyukuri dan tidak boleh dikufuri.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir surah Ali ‘Imran ayat 102)Di dalam kalimat yang ringkas ini, Ibnu Mas’ud menjelaskan kepada kita beberapa simpul ketakwaan. Bahwa takwa kepada Allah itu dibangun di atas 3 landasan; ketaatan, zikir, dan syukur. Taat kepada Allah mencakup melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. Termasuk bentuk ketaatan adalah sabar dan tawakal kepada Allah. Zikir kepada Allah mencakup kalimat tauhid, kalimat tasbih, tahmid, takbir, dan membaca al-Qur’an. Adapun syukur kepada Allah meliputi keyakinan di dalam hati, ucapan dengan lisan berupa pujian kepada Allah dan menggunakan nikmat yang Allah berikan dalam kebaikan.Sahl bin Abdullah rahimahullah mengatakan, “Syukur adalah bersungguh-sungguh dalam mengerahkan ketaatan dengan disertai tindakan menjauhi maksiat dalam keadaan rahasia maupun terang-terangan.” (Lihat al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, 2: 105; karya al-Qurthubi)Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Adapun syukur, ia adalah menunaikan ketaatan kepada-Nya dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan berbagai hal yang dicintai-Nya baik yang bersifat lahir maupun batin.” (Lihat al-Fawa’id, hal. 193 penerbit ar-Rusyd)Syekh Sa’ad bin Nashir asy-Syatsri hafizhahullah menerangkan bahwa hakikat syukur adalah menunaikan hak atas nikmat yang Allah berikan. Syukur mencakup tiga aspek. Dengan hati, ia mengakui bahwa nikmat itu datang dari Allah. Dengan lisan, ia menceritakan nikmat yang Allah berikan dan menyandarkan nikmat itu kepada-Nya. Dan dengan anggota badan, ia gunakan nikmat itu dalam hal-hal yang mendatangkan keridhaan Allah. Dengan demikian, syukur mencakup segala bentuk amal ketaatan. (Lihat Syarh Mutun al-‘Aqidah, hal. 220)Baca juga: Bertakwalah Kepada Allah Menurut Kesanggupanmu***Penulis: Ari WahyudiArtikel Muslim.or.id

Mengenal Bagaimana Rasulullah Duduk dan Bersandar

Daftar Isi ToggleDuduknya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamBersandarnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamBersandar ketika dudukBersandar ketika berdiriPenutupDuduk dan bersandar merupakan salah satu aktivitas yang pasti dilakukan oleh manusia. Setiap orang juga tentunya memiliki kebiasaan masing-masing untuk duduk dan bersandar. Hal tersebut juga berlaku pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau memiliki cara duduk dan bersandar juga. Lalu bagaimana Rasulullah duduk dan bersandar?Sebagai seorang muslim, tentunya kita sangat mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Salah satu bukti cinta kita tentunya dengan berusaha mengenali beliau, juga meniru dan meneladani beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pada artikel ini, akan kita bahas mengenai cara duduk Rasulullah dan juga cara beliau bersandar.Duduknya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamDuduk merupakan hal yang tentunya biasa dilakukan oleh manusia pada umumnya, Rasulullah pun tentu melakukannya. Salah satu posisi duduk yang dilakukan oleh Nabi adalah duduk qurfusha’. Hal tersebut sebagaimana dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Qailah binti Makhramah, ia berkata,عن قَيْلَةَ بنتِ مَخْرَمَةَ أنها رَأَتْ رسولَ اللهِ – صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّم في المسجدِ، وهو قاعدٌ القُرْفُصاءَ، قالت فلما رأيتُ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّم المُتَخَشِّعَ في الجِلْسَة أُرْعِدْتُ من الفَرَقِ“Sesungguhnya aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di masjid, beliau sedang duduk dengan duduk qurfusha’.” Ia berkata, “Ketika aku melihat Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dalam keadaan penuh kekhusyukan saat duduk itu, aku gemetar karena kewibawaan beliau.” (HR. Abu Daud)Lalu apa itu duduk qurfusha’? Syekh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Badr hafizahullah menjelaskan bahwa duduk qurfusha’ itu bisa diartikan menjadi dua, yaitu:Pertama, duduk dengan merapatkan paha dan menempelkannya pada perut dan memeluk kedua lutut dengan kedua tangannya.Gambar1. Duduk Qurfusha’ Pada Arti PertamaKedua, duduk dengan bersandar pada kedua lututnya seperti duduk tasyahud, lalu menempelkan perutnya pada kedua pahanya, dan meletakkan kedua tangannya di bawah ketiak.Gambar 2. Duduk Qurfusha’ Pada Arti KeduaTerdapat hadis lain yang menunjukkan bagaimana Rasulullah duduk ketika beliau berada di dalam masjid. Dari Abu Said Al-Khudri radhiyallahu ’anhu, beliau berkata,كان رسولُ اللهِ إذا جلس في المسجدِ احتبَى بيديْهِ“Apabila Rasulullah duduk di masjid, beliau duduk ihtibā’ dengan kedua tangannya.” (HR. Tirmidzi)Hadis di atas menunjukkan bahwa Rasulullah duduk dengan duduk ihtiba’. Duduk ihtiba’ adalah seseorang duduk di atas pantatnya, lalu menekukkan perut dan kedua kakinya ke arah pahanya, sambil memegang kedua betisnya dengan tangannya dari depan.Gambar 3. Duduk Ihtiba’Selain duduk, beliau juga terkadang istirahat sambil berbaring ketika di masjid. Hal tersebut sebagaimana dalam sebuah hadis yang diriwayatan oleh Sufyan bin Uyainah,حدثنا سفيان بن عيينة عن الزهري عن عباد بن تميم عن عمه أنه رأى النبي صلى الله عليه وسلم مستلقيا في المسجد واضعا إحدى رجليه على الأخرى“Sufyān bin ‘Uyainah meriwayatkan dari az-Zuhrī, dari ‘Abbād bin Tamīm, dari pamannya, bahwa ia melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbaring di masjid dengan meletakkan salah satu kakinya di atas kaki yang lain.” (HR. Bukhari)Perbuatan Rasulullah yang ditunjukkan oleh hadis tersebut merupakan suatu hal yang terkadang dilakukan orang-orang pada umumnya ketika beristirahat. Hal ini diperbolehkan jika dilakukan kadang-kadang ketika beristirahat atau semisalnya. Akan tetapi, perlu diperhatikan atau dipastikan agar aurat tidak tersingkap ketika berbaring dalam keadaan seperti ini. Hal tersebut karena ada sebuah hadis yang diriwayatkan dalam Shahih Muslim, dari Jabir radhiyallahu ’anhu bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,نَهَى عَنْ اشْتِمَالِ الصَّمَّاءِ، وَأَنْ يَرْفَعَ الرَّجُلُ إِحْدَى رِجْلَيْهِ عَلَى الْأُخْرَى وَهُوَ مُسْتَلْقٍ عَلَى ظَهْرِهِ“Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang isytimal aṣ-sammaa’ (cara berpakaian tertentu yang membungkus tubuh dengan kain tanpa celah tangan), dan (melarang) seorang laki-laki mengangkat salah satu kakinya di atas kaki yang lain sementara ia berbaring telentang di atas punggungnya.” (HR. Muslim)Dua hadis di atas sekilas tentunya terlihat bertentangan, di mana satu hadis menyebutkan beliau melakukan dan hadis lain menyebutkan beliau melarangnya. Syekh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Badr hafizahullah menjelaskan kompromi kedua hadis tersebut. Beliau berkata,يحمل حديثُ النهي فيما إذا كان الإنسانُ لا يأْمَنُ أن تنكشف عورته كالمؤتزر، أمَّا إِن أَمِنَ ذلك كالمتسرول فلا حرج عليه“Hadis yang melarang berlaku ketika seseorang itu memungkinkan untuk terlihatnya auratnya, seperti orang yang menggunakan sarung. Adapun jika aman dari tersingkapnya aurat, seperti orang yang menggunakan sirwal, maka tidak mengapa.”Bersandarnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamRasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga merupkan seorang manusia yang tentunya memiliki rasa lelah sehingga perlu bersandar. Beliau terkadang bersandar ketika duduk yang biasanya merupakan sebuah kebiasaan dan juga bersandar ketika berdiri yang biasanya karena beliau lelah atau sedang sakit atau lemah.Bersandar ketika dudukKetika duduk, beliau shallallahu ’alaihi wa sallam biasanya bersandar. Hal tersebut sebagaimana dalam sebuah hadis, beliau bersabda,أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ؟ ثَلَاثًا. قَالُوا: بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: الإِشْرَاكُ بِاللَّهِ، وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ. وَجَلَسَ وَكَانَ مُتَّكِئًا فَقَالَ: أَلَا وَقَوْلُ الزُّورِ. قَالَ: فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا حَتَّى قُلْنَا: لَيْتَهُ سَكَت“Maukah kalian aku beritahukan dosa-dosa yang paling besar?” (Beliau mengulanginya tiga kali) Para sahabat menjawab, “Tentu, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Berbuat syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua.” Saat itu beliau sedang bersandar, lalu duduk tegak dan berkata, “Ketahuilah, perkataan dusta.” Beliau terus-menerus mengulanginya, hingga kami berkata, “Semoga beliau diam.” (HR. Bukhari)Hadis tersebut menunjukkan bahwa beliau duduk dalam keadaan bersandar. Lalu bagaimana cara beliau bersandar? Dalam sebuah hadis lain yang diriwayatkan oleh Jabir bin Samuroh, ia berkata,رأَيتُ رسولَ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ علَيهِ وسلَّمَ متَّكئًا علَى وسادةٍ علَى يسارِه“Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang bersandar pada sebuah bantal di sisi kirinya.” (HR. Tirmidzi)Hadis di atas menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terkadang bersandar pada sebuah bantal. Pada hadis di atas, disebutkan bahwa beliau bersandar pada bagian kiri tubuh beliau, tapi beliau juga terkadang bersandar pada bagian kanan tubuh beliau. Posisi duduk seperti ini memang terkadang dibutuhkan oleh manusia karena bisa mengistirahatkan badan.Walaupun beliau duduk dengan cara bersandar, beliau tidak melakukan hal tersebut ketika makan. Hal tersebut sebagaimana dalam sebuah hadis, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,لا آكلُ وأنا مُتَّكئٌ“Aku tidak makan dalam keadaan bersandar.” (HR. Tirmidzi)Bersandar ketika berdiriBeliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga terkadang bersandar ketika berdiri atau berjalan ketika sedang sakit. Hal tersebut sebagaimana dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik radhiyallahu ’anhu, beliau berkata,أنَّ النَّبيَّ كان شاكيًا خرج وهو يتَّكِئُ على أسامةَ بنِ زيدٍ عليه ثوبٌ قطَريٌّ قد توشَّح به  فصلَّى بهم“Sesungguhnya ketika sedang sakit, Nabi keluar dengan bersandar pada Usāmah bin Zaid. Ketika itu, beliau mengenakan kain qathri yang diselendangkan, lalu beliau pun mengimami mereka salat.” (HR. Tirmidzi)Kondisi beliau pada hadis di atas adalah ketika sakit beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum wafat. Ketika itu, beliau sudah lemah sehingga butuh bantuan berdiri sehingga bersandar pada Usamah bin Zaid radhiyallahu ’anhu.PenutupDemikianlah beberapa hadis yang menunjukkan bagaimana Rasulullah duduk dan bersandar. Semoga dengan mengenal Rasulullah dari sisi kebiasaan dan kehidupan beliau, hal itu bisa membuat kita lebih mengenal dan mencintai beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.Baca juga: Mengenal Sifat Tawaduk Rasulullah***Penulis: Firdian IkhwansyahArtikel Muslim.or.id Referensi:Syarah Syamail Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, karya Syekh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Badr.

Mengenal Bagaimana Rasulullah Duduk dan Bersandar

Daftar Isi ToggleDuduknya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamBersandarnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamBersandar ketika dudukBersandar ketika berdiriPenutupDuduk dan bersandar merupakan salah satu aktivitas yang pasti dilakukan oleh manusia. Setiap orang juga tentunya memiliki kebiasaan masing-masing untuk duduk dan bersandar. Hal tersebut juga berlaku pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau memiliki cara duduk dan bersandar juga. Lalu bagaimana Rasulullah duduk dan bersandar?Sebagai seorang muslim, tentunya kita sangat mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Salah satu bukti cinta kita tentunya dengan berusaha mengenali beliau, juga meniru dan meneladani beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pada artikel ini, akan kita bahas mengenai cara duduk Rasulullah dan juga cara beliau bersandar.Duduknya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamDuduk merupakan hal yang tentunya biasa dilakukan oleh manusia pada umumnya, Rasulullah pun tentu melakukannya. Salah satu posisi duduk yang dilakukan oleh Nabi adalah duduk qurfusha’. Hal tersebut sebagaimana dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Qailah binti Makhramah, ia berkata,عن قَيْلَةَ بنتِ مَخْرَمَةَ أنها رَأَتْ رسولَ اللهِ – صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّم في المسجدِ، وهو قاعدٌ القُرْفُصاءَ، قالت فلما رأيتُ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّم المُتَخَشِّعَ في الجِلْسَة أُرْعِدْتُ من الفَرَقِ“Sesungguhnya aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di masjid, beliau sedang duduk dengan duduk qurfusha’.” Ia berkata, “Ketika aku melihat Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dalam keadaan penuh kekhusyukan saat duduk itu, aku gemetar karena kewibawaan beliau.” (HR. Abu Daud)Lalu apa itu duduk qurfusha’? Syekh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Badr hafizahullah menjelaskan bahwa duduk qurfusha’ itu bisa diartikan menjadi dua, yaitu:Pertama, duduk dengan merapatkan paha dan menempelkannya pada perut dan memeluk kedua lutut dengan kedua tangannya.Gambar1. Duduk Qurfusha’ Pada Arti PertamaKedua, duduk dengan bersandar pada kedua lututnya seperti duduk tasyahud, lalu menempelkan perutnya pada kedua pahanya, dan meletakkan kedua tangannya di bawah ketiak.Gambar 2. Duduk Qurfusha’ Pada Arti KeduaTerdapat hadis lain yang menunjukkan bagaimana Rasulullah duduk ketika beliau berada di dalam masjid. Dari Abu Said Al-Khudri radhiyallahu ’anhu, beliau berkata,كان رسولُ اللهِ إذا جلس في المسجدِ احتبَى بيديْهِ“Apabila Rasulullah duduk di masjid, beliau duduk ihtibā’ dengan kedua tangannya.” (HR. Tirmidzi)Hadis di atas menunjukkan bahwa Rasulullah duduk dengan duduk ihtiba’. Duduk ihtiba’ adalah seseorang duduk di atas pantatnya, lalu menekukkan perut dan kedua kakinya ke arah pahanya, sambil memegang kedua betisnya dengan tangannya dari depan.Gambar 3. Duduk Ihtiba’Selain duduk, beliau juga terkadang istirahat sambil berbaring ketika di masjid. Hal tersebut sebagaimana dalam sebuah hadis yang diriwayatan oleh Sufyan bin Uyainah,حدثنا سفيان بن عيينة عن الزهري عن عباد بن تميم عن عمه أنه رأى النبي صلى الله عليه وسلم مستلقيا في المسجد واضعا إحدى رجليه على الأخرى“Sufyān bin ‘Uyainah meriwayatkan dari az-Zuhrī, dari ‘Abbād bin Tamīm, dari pamannya, bahwa ia melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbaring di masjid dengan meletakkan salah satu kakinya di atas kaki yang lain.” (HR. Bukhari)Perbuatan Rasulullah yang ditunjukkan oleh hadis tersebut merupakan suatu hal yang terkadang dilakukan orang-orang pada umumnya ketika beristirahat. Hal ini diperbolehkan jika dilakukan kadang-kadang ketika beristirahat atau semisalnya. Akan tetapi, perlu diperhatikan atau dipastikan agar aurat tidak tersingkap ketika berbaring dalam keadaan seperti ini. Hal tersebut karena ada sebuah hadis yang diriwayatkan dalam Shahih Muslim, dari Jabir radhiyallahu ’anhu bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,نَهَى عَنْ اشْتِمَالِ الصَّمَّاءِ، وَأَنْ يَرْفَعَ الرَّجُلُ إِحْدَى رِجْلَيْهِ عَلَى الْأُخْرَى وَهُوَ مُسْتَلْقٍ عَلَى ظَهْرِهِ“Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang isytimal aṣ-sammaa’ (cara berpakaian tertentu yang membungkus tubuh dengan kain tanpa celah tangan), dan (melarang) seorang laki-laki mengangkat salah satu kakinya di atas kaki yang lain sementara ia berbaring telentang di atas punggungnya.” (HR. Muslim)Dua hadis di atas sekilas tentunya terlihat bertentangan, di mana satu hadis menyebutkan beliau melakukan dan hadis lain menyebutkan beliau melarangnya. Syekh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Badr hafizahullah menjelaskan kompromi kedua hadis tersebut. Beliau berkata,يحمل حديثُ النهي فيما إذا كان الإنسانُ لا يأْمَنُ أن تنكشف عورته كالمؤتزر، أمَّا إِن أَمِنَ ذلك كالمتسرول فلا حرج عليه“Hadis yang melarang berlaku ketika seseorang itu memungkinkan untuk terlihatnya auratnya, seperti orang yang menggunakan sarung. Adapun jika aman dari tersingkapnya aurat, seperti orang yang menggunakan sirwal, maka tidak mengapa.”Bersandarnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamRasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga merupkan seorang manusia yang tentunya memiliki rasa lelah sehingga perlu bersandar. Beliau terkadang bersandar ketika duduk yang biasanya merupakan sebuah kebiasaan dan juga bersandar ketika berdiri yang biasanya karena beliau lelah atau sedang sakit atau lemah.Bersandar ketika dudukKetika duduk, beliau shallallahu ’alaihi wa sallam biasanya bersandar. Hal tersebut sebagaimana dalam sebuah hadis, beliau bersabda,أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ؟ ثَلَاثًا. قَالُوا: بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: الإِشْرَاكُ بِاللَّهِ، وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ. وَجَلَسَ وَكَانَ مُتَّكِئًا فَقَالَ: أَلَا وَقَوْلُ الزُّورِ. قَالَ: فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا حَتَّى قُلْنَا: لَيْتَهُ سَكَت“Maukah kalian aku beritahukan dosa-dosa yang paling besar?” (Beliau mengulanginya tiga kali) Para sahabat menjawab, “Tentu, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Berbuat syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua.” Saat itu beliau sedang bersandar, lalu duduk tegak dan berkata, “Ketahuilah, perkataan dusta.” Beliau terus-menerus mengulanginya, hingga kami berkata, “Semoga beliau diam.” (HR. Bukhari)Hadis tersebut menunjukkan bahwa beliau duduk dalam keadaan bersandar. Lalu bagaimana cara beliau bersandar? Dalam sebuah hadis lain yang diriwayatkan oleh Jabir bin Samuroh, ia berkata,رأَيتُ رسولَ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ علَيهِ وسلَّمَ متَّكئًا علَى وسادةٍ علَى يسارِه“Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang bersandar pada sebuah bantal di sisi kirinya.” (HR. Tirmidzi)Hadis di atas menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terkadang bersandar pada sebuah bantal. Pada hadis di atas, disebutkan bahwa beliau bersandar pada bagian kiri tubuh beliau, tapi beliau juga terkadang bersandar pada bagian kanan tubuh beliau. Posisi duduk seperti ini memang terkadang dibutuhkan oleh manusia karena bisa mengistirahatkan badan.Walaupun beliau duduk dengan cara bersandar, beliau tidak melakukan hal tersebut ketika makan. Hal tersebut sebagaimana dalam sebuah hadis, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,لا آكلُ وأنا مُتَّكئٌ“Aku tidak makan dalam keadaan bersandar.” (HR. Tirmidzi)Bersandar ketika berdiriBeliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga terkadang bersandar ketika berdiri atau berjalan ketika sedang sakit. Hal tersebut sebagaimana dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik radhiyallahu ’anhu, beliau berkata,أنَّ النَّبيَّ كان شاكيًا خرج وهو يتَّكِئُ على أسامةَ بنِ زيدٍ عليه ثوبٌ قطَريٌّ قد توشَّح به  فصلَّى بهم“Sesungguhnya ketika sedang sakit, Nabi keluar dengan bersandar pada Usāmah bin Zaid. Ketika itu, beliau mengenakan kain qathri yang diselendangkan, lalu beliau pun mengimami mereka salat.” (HR. Tirmidzi)Kondisi beliau pada hadis di atas adalah ketika sakit beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum wafat. Ketika itu, beliau sudah lemah sehingga butuh bantuan berdiri sehingga bersandar pada Usamah bin Zaid radhiyallahu ’anhu.PenutupDemikianlah beberapa hadis yang menunjukkan bagaimana Rasulullah duduk dan bersandar. Semoga dengan mengenal Rasulullah dari sisi kebiasaan dan kehidupan beliau, hal itu bisa membuat kita lebih mengenal dan mencintai beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.Baca juga: Mengenal Sifat Tawaduk Rasulullah***Penulis: Firdian IkhwansyahArtikel Muslim.or.id Referensi:Syarah Syamail Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, karya Syekh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Badr.
Daftar Isi ToggleDuduknya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamBersandarnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamBersandar ketika dudukBersandar ketika berdiriPenutupDuduk dan bersandar merupakan salah satu aktivitas yang pasti dilakukan oleh manusia. Setiap orang juga tentunya memiliki kebiasaan masing-masing untuk duduk dan bersandar. Hal tersebut juga berlaku pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau memiliki cara duduk dan bersandar juga. Lalu bagaimana Rasulullah duduk dan bersandar?Sebagai seorang muslim, tentunya kita sangat mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Salah satu bukti cinta kita tentunya dengan berusaha mengenali beliau, juga meniru dan meneladani beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pada artikel ini, akan kita bahas mengenai cara duduk Rasulullah dan juga cara beliau bersandar.Duduknya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamDuduk merupakan hal yang tentunya biasa dilakukan oleh manusia pada umumnya, Rasulullah pun tentu melakukannya. Salah satu posisi duduk yang dilakukan oleh Nabi adalah duduk qurfusha’. Hal tersebut sebagaimana dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Qailah binti Makhramah, ia berkata,عن قَيْلَةَ بنتِ مَخْرَمَةَ أنها رَأَتْ رسولَ اللهِ – صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّم في المسجدِ، وهو قاعدٌ القُرْفُصاءَ، قالت فلما رأيتُ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّم المُتَخَشِّعَ في الجِلْسَة أُرْعِدْتُ من الفَرَقِ“Sesungguhnya aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di masjid, beliau sedang duduk dengan duduk qurfusha’.” Ia berkata, “Ketika aku melihat Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dalam keadaan penuh kekhusyukan saat duduk itu, aku gemetar karena kewibawaan beliau.” (HR. Abu Daud)Lalu apa itu duduk qurfusha’? Syekh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Badr hafizahullah menjelaskan bahwa duduk qurfusha’ itu bisa diartikan menjadi dua, yaitu:Pertama, duduk dengan merapatkan paha dan menempelkannya pada perut dan memeluk kedua lutut dengan kedua tangannya.Gambar1. Duduk Qurfusha’ Pada Arti PertamaKedua, duduk dengan bersandar pada kedua lututnya seperti duduk tasyahud, lalu menempelkan perutnya pada kedua pahanya, dan meletakkan kedua tangannya di bawah ketiak.Gambar 2. Duduk Qurfusha’ Pada Arti KeduaTerdapat hadis lain yang menunjukkan bagaimana Rasulullah duduk ketika beliau berada di dalam masjid. Dari Abu Said Al-Khudri radhiyallahu ’anhu, beliau berkata,كان رسولُ اللهِ إذا جلس في المسجدِ احتبَى بيديْهِ“Apabila Rasulullah duduk di masjid, beliau duduk ihtibā’ dengan kedua tangannya.” (HR. Tirmidzi)Hadis di atas menunjukkan bahwa Rasulullah duduk dengan duduk ihtiba’. Duduk ihtiba’ adalah seseorang duduk di atas pantatnya, lalu menekukkan perut dan kedua kakinya ke arah pahanya, sambil memegang kedua betisnya dengan tangannya dari depan.Gambar 3. Duduk Ihtiba’Selain duduk, beliau juga terkadang istirahat sambil berbaring ketika di masjid. Hal tersebut sebagaimana dalam sebuah hadis yang diriwayatan oleh Sufyan bin Uyainah,حدثنا سفيان بن عيينة عن الزهري عن عباد بن تميم عن عمه أنه رأى النبي صلى الله عليه وسلم مستلقيا في المسجد واضعا إحدى رجليه على الأخرى“Sufyān bin ‘Uyainah meriwayatkan dari az-Zuhrī, dari ‘Abbād bin Tamīm, dari pamannya, bahwa ia melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbaring di masjid dengan meletakkan salah satu kakinya di atas kaki yang lain.” (HR. Bukhari)Perbuatan Rasulullah yang ditunjukkan oleh hadis tersebut merupakan suatu hal yang terkadang dilakukan orang-orang pada umumnya ketika beristirahat. Hal ini diperbolehkan jika dilakukan kadang-kadang ketika beristirahat atau semisalnya. Akan tetapi, perlu diperhatikan atau dipastikan agar aurat tidak tersingkap ketika berbaring dalam keadaan seperti ini. Hal tersebut karena ada sebuah hadis yang diriwayatkan dalam Shahih Muslim, dari Jabir radhiyallahu ’anhu bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,نَهَى عَنْ اشْتِمَالِ الصَّمَّاءِ، وَأَنْ يَرْفَعَ الرَّجُلُ إِحْدَى رِجْلَيْهِ عَلَى الْأُخْرَى وَهُوَ مُسْتَلْقٍ عَلَى ظَهْرِهِ“Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang isytimal aṣ-sammaa’ (cara berpakaian tertentu yang membungkus tubuh dengan kain tanpa celah tangan), dan (melarang) seorang laki-laki mengangkat salah satu kakinya di atas kaki yang lain sementara ia berbaring telentang di atas punggungnya.” (HR. Muslim)Dua hadis di atas sekilas tentunya terlihat bertentangan, di mana satu hadis menyebutkan beliau melakukan dan hadis lain menyebutkan beliau melarangnya. Syekh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Badr hafizahullah menjelaskan kompromi kedua hadis tersebut. Beliau berkata,يحمل حديثُ النهي فيما إذا كان الإنسانُ لا يأْمَنُ أن تنكشف عورته كالمؤتزر، أمَّا إِن أَمِنَ ذلك كالمتسرول فلا حرج عليه“Hadis yang melarang berlaku ketika seseorang itu memungkinkan untuk terlihatnya auratnya, seperti orang yang menggunakan sarung. Adapun jika aman dari tersingkapnya aurat, seperti orang yang menggunakan sirwal, maka tidak mengapa.”Bersandarnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamRasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga merupkan seorang manusia yang tentunya memiliki rasa lelah sehingga perlu bersandar. Beliau terkadang bersandar ketika duduk yang biasanya merupakan sebuah kebiasaan dan juga bersandar ketika berdiri yang biasanya karena beliau lelah atau sedang sakit atau lemah.Bersandar ketika dudukKetika duduk, beliau shallallahu ’alaihi wa sallam biasanya bersandar. Hal tersebut sebagaimana dalam sebuah hadis, beliau bersabda,أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ؟ ثَلَاثًا. قَالُوا: بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: الإِشْرَاكُ بِاللَّهِ، وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ. وَجَلَسَ وَكَانَ مُتَّكِئًا فَقَالَ: أَلَا وَقَوْلُ الزُّورِ. قَالَ: فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا حَتَّى قُلْنَا: لَيْتَهُ سَكَت“Maukah kalian aku beritahukan dosa-dosa yang paling besar?” (Beliau mengulanginya tiga kali) Para sahabat menjawab, “Tentu, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Berbuat syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua.” Saat itu beliau sedang bersandar, lalu duduk tegak dan berkata, “Ketahuilah, perkataan dusta.” Beliau terus-menerus mengulanginya, hingga kami berkata, “Semoga beliau diam.” (HR. Bukhari)Hadis tersebut menunjukkan bahwa beliau duduk dalam keadaan bersandar. Lalu bagaimana cara beliau bersandar? Dalam sebuah hadis lain yang diriwayatkan oleh Jabir bin Samuroh, ia berkata,رأَيتُ رسولَ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ علَيهِ وسلَّمَ متَّكئًا علَى وسادةٍ علَى يسارِه“Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang bersandar pada sebuah bantal di sisi kirinya.” (HR. Tirmidzi)Hadis di atas menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terkadang bersandar pada sebuah bantal. Pada hadis di atas, disebutkan bahwa beliau bersandar pada bagian kiri tubuh beliau, tapi beliau juga terkadang bersandar pada bagian kanan tubuh beliau. Posisi duduk seperti ini memang terkadang dibutuhkan oleh manusia karena bisa mengistirahatkan badan.Walaupun beliau duduk dengan cara bersandar, beliau tidak melakukan hal tersebut ketika makan. Hal tersebut sebagaimana dalam sebuah hadis, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,لا آكلُ وأنا مُتَّكئٌ“Aku tidak makan dalam keadaan bersandar.” (HR. Tirmidzi)Bersandar ketika berdiriBeliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga terkadang bersandar ketika berdiri atau berjalan ketika sedang sakit. Hal tersebut sebagaimana dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik radhiyallahu ’anhu, beliau berkata,أنَّ النَّبيَّ كان شاكيًا خرج وهو يتَّكِئُ على أسامةَ بنِ زيدٍ عليه ثوبٌ قطَريٌّ قد توشَّح به  فصلَّى بهم“Sesungguhnya ketika sedang sakit, Nabi keluar dengan bersandar pada Usāmah bin Zaid. Ketika itu, beliau mengenakan kain qathri yang diselendangkan, lalu beliau pun mengimami mereka salat.” (HR. Tirmidzi)Kondisi beliau pada hadis di atas adalah ketika sakit beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum wafat. Ketika itu, beliau sudah lemah sehingga butuh bantuan berdiri sehingga bersandar pada Usamah bin Zaid radhiyallahu ’anhu.PenutupDemikianlah beberapa hadis yang menunjukkan bagaimana Rasulullah duduk dan bersandar. Semoga dengan mengenal Rasulullah dari sisi kebiasaan dan kehidupan beliau, hal itu bisa membuat kita lebih mengenal dan mencintai beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.Baca juga: Mengenal Sifat Tawaduk Rasulullah***Penulis: Firdian IkhwansyahArtikel Muslim.or.id Referensi:Syarah Syamail Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, karya Syekh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Badr.


Daftar Isi ToggleDuduknya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamBersandarnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamBersandar ketika dudukBersandar ketika berdiriPenutupDuduk dan bersandar merupakan salah satu aktivitas yang pasti dilakukan oleh manusia. Setiap orang juga tentunya memiliki kebiasaan masing-masing untuk duduk dan bersandar. Hal tersebut juga berlaku pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau memiliki cara duduk dan bersandar juga. Lalu bagaimana Rasulullah duduk dan bersandar?Sebagai seorang muslim, tentunya kita sangat mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Salah satu bukti cinta kita tentunya dengan berusaha mengenali beliau, juga meniru dan meneladani beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pada artikel ini, akan kita bahas mengenai cara duduk Rasulullah dan juga cara beliau bersandar.Duduknya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamDuduk merupakan hal yang tentunya biasa dilakukan oleh manusia pada umumnya, Rasulullah pun tentu melakukannya. Salah satu posisi duduk yang dilakukan oleh Nabi adalah duduk qurfusha’. Hal tersebut sebagaimana dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Qailah binti Makhramah, ia berkata,عن قَيْلَةَ بنتِ مَخْرَمَةَ أنها رَأَتْ رسولَ اللهِ – صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّم في المسجدِ، وهو قاعدٌ القُرْفُصاءَ، قالت فلما رأيتُ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّم المُتَخَشِّعَ في الجِلْسَة أُرْعِدْتُ من الفَرَقِ“Sesungguhnya aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di masjid, beliau sedang duduk dengan duduk qurfusha’.” Ia berkata, “Ketika aku melihat Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dalam keadaan penuh kekhusyukan saat duduk itu, aku gemetar karena kewibawaan beliau.” (HR. Abu Daud)Lalu apa itu duduk qurfusha’? Syekh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Badr hafizahullah menjelaskan bahwa duduk qurfusha’ itu bisa diartikan menjadi dua, yaitu:Pertama, duduk dengan merapatkan paha dan menempelkannya pada perut dan memeluk kedua lutut dengan kedua tangannya.<img decoding="async" class="size-medium wp-image-110349 aligncenter" src="https://muslim.or.id/wp-content/uploads/2025/10/Qurfusha-1-300x213.webp" alt="" width="300" height="213" srcset="https://muslim.or.id/wp-content/uploads/2025/10/Qurfusha-1-300x213.webp 300w, https://muslim.or.id/wp-content/uploads/2025/10/Qurfusha-1-120x86.webp 120w, https://muslim.or.id/wp-content/uploads/2025/10/Qurfusha-1-350x250.webp 350w, https://muslim.or.id/wp-content/uploads/2025/10/Qurfusha-1.webp 699w" sizes="(max-width: 300px) 100vw, 300px" />Gambar1. Duduk Qurfusha’ Pada Arti PertamaKedua, duduk dengan bersandar pada kedua lututnya seperti duduk tasyahud, lalu menempelkan perutnya pada kedua pahanya, dan meletakkan kedua tangannya di bawah ketiak.<img loading="lazy" decoding="async" class="size-medium wp-image-110350 aligncenter" src="https://muslim.or.id/wp-content/uploads/2025/10/Qurfusha-2-300x242.jpg" alt="" width="300" height="242" srcset="https://muslim.or.id/wp-content/uploads/2025/10/Qurfusha-2-300x242.jpg 300w, https://muslim.or.id/wp-content/uploads/2025/10/Qurfusha-2.jpg 623w" sizes="(max-width: 300px) 100vw, 300px" />Gambar 2. Duduk Qurfusha’ Pada Arti KeduaTerdapat hadis lain yang menunjukkan bagaimana Rasulullah duduk ketika beliau berada di dalam masjid. Dari Abu Said Al-Khudri radhiyallahu ’anhu, beliau berkata,كان رسولُ اللهِ إذا جلس في المسجدِ احتبَى بيديْهِ“Apabila Rasulullah duduk di masjid, beliau duduk ihtibā’ dengan kedua tangannya.” (HR. Tirmidzi)Hadis di atas menunjukkan bahwa Rasulullah duduk dengan duduk ihtiba’. Duduk ihtiba’ adalah seseorang duduk di atas pantatnya, lalu menekukkan perut dan kedua kakinya ke arah pahanya, sambil memegang kedua betisnya dengan tangannya dari depan.<img loading="lazy" decoding="async" class="alignnone size-medium wp-image-110351" src="https://muslim.or.id/wp-content/uploads/2025/10/Ihtiba-300x300.webp" alt="" width="300" height="300" srcset="https://muslim.or.id/wp-content/uploads/2025/10/Ihtiba-300x300.webp 300w, https://muslim.or.id/wp-content/uploads/2025/10/Ihtiba-150x150.webp 150w, https://muslim.or.id/wp-content/uploads/2025/10/Ihtiba-768x768.webp 768w, https://muslim.or.id/wp-content/uploads/2025/10/Ihtiba-75x75.webp 75w, https://muslim.or.id/wp-content/uploads/2025/10/Ihtiba-350x350.webp 350w, https://muslim.or.id/wp-content/uploads/2025/10/Ihtiba-750x750.webp 750w, https://muslim.or.id/wp-content/uploads/2025/10/Ihtiba.webp 1024w" sizes="(max-width: 300px) 100vw, 300px" />Gambar 3. Duduk Ihtiba’Selain duduk, beliau juga terkadang istirahat sambil berbaring ketika di masjid. Hal tersebut sebagaimana dalam sebuah hadis yang diriwayatan oleh Sufyan bin Uyainah,حدثنا سفيان بن عيينة عن الزهري عن عباد بن تميم عن عمه أنه رأى النبي صلى الله عليه وسلم مستلقيا في المسجد واضعا إحدى رجليه على الأخرى“Sufyān bin ‘Uyainah meriwayatkan dari az-Zuhrī, dari ‘Abbād bin Tamīm, dari pamannya, bahwa ia melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbaring di masjid dengan meletakkan salah satu kakinya di atas kaki yang lain.” (HR. Bukhari)Perbuatan Rasulullah yang ditunjukkan oleh hadis tersebut merupakan suatu hal yang terkadang dilakukan orang-orang pada umumnya ketika beristirahat. Hal ini diperbolehkan jika dilakukan kadang-kadang ketika beristirahat atau semisalnya. Akan tetapi, perlu diperhatikan atau dipastikan agar aurat tidak tersingkap ketika berbaring dalam keadaan seperti ini. Hal tersebut karena ada sebuah hadis yang diriwayatkan dalam Shahih Muslim, dari Jabir radhiyallahu ’anhu bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,نَهَى عَنْ اشْتِمَالِ الصَّمَّاءِ، وَأَنْ يَرْفَعَ الرَّجُلُ إِحْدَى رِجْلَيْهِ عَلَى الْأُخْرَى وَهُوَ مُسْتَلْقٍ عَلَى ظَهْرِهِ“Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang isytimal aṣ-sammaa’ (cara berpakaian tertentu yang membungkus tubuh dengan kain tanpa celah tangan), dan (melarang) seorang laki-laki mengangkat salah satu kakinya di atas kaki yang lain sementara ia berbaring telentang di atas punggungnya.” (HR. Muslim)Dua hadis di atas sekilas tentunya terlihat bertentangan, di mana satu hadis menyebutkan beliau melakukan dan hadis lain menyebutkan beliau melarangnya. Syekh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Badr hafizahullah menjelaskan kompromi kedua hadis tersebut. Beliau berkata,يحمل حديثُ النهي فيما إذا كان الإنسانُ لا يأْمَنُ أن تنكشف عورته كالمؤتزر، أمَّا إِن أَمِنَ ذلك كالمتسرول فلا حرج عليه“Hadis yang melarang berlaku ketika seseorang itu memungkinkan untuk terlihatnya auratnya, seperti orang yang menggunakan sarung. Adapun jika aman dari tersingkapnya aurat, seperti orang yang menggunakan sirwal, maka tidak mengapa.”Bersandarnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamRasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga merupkan seorang manusia yang tentunya memiliki rasa lelah sehingga perlu bersandar. Beliau terkadang bersandar ketika duduk yang biasanya merupakan sebuah kebiasaan dan juga bersandar ketika berdiri yang biasanya karena beliau lelah atau sedang sakit atau lemah.Bersandar ketika dudukKetika duduk, beliau shallallahu ’alaihi wa sallam biasanya bersandar. Hal tersebut sebagaimana dalam sebuah hadis, beliau bersabda,أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ؟ ثَلَاثًا. قَالُوا: بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: الإِشْرَاكُ بِاللَّهِ، وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ. وَجَلَسَ وَكَانَ مُتَّكِئًا فَقَالَ: أَلَا وَقَوْلُ الزُّورِ. قَالَ: فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا حَتَّى قُلْنَا: لَيْتَهُ سَكَت“Maukah kalian aku beritahukan dosa-dosa yang paling besar?” (Beliau mengulanginya tiga kali) Para sahabat menjawab, “Tentu, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Berbuat syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua.” Saat itu beliau sedang bersandar, lalu duduk tegak dan berkata, “Ketahuilah, perkataan dusta.” Beliau terus-menerus mengulanginya, hingga kami berkata, “Semoga beliau diam.” (HR. Bukhari)Hadis tersebut menunjukkan bahwa beliau duduk dalam keadaan bersandar. Lalu bagaimana cara beliau bersandar? Dalam sebuah hadis lain yang diriwayatkan oleh Jabir bin Samuroh, ia berkata,رأَيتُ رسولَ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ علَيهِ وسلَّمَ متَّكئًا علَى وسادةٍ علَى يسارِه“Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang bersandar pada sebuah bantal di sisi kirinya.” (HR. Tirmidzi)Hadis di atas menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terkadang bersandar pada sebuah bantal. Pada hadis di atas, disebutkan bahwa beliau bersandar pada bagian kiri tubuh beliau, tapi beliau juga terkadang bersandar pada bagian kanan tubuh beliau. Posisi duduk seperti ini memang terkadang dibutuhkan oleh manusia karena bisa mengistirahatkan badan.Walaupun beliau duduk dengan cara bersandar, beliau tidak melakukan hal tersebut ketika makan. Hal tersebut sebagaimana dalam sebuah hadis, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,لا آكلُ وأنا مُتَّكئٌ“Aku tidak makan dalam keadaan bersandar.” (HR. Tirmidzi)Bersandar ketika berdiriBeliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga terkadang bersandar ketika berdiri atau berjalan ketika sedang sakit. Hal tersebut sebagaimana dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik radhiyallahu ’anhu, beliau berkata,أنَّ النَّبيَّ كان شاكيًا خرج وهو يتَّكِئُ على أسامةَ بنِ زيدٍ عليه ثوبٌ قطَريٌّ قد توشَّح به  فصلَّى بهم“Sesungguhnya ketika sedang sakit, Nabi keluar dengan bersandar pada Usāmah bin Zaid. Ketika itu, beliau mengenakan kain qathri yang diselendangkan, lalu beliau pun mengimami mereka salat.” (HR. Tirmidzi)Kondisi beliau pada hadis di atas adalah ketika sakit beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum wafat. Ketika itu, beliau sudah lemah sehingga butuh bantuan berdiri sehingga bersandar pada Usamah bin Zaid radhiyallahu ’anhu.PenutupDemikianlah beberapa hadis yang menunjukkan bagaimana Rasulullah duduk dan bersandar. Semoga dengan mengenal Rasulullah dari sisi kebiasaan dan kehidupan beliau, hal itu bisa membuat kita lebih mengenal dan mencintai beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.Baca juga: Mengenal Sifat Tawaduk Rasulullah***Penulis: Firdian IkhwansyahArtikel Muslim.or.id Referensi:Syarah Syamail Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, karya Syekh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Badr.

Akibat Lalai Terhadap Waktu

Daftar Isi ToggleKematian adalah kepastian, kelalaian adalah pilihanDampak kelalaianKematian vs. kelalaianBentuk-bentuk menyia-nyiakan waktuBagaimana menyelamatkan diri dari bahaya ini?Hiduplah dengan dua prinsip utama: iman dan amal salehManfaatkan lima kesempatan sebelum datang lima penghalangPerbanyak zikir dan mengingat kematianBuat agenda dan evaluasi diri (muhasabah)Mari berubah, mulai dari sekarang!Segala puji bagi Allah, Rabb yang mengatur malam dan siang sebagai tanda dan peringatan bagi hamba-hamba-Nya yang berfikir. Selawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, teladan dalam segala detik kebaikan, serta kepada keluarganya, sahabatnya, dan kita semua yang senantiasa berusaha meneladaninya.Saudaraku seiman, dalam hiruk-pikuk dunia yang serba cepat ini, waktu terasa berlalu begitu saja. Hari berganti hari, pekan berganti pekan, tanpa terasa usia kita pun bertambah. Namun, pernahkah kita berhenti sejenak dan merenungi: untuk apa saja waktu yang telah berlalu itu digunakan? Apakah untuk hal-hal yang mendatangkan rida-Nya atau justru untuk kelalaian yang menjerumuskan?Sebuah peringatan sangat keras dan mendalam disampaikan oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah. Beliau berkata,إضاعةُ الوقت أشدُّ من الموت ؛ لأنَّ إضاعة الوقت تقطعك عن الله والدار الآخرة، والموتُ يقطعك عن الدنيا وأهلها“Menyia-nyiakan waktu lebih berbahaya dari kematian. Karena menyia-nyiakan waktu akan memutuskanmu dari Allah dan negeri akhirat, sedangkan kematian hanya memutuskan dirimu dari dunia dan penduduknya.” (Al-Fawaid, hal. 44)Subhanallah! Betapa tajam dan dalamnya nasihat ini. Beliau menyamakan kelalaian akan waktu dengan sebuah bahaya yang tingkatannya bahkan melebihi kematian. Mengapa bisa demikian?Kematian adalah kepastian, kelalaian adalah pilihanKematian adalah sesuatu yang pasti datangnya. Karena kematian adalah ajaibul ajal (peristiwa yang telah ditentukan) yang akan memutuskan setiap makhluk dari kehidupan dunianya, serta sebagai takdir yang harus dijalani. Namun, menyia-nyiakan waktu adalah pilihan. Sadar atau tidak, kita memalingkan amanah waktu dari pengisian yang benar. Berbuat dosa karena terlena adalah pilihan. Bermalas-malasan dari ibadah adalah pilihan. Inilah yang membuatnya sangat berbahaya karena kita akan dimintai pertanggungjawaban atas pilihan kita tersebut.Allah Ta’ala telah memberikan kita akal dan hidayah untuk membedakan antara yang haq dan batil. Setiap detik yang berlalu, kita sebenarnya sedang membuat pilihan: memilih untuk taat atau maksiat, memilih untuk berzikir atau berlalu, memilih untuk menuntut ilmu atau menghabiskan waktu dengan hiburan yang melalaikan. Dalam hadits qudsi, Allah berfirman,يَا عِبَادِي إِنَّكُمْ تُخْطِئُوْنَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَأَناَ أَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعاً، فَاسْتَغْفِرُوْنِي أَغْفِرْ لَكُمْ“Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kalian semuanya melakukan dosa pada malam dan siang hari, padahal Aku Maha mengampuni dosa semuanya. Maka mintalah ampun kepada-Ku, niscaya akan Aku ampuni kalian.” (HR. Muslim)Hadis ini menunjukkan bahwa pintu untuk memilih tobat dan mengisi waktu dengan kebaikan selalu terbuka lebar selama nyawa masih dikandung badan.Rasulullah ﷺ telah memperingatkan tentang dua nikmat yang sering dilalaikan oleh kebanyakan manusia, yaitu kesehatan dan waktu luang. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ“Ada dua nikmat yang kebanyakan manusia tertipu dengan keduanya, yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari)Kelalaian terhadap waktu adalah bentuk ketidaksyukuran kita terhadap nikmat Allah yang paling mendasar. Kita diberikan modal kehidupan, namun kita sia-siakan modal itu untuk hal-hal yang tidak menghasilkan ‘keuntungan’ untuk kehidupan abadi kita kelak. Betapa meruginya seorang pedagang yang menyia-nyiakan modal utamanya.Oleh karena itu, ketika ajal menjemput, tidak ada lagi pilihan. Saat itu, berakhir sudah semua kesempatan untuk beramal. Namun, selama jantung masih berdetak, pilihan untuk bertobat, berubah, dan memanfaatkan waktu dengan optimal masih sepenuhnya berada di tangan kita. Kelalaian adalah kezaliman kita terhadap diri sendiri karena menyia-nyiakan kesempatan emas yang Allah berikan.Dampak kelalaianKematian memutuskan kita dari dunia yang fana dan mengakhiri kesempatan kita untuk beramal. Sedangkan menyia-nyiakan waktu memutuskan hubungan kita dengan Allah dan akhirat selagi kita masih hidup dan memiliki kesempatan untuk berubah. Orang yang lalai akan waktunya, hatinya bisa menjadi keras, sulit menerima kebenaran, dan menjauh dari mengingat Allah. Ini adalah ‘kematian’ dalam kehidupan, kematian hati sebelum kematian jasad. Na’udzubillah min dzalik.Dampak dari kelalaian ini bersifat gradual dan seringkali tidak disadari. Seperti besi yang berkarat secara perlahan, hati yang tidak pernah dirawat dengan zikir dan ibadah akan menjadi kotor dan berkarat. Allah berfirman,كَلَّا ۖ بَلْ ۜ رَانَ عَلَىٰ قُلُوبِهِم مَّا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ“Sekali-kali tidak! Sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (QS. Al-Muthaffifin: 14)Setiap kali kita memilih untuk melalaikan waktu, sekat antara kita dan Allah akan semakin menebal, membuat kita semakin sulit merasakan manisnya iman dan lezatnya ketaatan.Inilah yang disebut dengan ghaflah (lalai) dalam terminologi Al-Qur’an. Allah menggambarkan keadaan orang-orang yang lalai sebagai orang yang tidur, tetapi mata hati mereka tertutup sehingga tidak dapat melihat tanda-tanda kebesaran Allah. “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah)…” (QS. Al-A’raf: 179). Mereka hidup, bernafas, dan beraktivitas, tetapi hakikatnya mereka telah ‘mati’ karena hati mereka tidak terhubung dengan Penciptanya.Oleh karenanya, kematian jasad hanya memindahkan seseorang dari satu keadaan kepada keadaan lain sesuai amalnya. Sedangkan kematian hati dalam kelalaian adalah sebuah kemunduran dan kehancuran yang terjadi di dunia, yang menjadi penyebab utama kesengsaraan di akhirat. Maka, berbahagialah orang yang selalu memeriksa hatinya dan menjaganya dari kelalaian dengan selalu mengingat Allah.Kematian vs. kelalaianBagi seorang muslim yang meninggal dalam ketaatan, kematian adalah pintu menuju kehidupan abadi yang penuh kenikmatan. Kematian justru menjadi persinggahan menuju surga. Sebaliknya, kelalaian dalam menghabiskan waktu adalah benih-benih yang akan menuai kesengsaraan, baik di dunia (gelisah, tidak berkah) maupun di akhirat (penyesalan dan azab).Kematian bukanlah akhir, melainkan awal perjalanan yang sesungguhnya. Dunia hanyalah ladang amal, sedangkan akhirat adalah tempat menuai hasil dari apa yang kita tanam. Barang siapa yang mengisi waktunya dengan amal saleh, maka kematian menjadi perantara menuju kebahagiaan. Namun, siapa saja yang lalai, maka kematian menjadi awal dari penyesalan panjang yang tak berujung.Allah Ta’ala berfirman,حَتَّىٰٓ إِذَا جَآءَ أَحَدَهُمُ ٱلْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ٱرْجِعُونِ . لَعَلِّيٓ أَعْمَلُ صَٰلِحًا فِيمَا تَرَكْتُ ۚ كَلَّآ ۚ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَآئِلُهَا ۖ وَمِن وَرَآئِهِم بَرْزَخٌ إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ“(Demikianlah keadaan orang kafir) hingga apabila datang kematian kepada salah seorang dari mereka, dia berkata, ‘Ya Rabb-ku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku dapat berbuat amal saleh terhadap yang telah aku tinggalkan.’ Sekali-kali tidak! Sesungguhnya itu hanyalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada barzakh sampai hari mereka dibangkitkan.” (QS. Al-Mu’minun: 99–100)Ayat ini menegaskan bahwa penyesalan setelah kematian tidak akan bermanfaat. Kesempatan untuk beramal hanya ada di dunia. Maka, siapa saja yang menyia-nyiakan waktunya, seakan ia menunda kebahagiaan abadi dengan menukar waktunya untuk sesuatu yang fana.Sungguh indah ucapan para salaf, “Dunia adalah ladang akhirat.” Jika ladang ini tidak ditanami dengan amal saleh, maka ia akan gersang tanpa hasil. Sebaliknya, orang yang menabur amal baik akan memanen kebahagiaan di akhirat. Karena itu, setiap detik kehidupan adalah kesempatan emas yang tidak boleh disia-siakan.Bentuk-bentuk menyia-nyiakan waktuMenyia-nyiakan waktu tidak hanya berarti duduk-duduk tanpa melakukan apa-apa. Perbuatan ini memiliki banyak wajah yang seringkali tersamarkan, bahkan dianggap sebagai hal yang normal:Banyak berbicara tanpa guna: Terlalu banyak obrolan duniawi, ghibah (menggunjing), namimah (mengadu domba), dan perkataan dusta.Bermain media sosial berlebihan: Scroll tanpa batas, melihat-lihat hal yang tidak bermanfaat, atau bahkan menjadi alat untuk riya’ dan pamer.Terlalu sibuk dengan urusan dunia: Bekerja memang ibadah, tetapi jika sampai melalaikan salat, menguras waktu untuk keluarga, atau lupa untuk berzikir, maka ia telah berubah menjadi kelalaian.Menunda-nunda amal kebaikan: “Nanti saja salatnya”; “besok saja sedekahnya”; “masih muda, tobatnya nanti saja.” Ini adalah jerat setan yang paling ampuh.Bergaul dengan orang-orang yang lalai: Berteman dengan orang yang tidak mengingatkan kita kepada Allah akan membuat kita terbawa dalam kubangan kelalaian.Bagaimana menyelamatkan diri dari bahaya ini?Rasulullah ﷺ telah memberikan kita panduan untuk memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya.Hiduplah dengan dua prinsip utama: iman dan amal salehAllah berfirman,وَالعَصرِ . إِنَّ الإِنسانَ لَفى خُسرٍ . إِلَّا الَّذينَ آمَنوا وَعَمِلُوا الصّالِحاتِ وَتَواصَوا بِالحَقِّ وَتَواصَوا بِالصَّبرِ“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al-‘Asr: 1-3)Surah ini adalah pedoman hidup. Selamat dari kerugian hanya dengan empat syarat: iman, amal saleh, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati dalam kesabaran.Manfaatkan lima kesempatan sebelum datang lima penghalangRasulullah ﷺ bersabda,اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ ، وَغِنَاءَكَ قَبْلَ فَقْرِكَ ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ“Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara: masa mudamu sebelum datang masa tuamu, masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu, masa kayamu sebelum datang masa miskinmu, waktu luangmu sebelum datang waktu sibukmu, dan hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR. Al-Hakim)Perbanyak zikir dan mengingat kematianSenantiasa mengingat Allah akan membuat hati hidup dan tidak lalai. Mengingat kematian akan memotivasi kita untuk tidak menunda-nunda amal kebaikan. Rasulullah ﷺ bersabda,أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ“Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan.” (HR. An-Nasa’i no. 1824, Tirmidzi no. 2307, Ibnu Majah no. 4258, dan Ahmad 2: 292)Buat agenda dan evaluasi diri (muhasabah)Sebagaimana para salafussalih, biasakan untuk mengevaluasi diri setiap hari. Apa yang telah dilakukan pagi, siang, dan sore? Untuk apa saja waktu dihabiskan? Allah berfirman,يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)…” (QS. Al-Hasyr: 18)Mari berubah, mulai dari sekarang!Saudaraku, waktu adalah kehidupan. Kehidupan kita hakikatnya adalah kumpulan dari detik, menit, dan jam yang kita lalui. Maka, membiarkan waktu berlalu tanpa makna sama saja dengan membiarkan kehidupan kita habis dengan sia-sia.Mari kita jadikan peringatan Ibnul Qayyim ini sebagai cambuk untuk bangkit. Jangan tunggu nanti, karena kita tidak tahu apakah nanti itu masih ada. Isilah waktu dengan tilawah Qur’an, salat sunah, menuntut ilmu, sedekah, silaturahim, dan semua amal yang mendekatkan diri kepada-Nya.Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang pandai bersyukur dengan memanfaatkan waktu untuk ketaatan, dan melindungi kita dari kelalaian yang membinasakan. Aamiin ya Rabbal ‘alamin. Wallahu a’lam.Baca juga: Nikmat Waktu dalam Pandangan Seorang Muslim***Penulis: Fauzan HidayatArtikel Muslim.or.id

Akibat Lalai Terhadap Waktu

Daftar Isi ToggleKematian adalah kepastian, kelalaian adalah pilihanDampak kelalaianKematian vs. kelalaianBentuk-bentuk menyia-nyiakan waktuBagaimana menyelamatkan diri dari bahaya ini?Hiduplah dengan dua prinsip utama: iman dan amal salehManfaatkan lima kesempatan sebelum datang lima penghalangPerbanyak zikir dan mengingat kematianBuat agenda dan evaluasi diri (muhasabah)Mari berubah, mulai dari sekarang!Segala puji bagi Allah, Rabb yang mengatur malam dan siang sebagai tanda dan peringatan bagi hamba-hamba-Nya yang berfikir. Selawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, teladan dalam segala detik kebaikan, serta kepada keluarganya, sahabatnya, dan kita semua yang senantiasa berusaha meneladaninya.Saudaraku seiman, dalam hiruk-pikuk dunia yang serba cepat ini, waktu terasa berlalu begitu saja. Hari berganti hari, pekan berganti pekan, tanpa terasa usia kita pun bertambah. Namun, pernahkah kita berhenti sejenak dan merenungi: untuk apa saja waktu yang telah berlalu itu digunakan? Apakah untuk hal-hal yang mendatangkan rida-Nya atau justru untuk kelalaian yang menjerumuskan?Sebuah peringatan sangat keras dan mendalam disampaikan oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah. Beliau berkata,إضاعةُ الوقت أشدُّ من الموت ؛ لأنَّ إضاعة الوقت تقطعك عن الله والدار الآخرة، والموتُ يقطعك عن الدنيا وأهلها“Menyia-nyiakan waktu lebih berbahaya dari kematian. Karena menyia-nyiakan waktu akan memutuskanmu dari Allah dan negeri akhirat, sedangkan kematian hanya memutuskan dirimu dari dunia dan penduduknya.” (Al-Fawaid, hal. 44)Subhanallah! Betapa tajam dan dalamnya nasihat ini. Beliau menyamakan kelalaian akan waktu dengan sebuah bahaya yang tingkatannya bahkan melebihi kematian. Mengapa bisa demikian?Kematian adalah kepastian, kelalaian adalah pilihanKematian adalah sesuatu yang pasti datangnya. Karena kematian adalah ajaibul ajal (peristiwa yang telah ditentukan) yang akan memutuskan setiap makhluk dari kehidupan dunianya, serta sebagai takdir yang harus dijalani. Namun, menyia-nyiakan waktu adalah pilihan. Sadar atau tidak, kita memalingkan amanah waktu dari pengisian yang benar. Berbuat dosa karena terlena adalah pilihan. Bermalas-malasan dari ibadah adalah pilihan. Inilah yang membuatnya sangat berbahaya karena kita akan dimintai pertanggungjawaban atas pilihan kita tersebut.Allah Ta’ala telah memberikan kita akal dan hidayah untuk membedakan antara yang haq dan batil. Setiap detik yang berlalu, kita sebenarnya sedang membuat pilihan: memilih untuk taat atau maksiat, memilih untuk berzikir atau berlalu, memilih untuk menuntut ilmu atau menghabiskan waktu dengan hiburan yang melalaikan. Dalam hadits qudsi, Allah berfirman,يَا عِبَادِي إِنَّكُمْ تُخْطِئُوْنَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَأَناَ أَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعاً، فَاسْتَغْفِرُوْنِي أَغْفِرْ لَكُمْ“Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kalian semuanya melakukan dosa pada malam dan siang hari, padahal Aku Maha mengampuni dosa semuanya. Maka mintalah ampun kepada-Ku, niscaya akan Aku ampuni kalian.” (HR. Muslim)Hadis ini menunjukkan bahwa pintu untuk memilih tobat dan mengisi waktu dengan kebaikan selalu terbuka lebar selama nyawa masih dikandung badan.Rasulullah ﷺ telah memperingatkan tentang dua nikmat yang sering dilalaikan oleh kebanyakan manusia, yaitu kesehatan dan waktu luang. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ“Ada dua nikmat yang kebanyakan manusia tertipu dengan keduanya, yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari)Kelalaian terhadap waktu adalah bentuk ketidaksyukuran kita terhadap nikmat Allah yang paling mendasar. Kita diberikan modal kehidupan, namun kita sia-siakan modal itu untuk hal-hal yang tidak menghasilkan ‘keuntungan’ untuk kehidupan abadi kita kelak. Betapa meruginya seorang pedagang yang menyia-nyiakan modal utamanya.Oleh karena itu, ketika ajal menjemput, tidak ada lagi pilihan. Saat itu, berakhir sudah semua kesempatan untuk beramal. Namun, selama jantung masih berdetak, pilihan untuk bertobat, berubah, dan memanfaatkan waktu dengan optimal masih sepenuhnya berada di tangan kita. Kelalaian adalah kezaliman kita terhadap diri sendiri karena menyia-nyiakan kesempatan emas yang Allah berikan.Dampak kelalaianKematian memutuskan kita dari dunia yang fana dan mengakhiri kesempatan kita untuk beramal. Sedangkan menyia-nyiakan waktu memutuskan hubungan kita dengan Allah dan akhirat selagi kita masih hidup dan memiliki kesempatan untuk berubah. Orang yang lalai akan waktunya, hatinya bisa menjadi keras, sulit menerima kebenaran, dan menjauh dari mengingat Allah. Ini adalah ‘kematian’ dalam kehidupan, kematian hati sebelum kematian jasad. Na’udzubillah min dzalik.Dampak dari kelalaian ini bersifat gradual dan seringkali tidak disadari. Seperti besi yang berkarat secara perlahan, hati yang tidak pernah dirawat dengan zikir dan ibadah akan menjadi kotor dan berkarat. Allah berfirman,كَلَّا ۖ بَلْ ۜ رَانَ عَلَىٰ قُلُوبِهِم مَّا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ“Sekali-kali tidak! Sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (QS. Al-Muthaffifin: 14)Setiap kali kita memilih untuk melalaikan waktu, sekat antara kita dan Allah akan semakin menebal, membuat kita semakin sulit merasakan manisnya iman dan lezatnya ketaatan.Inilah yang disebut dengan ghaflah (lalai) dalam terminologi Al-Qur’an. Allah menggambarkan keadaan orang-orang yang lalai sebagai orang yang tidur, tetapi mata hati mereka tertutup sehingga tidak dapat melihat tanda-tanda kebesaran Allah. “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah)…” (QS. Al-A’raf: 179). Mereka hidup, bernafas, dan beraktivitas, tetapi hakikatnya mereka telah ‘mati’ karena hati mereka tidak terhubung dengan Penciptanya.Oleh karenanya, kematian jasad hanya memindahkan seseorang dari satu keadaan kepada keadaan lain sesuai amalnya. Sedangkan kematian hati dalam kelalaian adalah sebuah kemunduran dan kehancuran yang terjadi di dunia, yang menjadi penyebab utama kesengsaraan di akhirat. Maka, berbahagialah orang yang selalu memeriksa hatinya dan menjaganya dari kelalaian dengan selalu mengingat Allah.Kematian vs. kelalaianBagi seorang muslim yang meninggal dalam ketaatan, kematian adalah pintu menuju kehidupan abadi yang penuh kenikmatan. Kematian justru menjadi persinggahan menuju surga. Sebaliknya, kelalaian dalam menghabiskan waktu adalah benih-benih yang akan menuai kesengsaraan, baik di dunia (gelisah, tidak berkah) maupun di akhirat (penyesalan dan azab).Kematian bukanlah akhir, melainkan awal perjalanan yang sesungguhnya. Dunia hanyalah ladang amal, sedangkan akhirat adalah tempat menuai hasil dari apa yang kita tanam. Barang siapa yang mengisi waktunya dengan amal saleh, maka kematian menjadi perantara menuju kebahagiaan. Namun, siapa saja yang lalai, maka kematian menjadi awal dari penyesalan panjang yang tak berujung.Allah Ta’ala berfirman,حَتَّىٰٓ إِذَا جَآءَ أَحَدَهُمُ ٱلْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ٱرْجِعُونِ . لَعَلِّيٓ أَعْمَلُ صَٰلِحًا فِيمَا تَرَكْتُ ۚ كَلَّآ ۚ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَآئِلُهَا ۖ وَمِن وَرَآئِهِم بَرْزَخٌ إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ“(Demikianlah keadaan orang kafir) hingga apabila datang kematian kepada salah seorang dari mereka, dia berkata, ‘Ya Rabb-ku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku dapat berbuat amal saleh terhadap yang telah aku tinggalkan.’ Sekali-kali tidak! Sesungguhnya itu hanyalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada barzakh sampai hari mereka dibangkitkan.” (QS. Al-Mu’minun: 99–100)Ayat ini menegaskan bahwa penyesalan setelah kematian tidak akan bermanfaat. Kesempatan untuk beramal hanya ada di dunia. Maka, siapa saja yang menyia-nyiakan waktunya, seakan ia menunda kebahagiaan abadi dengan menukar waktunya untuk sesuatu yang fana.Sungguh indah ucapan para salaf, “Dunia adalah ladang akhirat.” Jika ladang ini tidak ditanami dengan amal saleh, maka ia akan gersang tanpa hasil. Sebaliknya, orang yang menabur amal baik akan memanen kebahagiaan di akhirat. Karena itu, setiap detik kehidupan adalah kesempatan emas yang tidak boleh disia-siakan.Bentuk-bentuk menyia-nyiakan waktuMenyia-nyiakan waktu tidak hanya berarti duduk-duduk tanpa melakukan apa-apa. Perbuatan ini memiliki banyak wajah yang seringkali tersamarkan, bahkan dianggap sebagai hal yang normal:Banyak berbicara tanpa guna: Terlalu banyak obrolan duniawi, ghibah (menggunjing), namimah (mengadu domba), dan perkataan dusta.Bermain media sosial berlebihan: Scroll tanpa batas, melihat-lihat hal yang tidak bermanfaat, atau bahkan menjadi alat untuk riya’ dan pamer.Terlalu sibuk dengan urusan dunia: Bekerja memang ibadah, tetapi jika sampai melalaikan salat, menguras waktu untuk keluarga, atau lupa untuk berzikir, maka ia telah berubah menjadi kelalaian.Menunda-nunda amal kebaikan: “Nanti saja salatnya”; “besok saja sedekahnya”; “masih muda, tobatnya nanti saja.” Ini adalah jerat setan yang paling ampuh.Bergaul dengan orang-orang yang lalai: Berteman dengan orang yang tidak mengingatkan kita kepada Allah akan membuat kita terbawa dalam kubangan kelalaian.Bagaimana menyelamatkan diri dari bahaya ini?Rasulullah ﷺ telah memberikan kita panduan untuk memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya.Hiduplah dengan dua prinsip utama: iman dan amal salehAllah berfirman,وَالعَصرِ . إِنَّ الإِنسانَ لَفى خُسرٍ . إِلَّا الَّذينَ آمَنوا وَعَمِلُوا الصّالِحاتِ وَتَواصَوا بِالحَقِّ وَتَواصَوا بِالصَّبرِ“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al-‘Asr: 1-3)Surah ini adalah pedoman hidup. Selamat dari kerugian hanya dengan empat syarat: iman, amal saleh, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati dalam kesabaran.Manfaatkan lima kesempatan sebelum datang lima penghalangRasulullah ﷺ bersabda,اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ ، وَغِنَاءَكَ قَبْلَ فَقْرِكَ ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ“Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara: masa mudamu sebelum datang masa tuamu, masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu, masa kayamu sebelum datang masa miskinmu, waktu luangmu sebelum datang waktu sibukmu, dan hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR. Al-Hakim)Perbanyak zikir dan mengingat kematianSenantiasa mengingat Allah akan membuat hati hidup dan tidak lalai. Mengingat kematian akan memotivasi kita untuk tidak menunda-nunda amal kebaikan. Rasulullah ﷺ bersabda,أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ“Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan.” (HR. An-Nasa’i no. 1824, Tirmidzi no. 2307, Ibnu Majah no. 4258, dan Ahmad 2: 292)Buat agenda dan evaluasi diri (muhasabah)Sebagaimana para salafussalih, biasakan untuk mengevaluasi diri setiap hari. Apa yang telah dilakukan pagi, siang, dan sore? Untuk apa saja waktu dihabiskan? Allah berfirman,يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)…” (QS. Al-Hasyr: 18)Mari berubah, mulai dari sekarang!Saudaraku, waktu adalah kehidupan. Kehidupan kita hakikatnya adalah kumpulan dari detik, menit, dan jam yang kita lalui. Maka, membiarkan waktu berlalu tanpa makna sama saja dengan membiarkan kehidupan kita habis dengan sia-sia.Mari kita jadikan peringatan Ibnul Qayyim ini sebagai cambuk untuk bangkit. Jangan tunggu nanti, karena kita tidak tahu apakah nanti itu masih ada. Isilah waktu dengan tilawah Qur’an, salat sunah, menuntut ilmu, sedekah, silaturahim, dan semua amal yang mendekatkan diri kepada-Nya.Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang pandai bersyukur dengan memanfaatkan waktu untuk ketaatan, dan melindungi kita dari kelalaian yang membinasakan. Aamiin ya Rabbal ‘alamin. Wallahu a’lam.Baca juga: Nikmat Waktu dalam Pandangan Seorang Muslim***Penulis: Fauzan HidayatArtikel Muslim.or.id
Daftar Isi ToggleKematian adalah kepastian, kelalaian adalah pilihanDampak kelalaianKematian vs. kelalaianBentuk-bentuk menyia-nyiakan waktuBagaimana menyelamatkan diri dari bahaya ini?Hiduplah dengan dua prinsip utama: iman dan amal salehManfaatkan lima kesempatan sebelum datang lima penghalangPerbanyak zikir dan mengingat kematianBuat agenda dan evaluasi diri (muhasabah)Mari berubah, mulai dari sekarang!Segala puji bagi Allah, Rabb yang mengatur malam dan siang sebagai tanda dan peringatan bagi hamba-hamba-Nya yang berfikir. Selawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, teladan dalam segala detik kebaikan, serta kepada keluarganya, sahabatnya, dan kita semua yang senantiasa berusaha meneladaninya.Saudaraku seiman, dalam hiruk-pikuk dunia yang serba cepat ini, waktu terasa berlalu begitu saja. Hari berganti hari, pekan berganti pekan, tanpa terasa usia kita pun bertambah. Namun, pernahkah kita berhenti sejenak dan merenungi: untuk apa saja waktu yang telah berlalu itu digunakan? Apakah untuk hal-hal yang mendatangkan rida-Nya atau justru untuk kelalaian yang menjerumuskan?Sebuah peringatan sangat keras dan mendalam disampaikan oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah. Beliau berkata,إضاعةُ الوقت أشدُّ من الموت ؛ لأنَّ إضاعة الوقت تقطعك عن الله والدار الآخرة، والموتُ يقطعك عن الدنيا وأهلها“Menyia-nyiakan waktu lebih berbahaya dari kematian. Karena menyia-nyiakan waktu akan memutuskanmu dari Allah dan negeri akhirat, sedangkan kematian hanya memutuskan dirimu dari dunia dan penduduknya.” (Al-Fawaid, hal. 44)Subhanallah! Betapa tajam dan dalamnya nasihat ini. Beliau menyamakan kelalaian akan waktu dengan sebuah bahaya yang tingkatannya bahkan melebihi kematian. Mengapa bisa demikian?Kematian adalah kepastian, kelalaian adalah pilihanKematian adalah sesuatu yang pasti datangnya. Karena kematian adalah ajaibul ajal (peristiwa yang telah ditentukan) yang akan memutuskan setiap makhluk dari kehidupan dunianya, serta sebagai takdir yang harus dijalani. Namun, menyia-nyiakan waktu adalah pilihan. Sadar atau tidak, kita memalingkan amanah waktu dari pengisian yang benar. Berbuat dosa karena terlena adalah pilihan. Bermalas-malasan dari ibadah adalah pilihan. Inilah yang membuatnya sangat berbahaya karena kita akan dimintai pertanggungjawaban atas pilihan kita tersebut.Allah Ta’ala telah memberikan kita akal dan hidayah untuk membedakan antara yang haq dan batil. Setiap detik yang berlalu, kita sebenarnya sedang membuat pilihan: memilih untuk taat atau maksiat, memilih untuk berzikir atau berlalu, memilih untuk menuntut ilmu atau menghabiskan waktu dengan hiburan yang melalaikan. Dalam hadits qudsi, Allah berfirman,يَا عِبَادِي إِنَّكُمْ تُخْطِئُوْنَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَأَناَ أَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعاً، فَاسْتَغْفِرُوْنِي أَغْفِرْ لَكُمْ“Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kalian semuanya melakukan dosa pada malam dan siang hari, padahal Aku Maha mengampuni dosa semuanya. Maka mintalah ampun kepada-Ku, niscaya akan Aku ampuni kalian.” (HR. Muslim)Hadis ini menunjukkan bahwa pintu untuk memilih tobat dan mengisi waktu dengan kebaikan selalu terbuka lebar selama nyawa masih dikandung badan.Rasulullah ﷺ telah memperingatkan tentang dua nikmat yang sering dilalaikan oleh kebanyakan manusia, yaitu kesehatan dan waktu luang. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ“Ada dua nikmat yang kebanyakan manusia tertipu dengan keduanya, yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari)Kelalaian terhadap waktu adalah bentuk ketidaksyukuran kita terhadap nikmat Allah yang paling mendasar. Kita diberikan modal kehidupan, namun kita sia-siakan modal itu untuk hal-hal yang tidak menghasilkan ‘keuntungan’ untuk kehidupan abadi kita kelak. Betapa meruginya seorang pedagang yang menyia-nyiakan modal utamanya.Oleh karena itu, ketika ajal menjemput, tidak ada lagi pilihan. Saat itu, berakhir sudah semua kesempatan untuk beramal. Namun, selama jantung masih berdetak, pilihan untuk bertobat, berubah, dan memanfaatkan waktu dengan optimal masih sepenuhnya berada di tangan kita. Kelalaian adalah kezaliman kita terhadap diri sendiri karena menyia-nyiakan kesempatan emas yang Allah berikan.Dampak kelalaianKematian memutuskan kita dari dunia yang fana dan mengakhiri kesempatan kita untuk beramal. Sedangkan menyia-nyiakan waktu memutuskan hubungan kita dengan Allah dan akhirat selagi kita masih hidup dan memiliki kesempatan untuk berubah. Orang yang lalai akan waktunya, hatinya bisa menjadi keras, sulit menerima kebenaran, dan menjauh dari mengingat Allah. Ini adalah ‘kematian’ dalam kehidupan, kematian hati sebelum kematian jasad. Na’udzubillah min dzalik.Dampak dari kelalaian ini bersifat gradual dan seringkali tidak disadari. Seperti besi yang berkarat secara perlahan, hati yang tidak pernah dirawat dengan zikir dan ibadah akan menjadi kotor dan berkarat. Allah berfirman,كَلَّا ۖ بَلْ ۜ رَانَ عَلَىٰ قُلُوبِهِم مَّا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ“Sekali-kali tidak! Sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (QS. Al-Muthaffifin: 14)Setiap kali kita memilih untuk melalaikan waktu, sekat antara kita dan Allah akan semakin menebal, membuat kita semakin sulit merasakan manisnya iman dan lezatnya ketaatan.Inilah yang disebut dengan ghaflah (lalai) dalam terminologi Al-Qur’an. Allah menggambarkan keadaan orang-orang yang lalai sebagai orang yang tidur, tetapi mata hati mereka tertutup sehingga tidak dapat melihat tanda-tanda kebesaran Allah. “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah)…” (QS. Al-A’raf: 179). Mereka hidup, bernafas, dan beraktivitas, tetapi hakikatnya mereka telah ‘mati’ karena hati mereka tidak terhubung dengan Penciptanya.Oleh karenanya, kematian jasad hanya memindahkan seseorang dari satu keadaan kepada keadaan lain sesuai amalnya. Sedangkan kematian hati dalam kelalaian adalah sebuah kemunduran dan kehancuran yang terjadi di dunia, yang menjadi penyebab utama kesengsaraan di akhirat. Maka, berbahagialah orang yang selalu memeriksa hatinya dan menjaganya dari kelalaian dengan selalu mengingat Allah.Kematian vs. kelalaianBagi seorang muslim yang meninggal dalam ketaatan, kematian adalah pintu menuju kehidupan abadi yang penuh kenikmatan. Kematian justru menjadi persinggahan menuju surga. Sebaliknya, kelalaian dalam menghabiskan waktu adalah benih-benih yang akan menuai kesengsaraan, baik di dunia (gelisah, tidak berkah) maupun di akhirat (penyesalan dan azab).Kematian bukanlah akhir, melainkan awal perjalanan yang sesungguhnya. Dunia hanyalah ladang amal, sedangkan akhirat adalah tempat menuai hasil dari apa yang kita tanam. Barang siapa yang mengisi waktunya dengan amal saleh, maka kematian menjadi perantara menuju kebahagiaan. Namun, siapa saja yang lalai, maka kematian menjadi awal dari penyesalan panjang yang tak berujung.Allah Ta’ala berfirman,حَتَّىٰٓ إِذَا جَآءَ أَحَدَهُمُ ٱلْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ٱرْجِعُونِ . لَعَلِّيٓ أَعْمَلُ صَٰلِحًا فِيمَا تَرَكْتُ ۚ كَلَّآ ۚ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَآئِلُهَا ۖ وَمِن وَرَآئِهِم بَرْزَخٌ إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ“(Demikianlah keadaan orang kafir) hingga apabila datang kematian kepada salah seorang dari mereka, dia berkata, ‘Ya Rabb-ku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku dapat berbuat amal saleh terhadap yang telah aku tinggalkan.’ Sekali-kali tidak! Sesungguhnya itu hanyalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada barzakh sampai hari mereka dibangkitkan.” (QS. Al-Mu’minun: 99–100)Ayat ini menegaskan bahwa penyesalan setelah kematian tidak akan bermanfaat. Kesempatan untuk beramal hanya ada di dunia. Maka, siapa saja yang menyia-nyiakan waktunya, seakan ia menunda kebahagiaan abadi dengan menukar waktunya untuk sesuatu yang fana.Sungguh indah ucapan para salaf, “Dunia adalah ladang akhirat.” Jika ladang ini tidak ditanami dengan amal saleh, maka ia akan gersang tanpa hasil. Sebaliknya, orang yang menabur amal baik akan memanen kebahagiaan di akhirat. Karena itu, setiap detik kehidupan adalah kesempatan emas yang tidak boleh disia-siakan.Bentuk-bentuk menyia-nyiakan waktuMenyia-nyiakan waktu tidak hanya berarti duduk-duduk tanpa melakukan apa-apa. Perbuatan ini memiliki banyak wajah yang seringkali tersamarkan, bahkan dianggap sebagai hal yang normal:Banyak berbicara tanpa guna: Terlalu banyak obrolan duniawi, ghibah (menggunjing), namimah (mengadu domba), dan perkataan dusta.Bermain media sosial berlebihan: Scroll tanpa batas, melihat-lihat hal yang tidak bermanfaat, atau bahkan menjadi alat untuk riya’ dan pamer.Terlalu sibuk dengan urusan dunia: Bekerja memang ibadah, tetapi jika sampai melalaikan salat, menguras waktu untuk keluarga, atau lupa untuk berzikir, maka ia telah berubah menjadi kelalaian.Menunda-nunda amal kebaikan: “Nanti saja salatnya”; “besok saja sedekahnya”; “masih muda, tobatnya nanti saja.” Ini adalah jerat setan yang paling ampuh.Bergaul dengan orang-orang yang lalai: Berteman dengan orang yang tidak mengingatkan kita kepada Allah akan membuat kita terbawa dalam kubangan kelalaian.Bagaimana menyelamatkan diri dari bahaya ini?Rasulullah ﷺ telah memberikan kita panduan untuk memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya.Hiduplah dengan dua prinsip utama: iman dan amal salehAllah berfirman,وَالعَصرِ . إِنَّ الإِنسانَ لَفى خُسرٍ . إِلَّا الَّذينَ آمَنوا وَعَمِلُوا الصّالِحاتِ وَتَواصَوا بِالحَقِّ وَتَواصَوا بِالصَّبرِ“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al-‘Asr: 1-3)Surah ini adalah pedoman hidup. Selamat dari kerugian hanya dengan empat syarat: iman, amal saleh, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati dalam kesabaran.Manfaatkan lima kesempatan sebelum datang lima penghalangRasulullah ﷺ bersabda,اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ ، وَغِنَاءَكَ قَبْلَ فَقْرِكَ ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ“Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara: masa mudamu sebelum datang masa tuamu, masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu, masa kayamu sebelum datang masa miskinmu, waktu luangmu sebelum datang waktu sibukmu, dan hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR. Al-Hakim)Perbanyak zikir dan mengingat kematianSenantiasa mengingat Allah akan membuat hati hidup dan tidak lalai. Mengingat kematian akan memotivasi kita untuk tidak menunda-nunda amal kebaikan. Rasulullah ﷺ bersabda,أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ“Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan.” (HR. An-Nasa’i no. 1824, Tirmidzi no. 2307, Ibnu Majah no. 4258, dan Ahmad 2: 292)Buat agenda dan evaluasi diri (muhasabah)Sebagaimana para salafussalih, biasakan untuk mengevaluasi diri setiap hari. Apa yang telah dilakukan pagi, siang, dan sore? Untuk apa saja waktu dihabiskan? Allah berfirman,يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)…” (QS. Al-Hasyr: 18)Mari berubah, mulai dari sekarang!Saudaraku, waktu adalah kehidupan. Kehidupan kita hakikatnya adalah kumpulan dari detik, menit, dan jam yang kita lalui. Maka, membiarkan waktu berlalu tanpa makna sama saja dengan membiarkan kehidupan kita habis dengan sia-sia.Mari kita jadikan peringatan Ibnul Qayyim ini sebagai cambuk untuk bangkit. Jangan tunggu nanti, karena kita tidak tahu apakah nanti itu masih ada. Isilah waktu dengan tilawah Qur’an, salat sunah, menuntut ilmu, sedekah, silaturahim, dan semua amal yang mendekatkan diri kepada-Nya.Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang pandai bersyukur dengan memanfaatkan waktu untuk ketaatan, dan melindungi kita dari kelalaian yang membinasakan. Aamiin ya Rabbal ‘alamin. Wallahu a’lam.Baca juga: Nikmat Waktu dalam Pandangan Seorang Muslim***Penulis: Fauzan HidayatArtikel Muslim.or.id


Daftar Isi ToggleKematian adalah kepastian, kelalaian adalah pilihanDampak kelalaianKematian vs. kelalaianBentuk-bentuk menyia-nyiakan waktuBagaimana menyelamatkan diri dari bahaya ini?Hiduplah dengan dua prinsip utama: iman dan amal salehManfaatkan lima kesempatan sebelum datang lima penghalangPerbanyak zikir dan mengingat kematianBuat agenda dan evaluasi diri (muhasabah)Mari berubah, mulai dari sekarang!Segala puji bagi Allah, Rabb yang mengatur malam dan siang sebagai tanda dan peringatan bagi hamba-hamba-Nya yang berfikir. Selawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, teladan dalam segala detik kebaikan, serta kepada keluarganya, sahabatnya, dan kita semua yang senantiasa berusaha meneladaninya.Saudaraku seiman, dalam hiruk-pikuk dunia yang serba cepat ini, waktu terasa berlalu begitu saja. Hari berganti hari, pekan berganti pekan, tanpa terasa usia kita pun bertambah. Namun, pernahkah kita berhenti sejenak dan merenungi: untuk apa saja waktu yang telah berlalu itu digunakan? Apakah untuk hal-hal yang mendatangkan rida-Nya atau justru untuk kelalaian yang menjerumuskan?Sebuah peringatan sangat keras dan mendalam disampaikan oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah. Beliau berkata,إضاعةُ الوقت أشدُّ من الموت ؛ لأنَّ إضاعة الوقت تقطعك عن الله والدار الآخرة، والموتُ يقطعك عن الدنيا وأهلها“Menyia-nyiakan waktu lebih berbahaya dari kematian. Karena menyia-nyiakan waktu akan memutuskanmu dari Allah dan negeri akhirat, sedangkan kematian hanya memutuskan dirimu dari dunia dan penduduknya.” (Al-Fawaid, hal. 44)Subhanallah! Betapa tajam dan dalamnya nasihat ini. Beliau menyamakan kelalaian akan waktu dengan sebuah bahaya yang tingkatannya bahkan melebihi kematian. Mengapa bisa demikian?Kematian adalah kepastian, kelalaian adalah pilihanKematian adalah sesuatu yang pasti datangnya. Karena kematian adalah ajaibul ajal (peristiwa yang telah ditentukan) yang akan memutuskan setiap makhluk dari kehidupan dunianya, serta sebagai takdir yang harus dijalani. Namun, menyia-nyiakan waktu adalah pilihan. Sadar atau tidak, kita memalingkan amanah waktu dari pengisian yang benar. Berbuat dosa karena terlena adalah pilihan. Bermalas-malasan dari ibadah adalah pilihan. Inilah yang membuatnya sangat berbahaya karena kita akan dimintai pertanggungjawaban atas pilihan kita tersebut.Allah Ta’ala telah memberikan kita akal dan hidayah untuk membedakan antara yang haq dan batil. Setiap detik yang berlalu, kita sebenarnya sedang membuat pilihan: memilih untuk taat atau maksiat, memilih untuk berzikir atau berlalu, memilih untuk menuntut ilmu atau menghabiskan waktu dengan hiburan yang melalaikan. Dalam hadits qudsi, Allah berfirman,يَا عِبَادِي إِنَّكُمْ تُخْطِئُوْنَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَأَناَ أَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعاً، فَاسْتَغْفِرُوْنِي أَغْفِرْ لَكُمْ“Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kalian semuanya melakukan dosa pada malam dan siang hari, padahal Aku Maha mengampuni dosa semuanya. Maka mintalah ampun kepada-Ku, niscaya akan Aku ampuni kalian.” (HR. Muslim)Hadis ini menunjukkan bahwa pintu untuk memilih tobat dan mengisi waktu dengan kebaikan selalu terbuka lebar selama nyawa masih dikandung badan.Rasulullah ﷺ telah memperingatkan tentang dua nikmat yang sering dilalaikan oleh kebanyakan manusia, yaitu kesehatan dan waktu luang. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ“Ada dua nikmat yang kebanyakan manusia tertipu dengan keduanya, yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari)Kelalaian terhadap waktu adalah bentuk ketidaksyukuran kita terhadap nikmat Allah yang paling mendasar. Kita diberikan modal kehidupan, namun kita sia-siakan modal itu untuk hal-hal yang tidak menghasilkan ‘keuntungan’ untuk kehidupan abadi kita kelak. Betapa meruginya seorang pedagang yang menyia-nyiakan modal utamanya.Oleh karena itu, ketika ajal menjemput, tidak ada lagi pilihan. Saat itu, berakhir sudah semua kesempatan untuk beramal. Namun, selama jantung masih berdetak, pilihan untuk bertobat, berubah, dan memanfaatkan waktu dengan optimal masih sepenuhnya berada di tangan kita. Kelalaian adalah kezaliman kita terhadap diri sendiri karena menyia-nyiakan kesempatan emas yang Allah berikan.Dampak kelalaianKematian memutuskan kita dari dunia yang fana dan mengakhiri kesempatan kita untuk beramal. Sedangkan menyia-nyiakan waktu memutuskan hubungan kita dengan Allah dan akhirat selagi kita masih hidup dan memiliki kesempatan untuk berubah. Orang yang lalai akan waktunya, hatinya bisa menjadi keras, sulit menerima kebenaran, dan menjauh dari mengingat Allah. Ini adalah ‘kematian’ dalam kehidupan, kematian hati sebelum kematian jasad. Na’udzubillah min dzalik.Dampak dari kelalaian ini bersifat gradual dan seringkali tidak disadari. Seperti besi yang berkarat secara perlahan, hati yang tidak pernah dirawat dengan zikir dan ibadah akan menjadi kotor dan berkarat. Allah berfirman,كَلَّا ۖ بَلْ ۜ رَانَ عَلَىٰ قُلُوبِهِم مَّا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ“Sekali-kali tidak! Sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (QS. Al-Muthaffifin: 14)Setiap kali kita memilih untuk melalaikan waktu, sekat antara kita dan Allah akan semakin menebal, membuat kita semakin sulit merasakan manisnya iman dan lezatnya ketaatan.Inilah yang disebut dengan ghaflah (lalai) dalam terminologi Al-Qur’an. Allah menggambarkan keadaan orang-orang yang lalai sebagai orang yang tidur, tetapi mata hati mereka tertutup sehingga tidak dapat melihat tanda-tanda kebesaran Allah. “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah)…” (QS. Al-A’raf: 179). Mereka hidup, bernafas, dan beraktivitas, tetapi hakikatnya mereka telah ‘mati’ karena hati mereka tidak terhubung dengan Penciptanya.Oleh karenanya, kematian jasad hanya memindahkan seseorang dari satu keadaan kepada keadaan lain sesuai amalnya. Sedangkan kematian hati dalam kelalaian adalah sebuah kemunduran dan kehancuran yang terjadi di dunia, yang menjadi penyebab utama kesengsaraan di akhirat. Maka, berbahagialah orang yang selalu memeriksa hatinya dan menjaganya dari kelalaian dengan selalu mengingat Allah.Kematian vs. kelalaianBagi seorang muslim yang meninggal dalam ketaatan, kematian adalah pintu menuju kehidupan abadi yang penuh kenikmatan. Kematian justru menjadi persinggahan menuju surga. Sebaliknya, kelalaian dalam menghabiskan waktu adalah benih-benih yang akan menuai kesengsaraan, baik di dunia (gelisah, tidak berkah) maupun di akhirat (penyesalan dan azab).Kematian bukanlah akhir, melainkan awal perjalanan yang sesungguhnya. Dunia hanyalah ladang amal, sedangkan akhirat adalah tempat menuai hasil dari apa yang kita tanam. Barang siapa yang mengisi waktunya dengan amal saleh, maka kematian menjadi perantara menuju kebahagiaan. Namun, siapa saja yang lalai, maka kematian menjadi awal dari penyesalan panjang yang tak berujung.Allah Ta’ala berfirman,حَتَّىٰٓ إِذَا جَآءَ أَحَدَهُمُ ٱلْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ٱرْجِعُونِ . لَعَلِّيٓ أَعْمَلُ صَٰلِحًا فِيمَا تَرَكْتُ ۚ كَلَّآ ۚ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَآئِلُهَا ۖ وَمِن وَرَآئِهِم بَرْزَخٌ إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ“(Demikianlah keadaan orang kafir) hingga apabila datang kematian kepada salah seorang dari mereka, dia berkata, ‘Ya Rabb-ku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku dapat berbuat amal saleh terhadap yang telah aku tinggalkan.’ Sekali-kali tidak! Sesungguhnya itu hanyalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada barzakh sampai hari mereka dibangkitkan.” (QS. Al-Mu’minun: 99–100)Ayat ini menegaskan bahwa penyesalan setelah kematian tidak akan bermanfaat. Kesempatan untuk beramal hanya ada di dunia. Maka, siapa saja yang menyia-nyiakan waktunya, seakan ia menunda kebahagiaan abadi dengan menukar waktunya untuk sesuatu yang fana.Sungguh indah ucapan para salaf, “Dunia adalah ladang akhirat.” Jika ladang ini tidak ditanami dengan amal saleh, maka ia akan gersang tanpa hasil. Sebaliknya, orang yang menabur amal baik akan memanen kebahagiaan di akhirat. Karena itu, setiap detik kehidupan adalah kesempatan emas yang tidak boleh disia-siakan.Bentuk-bentuk menyia-nyiakan waktuMenyia-nyiakan waktu tidak hanya berarti duduk-duduk tanpa melakukan apa-apa. Perbuatan ini memiliki banyak wajah yang seringkali tersamarkan, bahkan dianggap sebagai hal yang normal:Banyak berbicara tanpa guna: Terlalu banyak obrolan duniawi, ghibah (menggunjing), namimah (mengadu domba), dan perkataan dusta.Bermain media sosial berlebihan: Scroll tanpa batas, melihat-lihat hal yang tidak bermanfaat, atau bahkan menjadi alat untuk riya’ dan pamer.Terlalu sibuk dengan urusan dunia: Bekerja memang ibadah, tetapi jika sampai melalaikan salat, menguras waktu untuk keluarga, atau lupa untuk berzikir, maka ia telah berubah menjadi kelalaian.Menunda-nunda amal kebaikan: “Nanti saja salatnya”; “besok saja sedekahnya”; “masih muda, tobatnya nanti saja.” Ini adalah jerat setan yang paling ampuh.Bergaul dengan orang-orang yang lalai: Berteman dengan orang yang tidak mengingatkan kita kepada Allah akan membuat kita terbawa dalam kubangan kelalaian.Bagaimana menyelamatkan diri dari bahaya ini?Rasulullah ﷺ telah memberikan kita panduan untuk memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya.Hiduplah dengan dua prinsip utama: iman dan amal salehAllah berfirman,وَالعَصرِ . إِنَّ الإِنسانَ لَفى خُسرٍ . إِلَّا الَّذينَ آمَنوا وَعَمِلُوا الصّالِحاتِ وَتَواصَوا بِالحَقِّ وَتَواصَوا بِالصَّبرِ“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al-‘Asr: 1-3)Surah ini adalah pedoman hidup. Selamat dari kerugian hanya dengan empat syarat: iman, amal saleh, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati dalam kesabaran.Manfaatkan lima kesempatan sebelum datang lima penghalangRasulullah ﷺ bersabda,اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ ، وَغِنَاءَكَ قَبْلَ فَقْرِكَ ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ“Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara: masa mudamu sebelum datang masa tuamu, masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu, masa kayamu sebelum datang masa miskinmu, waktu luangmu sebelum datang waktu sibukmu, dan hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR. Al-Hakim)Perbanyak zikir dan mengingat kematianSenantiasa mengingat Allah akan membuat hati hidup dan tidak lalai. Mengingat kematian akan memotivasi kita untuk tidak menunda-nunda amal kebaikan. Rasulullah ﷺ bersabda,أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ“Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan.” (HR. An-Nasa’i no. 1824, Tirmidzi no. 2307, Ibnu Majah no. 4258, dan Ahmad 2: 292)Buat agenda dan evaluasi diri (muhasabah)Sebagaimana para salafussalih, biasakan untuk mengevaluasi diri setiap hari. Apa yang telah dilakukan pagi, siang, dan sore? Untuk apa saja waktu dihabiskan? Allah berfirman,يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)…” (QS. Al-Hasyr: 18)Mari berubah, mulai dari sekarang!Saudaraku, waktu adalah kehidupan. Kehidupan kita hakikatnya adalah kumpulan dari detik, menit, dan jam yang kita lalui. Maka, membiarkan waktu berlalu tanpa makna sama saja dengan membiarkan kehidupan kita habis dengan sia-sia.Mari kita jadikan peringatan Ibnul Qayyim ini sebagai cambuk untuk bangkit. Jangan tunggu nanti, karena kita tidak tahu apakah nanti itu masih ada. Isilah waktu dengan tilawah Qur’an, salat sunah, menuntut ilmu, sedekah, silaturahim, dan semua amal yang mendekatkan diri kepada-Nya.Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang pandai bersyukur dengan memanfaatkan waktu untuk ketaatan, dan melindungi kita dari kelalaian yang membinasakan. Aamiin ya Rabbal ‘alamin. Wallahu a’lam.Baca juga: Nikmat Waktu dalam Pandangan Seorang Muslim***Penulis: Fauzan HidayatArtikel Muslim.or.id

Dan siapa yang Dapat Mengampuni Dosa-Dosa Selain Allah?

وَمَن يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ Oleh: Fatimah Al-Amir فاطمة الأمير قد تحدِّثك نفسك بأن الذنوب كثيرة، والأخطاء عظيمة، وتبدأ نفسك بالتردد في الدخول إلى عالم التوبة، وتشرد فيما فعلت من الذنوب فيما مضى، وكيف لم تترك من المعاصي شيئًا إلا وقد فعلتَه، فتبدأ الذكريات تقضُّ مضجعَك، وتؤرِّق نومك، وتنغِّص حياتك، ويتسلل الشيطان إلى نفسك، فيوهمك أنه لا توبة لك بعد كل ما اقترفت سابقًا من الزلات والهفوات. فتتذكر كيف مضت السنون من حياتك متسربة من بين يديك؛ فتبكي وتتحسر وفي ذلك صدق التوبة، ثم تتساءل: هل يغفر الله لي؟ هل أضمن قبول توبتي إن تبت إلى الله؟ أقول لكم: إخوتي إن لنا ربًّا يغفر ويمحو الذنوب، وقد سبقت رحمته وعفوه غضبه، فلماذا نشكك في قبول توبتنا؟ ولنتأمل هذه الآية الكريمة: ﴿ وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ ﴾ [الأعراف: 156]. Mungkin hatimu pernah bergumam kepadamu bahwa dosa-dosamu sangat banyak dan kesalahan-kesalahanmu amat besar. Lalu hatimu mulai ragu untuk memasuki alam pertobatan, mengenang dosa-dosa yang telah ia kerjakan di masa lampau, dan bagaimana kamu tidak membiarkan satupun kemaksiatan kecuali kamu kerjakan. Ingatan-ingatan itu mulai mengusik tempat tidurmu, mengganggu tidurmu, dan memperkeruh hidupmu, serta setan mulai menyusup ke dalam dirimu untuk membuatmu mengira bahwa tidak ada lagi tobat bagimu setelah segala kesalahan dan dosa yang telah kamu perbuat. Kemudian kamu teringat bagaimana tahun demi tahun kehidupanmu menyusup di hadapanmu, sehingga kamu menangis dan menyesal. Ketika itulah datang keinginan tulus untuk bertobat, lalu kamu bertanya-tanya, “Apakah Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan mengampuniku? Apakah aku dapat menjamin tobatku dapat diterima jika aku bertobat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala?” Saya katakan kepada kalian: Wahai saudara-saudaraku! Kita memiliki Tuhan Yang Maha Mengampuni dan Menghapus dosa-dosa. Rahmat dan ampunan-Nya melebihi kemurkaan-Nya. Mengapa kita ragu terhadap penerimaan tobat kita? Marilah kita menghayati ayat yang mulia ini: وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ “Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu.” (QS. Al-A’raf: 156). إلى كل من استصعب مغفرة الذنوب وقبول التوبة: أبواب الله مفتوحة متى طرقتها أنت، ولكن تجنَّب أن تشترط على الله في قبول المغفرة؛ كأن تقول: سأتوب إن غفر الله لي، وانظروا إلى رواية إسلام عمرو بن العاص يقول: “فلما جعل الله الإسلام في قلبي، أتيت النبي صلى الله عليه وسلم وقلت: ابسط يمينك فلأبايعك، فبسط يمينة فقبضت يدي، قال: مالك يا عمرو؟ قال: قلت: أردت أن اشترط؟ قال: تشترط بماذا؟ قلت: أن يغفر لي، قال: أما علمت يا عمرو أن الإسلام يهدِم ما قبله، وأن الهجرة تهدم ما كانت قبلها، وأن الحج يهدم ما كان قبله؟. Bagi setiap orang yang merasa sulit menggapai ampunan atas dosa-dosa dan penerimaan tobatnya: Pintu-pintu Allah Subhanahu Wa Ta’ala senantiasa terbuka setiap kali kamu mengetuknya. Namun, jangan sampai kamu menetapkan syarat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala agar menerima tobatmu, seakan-akan kamu berkata, “Aku akan bertobat, asalkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengampuniku.” Perhatikanlah kisah keislaman Amru bin Al-Ash yang dia ceritakan sendiri, “Ketika Allah Subhanahu Wa Ta’ala menetapkan Islam dalam hatiku, aku segera mendatangi Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam dan berkata, ‘Tolong julurkanlah tangan engkau, karena sungguh aku akan berbaiat kepada engkau.’ Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam pun menjulurkan tangan kanan beliau lalu menggenggam tanganku. Lalu beliau bertanya, ‘Ada apa denganmu, wahai Amru?’ Aku menjawab, ‘Aku ingin menetapkan syarat.’ Beliau bertanya lagi, ‘Syarat apa?’ Aku menjawab, ‘Syarat bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala harus mengampuniku.’ Beliau lalu bersabda, ‘Tidakkah kamu mengetahui, wahai Amru! Bahwa masuk Islam akan menggugurkan dosa yang ada sebelumnya, dan hijrah juga akan menggugurkan dosa yang ada sebelumnya, serta haji juga akan menggugurkan dosa yang ada sebelumnya?’” ولو تأملنا هذه الرواية لزال ما في النفس من تساؤلات، وخلا القلب من تسلُّلات الشيطان؛ لأن معنى التواب أنه غافر الذنوب جميعها متى طرقت أبوابه، فلا يجوز الاشتراط على صاحب الكرم والجود والعطاء: ﴿ قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ ﴾ [الزمر: 53]. Seandainya kita memperhatikan dengan baik kisah ini, niscaya pertanyaan-pertanyaan itu akan hilang dari dalam diri, dan hembusan-hembusan keraguan dari setan akan sirna dari hati, karena makna dari Maha Penerima Tobat yakni mengampuni seluruh dosa, selagi pintu-pintu tobat-Nya diketuk. Oleh sebab itu, tidak boleh ada pengajuan syarat terhadap Yang Maha Pemurah, Maha Dermawan, dan Maha Pemberi.  قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ “Katakanlah (Nabi Muhammad), ‘Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas (dengan menzalimi) dirinya sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’” (QS. Az-Zumar: 53). انظروا إلى رحمة الله عز وجل: ﴿ لَا تَقْنَطُـوا مِن رَحْمَةِ اللهِ ﴾؛ أي: يا أيتها الأنفس، لا تيئَسوا ولا تحزنوا، فتلقوا بأيديكم إلى التهلكة، وتقولوا: قد كثُرت ذنوبنا، وتراكمت عيوبنا، فليس لها طريق ولا سبيل، فتبقى القلوب بسبب ذلك مُصرة على العصيان، سالكة دروب الضلال، متزودة بكل معاني الغفلة والكسل، ولكن اعلموا أن ربكم يغفـر الذنوب جميعًا من الشرك، والقتل والزنا والربا والظلم، وغير ذلك من الذنوب، ولهذا كانت من أسمائه أنه التواب؛ فانفُض الشك في قبولها، وأقبل تُفتحْ لك أبواب الخير والتوبة متى طرقتها. Lihatlah bagaimana rahmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala: “Janganlah berputus asa dari rahmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala.” Yakni, wahai manusia! Janganlah kalian berputus asa dan bersedih sehingga membuat kalian menjerumuskan diri ke dalam kebinasaan, dan mengucapkan, “Sungguh dosa-dosa kita amat banyak dan keburukan-keburukan kita sudah menggunung!” Sehingga diri kalian merasa tidak punya lagi jalan keluar, lalu karena hal itu, hati kalian terus melakukan kemaksiatan, menempuh jalan kesesatan, dan menambah segala bentuk kelalaian dan kelengahan. Namun, justru ketahuilah bahwa Tuhan kalian Maha Mengampuni segala dosa, baik itu berupa dosa kesyirikan, pembunuhan, zina, riba, kezaliman, dan dosa-dosa lainnya. Oleh sebab itulah, salah satu nama-Nya adalah “At-Tawwab”, Maha Penerima Tobat. Jadi, tepislah segala keraguan terhadap penerimaan tobat, dan menghadaplah kepada-Nya niscaya dibukakan bagimu pintu-pintu kebaikan dan tobat, selagi kamu mengetuknya. أما الإحساس الذي قد يداخلك، فإنه نابع من عدم يقين النفس بسعة رحمة الخالق، ونقص في الإيمان، وضعف بداخل القلوب ووساوس من الشيطان أن الله لن يغفر لك! فاطُرد كل هؤلاء، واستعذ بالله، وانطلق لتنعم بركاب التوبة، ومغفرة الذنوب جميعها. Adapun perasaan ragu yang terkadang muncul dalam dirimu, maka itu berasal dari ketidakyakinan diri terhadap luasnya rahmat Sang Pencipta, kurangnya iman, dan kelemahan yang ada dalam hati serta bisikan dari setan bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak akan mengampunimu! Oleh sebab itu, usirlah itu semua, mohonlah pertolongan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, dan bangkitlah agar kamu dapat menikmati pertobatan dan ampunan segala dosa. إذًا فلتنظر إلى نفسك، فإن رأيت روحَك وقد صعدت وأبحرتْ في سفينة التوبة، وبدأت تتصارع عليك الأفكار والهواجس كأمواج البحار التي تعصف بالسفينة وركابها تارةً إلى اليمين، وتارةً أخرى إلى اليسار، فبنت تلك الأفكار حاجزًا عاليًا تقول لك: لن تُغفر ذنوبك، ولن تُقبل توبتك، حينها ينتابك الفزع والهلع، وتشعر بغصة تخنق روحك، وتنزل تلك اللآلئ الصغيرة، وتُرفع تلك العيون الذابلة والقلوب المستجيرة، ولم تنطق إلا بكلمة واحدة: يا رب. تنطقها بكل جوارحك ويهتز لها جميعُ جسدك؛ فتشعر بصداها وصدقها، وكأن الكون كله يصرخ معك، ويمر أمام عينك شريط من الذكريات يعرض عليك كلَّ أخطائك وتقصيرك، بدايةً من ترك الصلاة، وهجر القرآن، وترك الفرائض والسُّنن، ومرورًا بفعل الصغائر والكبائر من الذنوب، فتهلع أكثر وتتساءل أكثر: هل يغفر الله لي؟ Jadi, lihatlah dirimu sendiri! Ketika kamu mendapati ruhmu telah berlayar di atas bahtera pertobatan, lalu pikiran-pikiran dan bisikan-bisikan buruk mulai mengamuk bagaikan deburan ombak yang mengombang-ambingkan bahtera dan penumpangnya ke kiri dan ke kanan, sehingga pikiran-pikiran itu mulai menjadi tembok pemisah yang tinggi, “Dosamu tidak akan diampuni! Tobatmu tidak akan diterima!” Ketika itu, ketakutan dan kekhawatiran silih berganti menyudutkanmu dan kamu merasakan sesuatu mencekik ruhmu. Namun, butir-butir harapan mulai turun, mengangkat kembali mata yang sayu dan hati yang berharap pertolongan, yang kamu ucapkan hanya kalimat, “Ya Tuhanku!” Kamu mengucapkannya sepenuh jiwa dan raga dan seluruh tubuhmu bergetar olehnya, sehingga kamu merasakan getaran dan ketulusannya, seakan-akan alam semesta ikut berseru bersamamu. Lalu di depan matamu terlintas rekaman ingatan-ingatan tentang segala kesalahan dan kelalaianmu, mulai dari meninggalkan shalat, mengabaikan Al-Qur’an, melupakan amal-amal wajib dan sunnah, hingga segala dosa kecil dan besar. Kamu kemudian semakin bertanya-tanya, “Apakah Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan mengampuniku?” فما هي إلا لحظات حتى يَمُن الله عليك، وتملأ رُوحك السكينةُ، وتبدأ علامات قبول التوبة في الظهور، فيطمئن قلبك بعدما تداخلت به الظنون أن الله لن يغفر لك، فتشعر أن الكون بكل ما فيه مسخر لتنعم بركاب التائبين. Tidak lama setelah itu, Allah Subhanahu Wa Ta’ala melimpahkan karunia kepadamu, memenuhi jiwamu dengan ketenangan, dan tanda-tanda penerimaan tobatmu mulai terlihat, sehingga hatimu menjadi damai, yang sebelumnya penuh dengan prasangka bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak akan mengampunimu, kemudian kamu merasa bahwa alam semesta dengan segala yang ada di dalamnya bergerak agar menuntunmu bergabung bersama kafilah orang-orang yang bertobat. أقبل ولا تخِف، أبحر ولا تتردَّد، اطرق يُفتحْ لك، هروِل يُستجاب لك، لماذا؟! لأنه الله، لأنه التواب، لأنه الغفور؛ عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال: سمعتُ رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: (قال اللهُ تعالى: يا بنَ آدَم، إِنَّك ما دَعَوتَني ورَجَوتَني غَفَرتُ لِكَ على ما كان منكَ ولا أُبالي، يا بن آدَمَ لو بَلَغَت ذُنوبُك عَنَانَ السَّماءِ ثمَّ استَغفرَتَنِي غَفَرتُ لَكَ، يا بنَ آدَمَ إنك لو أتَيتَنِي بقُرابِ الأرضِ خَطَايَا ثم لقِيتنِي لا تُشرِكُ بي شَيئًا لأتَيتُكَ بقُرابها مغفِرة)؛ رواه الترمذي، وقال: حديث حسن صحيح. Datanglah dan jangan takut! Berlayarlah dan jangan ragu! Ketuklah pasti akan dibukakan untukmu! Bersegeralah niscaya kamu akan disambut! Mengapa demikian? Karena Dia adalah Allah Subhanahu Wa Ta’ala, karena Dia Maha Penerima Tobat, karena Dia Maha Pengampun. Diriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu bahwa ia mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda: قال اللهُ تعالى: يا بنَ آدَم، إِنَّك ما دَعَوتَني ورَجَوتَني غَفَرتُ لِكَ على ما كان منكَ ولا أُبالي، يا بن آدَمَ لو بَلَغَت ذُنوبُك عَنَانَ السَّماءِ ثمَّ استَغفرَتَنِي غَفَرتُ لَكَ، يا بنَ آدَمَ إنك لو أتَيتَنِي بقُرابِ الأرضِ خَطَايَا ثم لقِيتنِي لا تُشرِكُ بي شَيئًا لأتَيتُكَ بقُرابها مغفِرة  “Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: ‘Wahai anak Adam! Sesungguhnya tidaklah kamu berdoa dan berharap kepadaku, melainkan Aku akan mengampunimu atas segala dosa darimu tanpa Aku pedulikan! Wahai anak Adam! Seandainya dosamu mencapai awan di langit, lalu kamu memohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampunimu! Wahai anak Adam! Sungguh seandainya kamu datang kepada-Ku membawa dosa-dosa sepenuh bumi, tapi kamu menemuiku tanpa menyekutukan-Ku dengan apapun, niscaya Aku akan mendatangimu dengan ampunan sepenuh bumi pula.’” (HR. At-Tirmidzi, dan ia mengatakan, “Hadis ini hasan sahih”). فما خاب عبد طرَق أبواب الله مستجيرًا به إلا وقد عفا عنه مهما بلغت خطاياه، واعلم أن لكل عبد سفينة لن تُبحر بدونه مهما طال بك الوقت، فإن فاتتك تلك فابحثْ عن الأخرى، فإنها تنتظرك بشوق فلا تجعلها تبحر بدونك. Tidak ada seorang hamba yang mengetuk pintu-pintu Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan mengharap pertolongan-Nya, melainkan Dia akan mengampuninya, sebesar apa pun dosa-dosanya. Ketahuilah bahwa setiap hamba punya bahtera yang tidak akan berlayar tanpa dirinya, selama apa pun ia harus menunggu. Apabila bahtera itu meninggalkanmu, maka carilah bahtera berikutnya, karena ia akan terus menunggumu dengan penuh kerinduan, maka jangan biarkan ia berlayar tanpamu. Sumber: https://www.alukah.net/sharia/0/135271/ومن-يغفر-الذنوب-إلا-الله/ومنيغفرالذنوبإلاالله/ Sumber artikel PDF 🔍 Tulisan In Shaa Allah, Ayat Kursi Gambar, Benarkah Saat Haid Tidak Boleh Keramas, Catur Haram, Cewek Tidur Ngangkang Visited 109 times, 1 visit(s) today Post Views: 143 QRIS donasi Yufid

Dan siapa yang Dapat Mengampuni Dosa-Dosa Selain Allah?

وَمَن يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ Oleh: Fatimah Al-Amir فاطمة الأمير قد تحدِّثك نفسك بأن الذنوب كثيرة، والأخطاء عظيمة، وتبدأ نفسك بالتردد في الدخول إلى عالم التوبة، وتشرد فيما فعلت من الذنوب فيما مضى، وكيف لم تترك من المعاصي شيئًا إلا وقد فعلتَه، فتبدأ الذكريات تقضُّ مضجعَك، وتؤرِّق نومك، وتنغِّص حياتك، ويتسلل الشيطان إلى نفسك، فيوهمك أنه لا توبة لك بعد كل ما اقترفت سابقًا من الزلات والهفوات. فتتذكر كيف مضت السنون من حياتك متسربة من بين يديك؛ فتبكي وتتحسر وفي ذلك صدق التوبة، ثم تتساءل: هل يغفر الله لي؟ هل أضمن قبول توبتي إن تبت إلى الله؟ أقول لكم: إخوتي إن لنا ربًّا يغفر ويمحو الذنوب، وقد سبقت رحمته وعفوه غضبه، فلماذا نشكك في قبول توبتنا؟ ولنتأمل هذه الآية الكريمة: ﴿ وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ ﴾ [الأعراف: 156]. Mungkin hatimu pernah bergumam kepadamu bahwa dosa-dosamu sangat banyak dan kesalahan-kesalahanmu amat besar. Lalu hatimu mulai ragu untuk memasuki alam pertobatan, mengenang dosa-dosa yang telah ia kerjakan di masa lampau, dan bagaimana kamu tidak membiarkan satupun kemaksiatan kecuali kamu kerjakan. Ingatan-ingatan itu mulai mengusik tempat tidurmu, mengganggu tidurmu, dan memperkeruh hidupmu, serta setan mulai menyusup ke dalam dirimu untuk membuatmu mengira bahwa tidak ada lagi tobat bagimu setelah segala kesalahan dan dosa yang telah kamu perbuat. Kemudian kamu teringat bagaimana tahun demi tahun kehidupanmu menyusup di hadapanmu, sehingga kamu menangis dan menyesal. Ketika itulah datang keinginan tulus untuk bertobat, lalu kamu bertanya-tanya, “Apakah Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan mengampuniku? Apakah aku dapat menjamin tobatku dapat diterima jika aku bertobat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala?” Saya katakan kepada kalian: Wahai saudara-saudaraku! Kita memiliki Tuhan Yang Maha Mengampuni dan Menghapus dosa-dosa. Rahmat dan ampunan-Nya melebihi kemurkaan-Nya. Mengapa kita ragu terhadap penerimaan tobat kita? Marilah kita menghayati ayat yang mulia ini: وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ “Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu.” (QS. Al-A’raf: 156). إلى كل من استصعب مغفرة الذنوب وقبول التوبة: أبواب الله مفتوحة متى طرقتها أنت، ولكن تجنَّب أن تشترط على الله في قبول المغفرة؛ كأن تقول: سأتوب إن غفر الله لي، وانظروا إلى رواية إسلام عمرو بن العاص يقول: “فلما جعل الله الإسلام في قلبي، أتيت النبي صلى الله عليه وسلم وقلت: ابسط يمينك فلأبايعك، فبسط يمينة فقبضت يدي، قال: مالك يا عمرو؟ قال: قلت: أردت أن اشترط؟ قال: تشترط بماذا؟ قلت: أن يغفر لي، قال: أما علمت يا عمرو أن الإسلام يهدِم ما قبله، وأن الهجرة تهدم ما كانت قبلها، وأن الحج يهدم ما كان قبله؟. Bagi setiap orang yang merasa sulit menggapai ampunan atas dosa-dosa dan penerimaan tobatnya: Pintu-pintu Allah Subhanahu Wa Ta’ala senantiasa terbuka setiap kali kamu mengetuknya. Namun, jangan sampai kamu menetapkan syarat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala agar menerima tobatmu, seakan-akan kamu berkata, “Aku akan bertobat, asalkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengampuniku.” Perhatikanlah kisah keislaman Amru bin Al-Ash yang dia ceritakan sendiri, “Ketika Allah Subhanahu Wa Ta’ala menetapkan Islam dalam hatiku, aku segera mendatangi Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam dan berkata, ‘Tolong julurkanlah tangan engkau, karena sungguh aku akan berbaiat kepada engkau.’ Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam pun menjulurkan tangan kanan beliau lalu menggenggam tanganku. Lalu beliau bertanya, ‘Ada apa denganmu, wahai Amru?’ Aku menjawab, ‘Aku ingin menetapkan syarat.’ Beliau bertanya lagi, ‘Syarat apa?’ Aku menjawab, ‘Syarat bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala harus mengampuniku.’ Beliau lalu bersabda, ‘Tidakkah kamu mengetahui, wahai Amru! Bahwa masuk Islam akan menggugurkan dosa yang ada sebelumnya, dan hijrah juga akan menggugurkan dosa yang ada sebelumnya, serta haji juga akan menggugurkan dosa yang ada sebelumnya?’” ولو تأملنا هذه الرواية لزال ما في النفس من تساؤلات، وخلا القلب من تسلُّلات الشيطان؛ لأن معنى التواب أنه غافر الذنوب جميعها متى طرقت أبوابه، فلا يجوز الاشتراط على صاحب الكرم والجود والعطاء: ﴿ قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ ﴾ [الزمر: 53]. Seandainya kita memperhatikan dengan baik kisah ini, niscaya pertanyaan-pertanyaan itu akan hilang dari dalam diri, dan hembusan-hembusan keraguan dari setan akan sirna dari hati, karena makna dari Maha Penerima Tobat yakni mengampuni seluruh dosa, selagi pintu-pintu tobat-Nya diketuk. Oleh sebab itu, tidak boleh ada pengajuan syarat terhadap Yang Maha Pemurah, Maha Dermawan, dan Maha Pemberi.  قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ “Katakanlah (Nabi Muhammad), ‘Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas (dengan menzalimi) dirinya sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’” (QS. Az-Zumar: 53). انظروا إلى رحمة الله عز وجل: ﴿ لَا تَقْنَطُـوا مِن رَحْمَةِ اللهِ ﴾؛ أي: يا أيتها الأنفس، لا تيئَسوا ولا تحزنوا، فتلقوا بأيديكم إلى التهلكة، وتقولوا: قد كثُرت ذنوبنا، وتراكمت عيوبنا، فليس لها طريق ولا سبيل، فتبقى القلوب بسبب ذلك مُصرة على العصيان، سالكة دروب الضلال، متزودة بكل معاني الغفلة والكسل، ولكن اعلموا أن ربكم يغفـر الذنوب جميعًا من الشرك، والقتل والزنا والربا والظلم، وغير ذلك من الذنوب، ولهذا كانت من أسمائه أنه التواب؛ فانفُض الشك في قبولها، وأقبل تُفتحْ لك أبواب الخير والتوبة متى طرقتها. Lihatlah bagaimana rahmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala: “Janganlah berputus asa dari rahmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala.” Yakni, wahai manusia! Janganlah kalian berputus asa dan bersedih sehingga membuat kalian menjerumuskan diri ke dalam kebinasaan, dan mengucapkan, “Sungguh dosa-dosa kita amat banyak dan keburukan-keburukan kita sudah menggunung!” Sehingga diri kalian merasa tidak punya lagi jalan keluar, lalu karena hal itu, hati kalian terus melakukan kemaksiatan, menempuh jalan kesesatan, dan menambah segala bentuk kelalaian dan kelengahan. Namun, justru ketahuilah bahwa Tuhan kalian Maha Mengampuni segala dosa, baik itu berupa dosa kesyirikan, pembunuhan, zina, riba, kezaliman, dan dosa-dosa lainnya. Oleh sebab itulah, salah satu nama-Nya adalah “At-Tawwab”, Maha Penerima Tobat. Jadi, tepislah segala keraguan terhadap penerimaan tobat, dan menghadaplah kepada-Nya niscaya dibukakan bagimu pintu-pintu kebaikan dan tobat, selagi kamu mengetuknya. أما الإحساس الذي قد يداخلك، فإنه نابع من عدم يقين النفس بسعة رحمة الخالق، ونقص في الإيمان، وضعف بداخل القلوب ووساوس من الشيطان أن الله لن يغفر لك! فاطُرد كل هؤلاء، واستعذ بالله، وانطلق لتنعم بركاب التوبة، ومغفرة الذنوب جميعها. Adapun perasaan ragu yang terkadang muncul dalam dirimu, maka itu berasal dari ketidakyakinan diri terhadap luasnya rahmat Sang Pencipta, kurangnya iman, dan kelemahan yang ada dalam hati serta bisikan dari setan bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak akan mengampunimu! Oleh sebab itu, usirlah itu semua, mohonlah pertolongan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, dan bangkitlah agar kamu dapat menikmati pertobatan dan ampunan segala dosa. إذًا فلتنظر إلى نفسك، فإن رأيت روحَك وقد صعدت وأبحرتْ في سفينة التوبة، وبدأت تتصارع عليك الأفكار والهواجس كأمواج البحار التي تعصف بالسفينة وركابها تارةً إلى اليمين، وتارةً أخرى إلى اليسار، فبنت تلك الأفكار حاجزًا عاليًا تقول لك: لن تُغفر ذنوبك، ولن تُقبل توبتك، حينها ينتابك الفزع والهلع، وتشعر بغصة تخنق روحك، وتنزل تلك اللآلئ الصغيرة، وتُرفع تلك العيون الذابلة والقلوب المستجيرة، ولم تنطق إلا بكلمة واحدة: يا رب. تنطقها بكل جوارحك ويهتز لها جميعُ جسدك؛ فتشعر بصداها وصدقها، وكأن الكون كله يصرخ معك، ويمر أمام عينك شريط من الذكريات يعرض عليك كلَّ أخطائك وتقصيرك، بدايةً من ترك الصلاة، وهجر القرآن، وترك الفرائض والسُّنن، ومرورًا بفعل الصغائر والكبائر من الذنوب، فتهلع أكثر وتتساءل أكثر: هل يغفر الله لي؟ Jadi, lihatlah dirimu sendiri! Ketika kamu mendapati ruhmu telah berlayar di atas bahtera pertobatan, lalu pikiran-pikiran dan bisikan-bisikan buruk mulai mengamuk bagaikan deburan ombak yang mengombang-ambingkan bahtera dan penumpangnya ke kiri dan ke kanan, sehingga pikiran-pikiran itu mulai menjadi tembok pemisah yang tinggi, “Dosamu tidak akan diampuni! Tobatmu tidak akan diterima!” Ketika itu, ketakutan dan kekhawatiran silih berganti menyudutkanmu dan kamu merasakan sesuatu mencekik ruhmu. Namun, butir-butir harapan mulai turun, mengangkat kembali mata yang sayu dan hati yang berharap pertolongan, yang kamu ucapkan hanya kalimat, “Ya Tuhanku!” Kamu mengucapkannya sepenuh jiwa dan raga dan seluruh tubuhmu bergetar olehnya, sehingga kamu merasakan getaran dan ketulusannya, seakan-akan alam semesta ikut berseru bersamamu. Lalu di depan matamu terlintas rekaman ingatan-ingatan tentang segala kesalahan dan kelalaianmu, mulai dari meninggalkan shalat, mengabaikan Al-Qur’an, melupakan amal-amal wajib dan sunnah, hingga segala dosa kecil dan besar. Kamu kemudian semakin bertanya-tanya, “Apakah Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan mengampuniku?” فما هي إلا لحظات حتى يَمُن الله عليك، وتملأ رُوحك السكينةُ، وتبدأ علامات قبول التوبة في الظهور، فيطمئن قلبك بعدما تداخلت به الظنون أن الله لن يغفر لك، فتشعر أن الكون بكل ما فيه مسخر لتنعم بركاب التائبين. Tidak lama setelah itu, Allah Subhanahu Wa Ta’ala melimpahkan karunia kepadamu, memenuhi jiwamu dengan ketenangan, dan tanda-tanda penerimaan tobatmu mulai terlihat, sehingga hatimu menjadi damai, yang sebelumnya penuh dengan prasangka bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak akan mengampunimu, kemudian kamu merasa bahwa alam semesta dengan segala yang ada di dalamnya bergerak agar menuntunmu bergabung bersama kafilah orang-orang yang bertobat. أقبل ولا تخِف، أبحر ولا تتردَّد، اطرق يُفتحْ لك، هروِل يُستجاب لك، لماذا؟! لأنه الله، لأنه التواب، لأنه الغفور؛ عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال: سمعتُ رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: (قال اللهُ تعالى: يا بنَ آدَم، إِنَّك ما دَعَوتَني ورَجَوتَني غَفَرتُ لِكَ على ما كان منكَ ولا أُبالي، يا بن آدَمَ لو بَلَغَت ذُنوبُك عَنَانَ السَّماءِ ثمَّ استَغفرَتَنِي غَفَرتُ لَكَ، يا بنَ آدَمَ إنك لو أتَيتَنِي بقُرابِ الأرضِ خَطَايَا ثم لقِيتنِي لا تُشرِكُ بي شَيئًا لأتَيتُكَ بقُرابها مغفِرة)؛ رواه الترمذي، وقال: حديث حسن صحيح. Datanglah dan jangan takut! Berlayarlah dan jangan ragu! Ketuklah pasti akan dibukakan untukmu! Bersegeralah niscaya kamu akan disambut! Mengapa demikian? Karena Dia adalah Allah Subhanahu Wa Ta’ala, karena Dia Maha Penerima Tobat, karena Dia Maha Pengampun. Diriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu bahwa ia mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda: قال اللهُ تعالى: يا بنَ آدَم، إِنَّك ما دَعَوتَني ورَجَوتَني غَفَرتُ لِكَ على ما كان منكَ ولا أُبالي، يا بن آدَمَ لو بَلَغَت ذُنوبُك عَنَانَ السَّماءِ ثمَّ استَغفرَتَنِي غَفَرتُ لَكَ، يا بنَ آدَمَ إنك لو أتَيتَنِي بقُرابِ الأرضِ خَطَايَا ثم لقِيتنِي لا تُشرِكُ بي شَيئًا لأتَيتُكَ بقُرابها مغفِرة  “Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: ‘Wahai anak Adam! Sesungguhnya tidaklah kamu berdoa dan berharap kepadaku, melainkan Aku akan mengampunimu atas segala dosa darimu tanpa Aku pedulikan! Wahai anak Adam! Seandainya dosamu mencapai awan di langit, lalu kamu memohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampunimu! Wahai anak Adam! Sungguh seandainya kamu datang kepada-Ku membawa dosa-dosa sepenuh bumi, tapi kamu menemuiku tanpa menyekutukan-Ku dengan apapun, niscaya Aku akan mendatangimu dengan ampunan sepenuh bumi pula.’” (HR. At-Tirmidzi, dan ia mengatakan, “Hadis ini hasan sahih”). فما خاب عبد طرَق أبواب الله مستجيرًا به إلا وقد عفا عنه مهما بلغت خطاياه، واعلم أن لكل عبد سفينة لن تُبحر بدونه مهما طال بك الوقت، فإن فاتتك تلك فابحثْ عن الأخرى، فإنها تنتظرك بشوق فلا تجعلها تبحر بدونك. Tidak ada seorang hamba yang mengetuk pintu-pintu Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan mengharap pertolongan-Nya, melainkan Dia akan mengampuninya, sebesar apa pun dosa-dosanya. Ketahuilah bahwa setiap hamba punya bahtera yang tidak akan berlayar tanpa dirinya, selama apa pun ia harus menunggu. Apabila bahtera itu meninggalkanmu, maka carilah bahtera berikutnya, karena ia akan terus menunggumu dengan penuh kerinduan, maka jangan biarkan ia berlayar tanpamu. Sumber: https://www.alukah.net/sharia/0/135271/ومن-يغفر-الذنوب-إلا-الله/ومنيغفرالذنوبإلاالله/ Sumber artikel PDF 🔍 Tulisan In Shaa Allah, Ayat Kursi Gambar, Benarkah Saat Haid Tidak Boleh Keramas, Catur Haram, Cewek Tidur Ngangkang Visited 109 times, 1 visit(s) today Post Views: 143 QRIS donasi Yufid
وَمَن يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ Oleh: Fatimah Al-Amir فاطمة الأمير قد تحدِّثك نفسك بأن الذنوب كثيرة، والأخطاء عظيمة، وتبدأ نفسك بالتردد في الدخول إلى عالم التوبة، وتشرد فيما فعلت من الذنوب فيما مضى، وكيف لم تترك من المعاصي شيئًا إلا وقد فعلتَه، فتبدأ الذكريات تقضُّ مضجعَك، وتؤرِّق نومك، وتنغِّص حياتك، ويتسلل الشيطان إلى نفسك، فيوهمك أنه لا توبة لك بعد كل ما اقترفت سابقًا من الزلات والهفوات. فتتذكر كيف مضت السنون من حياتك متسربة من بين يديك؛ فتبكي وتتحسر وفي ذلك صدق التوبة، ثم تتساءل: هل يغفر الله لي؟ هل أضمن قبول توبتي إن تبت إلى الله؟ أقول لكم: إخوتي إن لنا ربًّا يغفر ويمحو الذنوب، وقد سبقت رحمته وعفوه غضبه، فلماذا نشكك في قبول توبتنا؟ ولنتأمل هذه الآية الكريمة: ﴿ وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ ﴾ [الأعراف: 156]. Mungkin hatimu pernah bergumam kepadamu bahwa dosa-dosamu sangat banyak dan kesalahan-kesalahanmu amat besar. Lalu hatimu mulai ragu untuk memasuki alam pertobatan, mengenang dosa-dosa yang telah ia kerjakan di masa lampau, dan bagaimana kamu tidak membiarkan satupun kemaksiatan kecuali kamu kerjakan. Ingatan-ingatan itu mulai mengusik tempat tidurmu, mengganggu tidurmu, dan memperkeruh hidupmu, serta setan mulai menyusup ke dalam dirimu untuk membuatmu mengira bahwa tidak ada lagi tobat bagimu setelah segala kesalahan dan dosa yang telah kamu perbuat. Kemudian kamu teringat bagaimana tahun demi tahun kehidupanmu menyusup di hadapanmu, sehingga kamu menangis dan menyesal. Ketika itulah datang keinginan tulus untuk bertobat, lalu kamu bertanya-tanya, “Apakah Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan mengampuniku? Apakah aku dapat menjamin tobatku dapat diterima jika aku bertobat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala?” Saya katakan kepada kalian: Wahai saudara-saudaraku! Kita memiliki Tuhan Yang Maha Mengampuni dan Menghapus dosa-dosa. Rahmat dan ampunan-Nya melebihi kemurkaan-Nya. Mengapa kita ragu terhadap penerimaan tobat kita? Marilah kita menghayati ayat yang mulia ini: وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ “Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu.” (QS. Al-A’raf: 156). إلى كل من استصعب مغفرة الذنوب وقبول التوبة: أبواب الله مفتوحة متى طرقتها أنت، ولكن تجنَّب أن تشترط على الله في قبول المغفرة؛ كأن تقول: سأتوب إن غفر الله لي، وانظروا إلى رواية إسلام عمرو بن العاص يقول: “فلما جعل الله الإسلام في قلبي، أتيت النبي صلى الله عليه وسلم وقلت: ابسط يمينك فلأبايعك، فبسط يمينة فقبضت يدي، قال: مالك يا عمرو؟ قال: قلت: أردت أن اشترط؟ قال: تشترط بماذا؟ قلت: أن يغفر لي، قال: أما علمت يا عمرو أن الإسلام يهدِم ما قبله، وأن الهجرة تهدم ما كانت قبلها، وأن الحج يهدم ما كان قبله؟. Bagi setiap orang yang merasa sulit menggapai ampunan atas dosa-dosa dan penerimaan tobatnya: Pintu-pintu Allah Subhanahu Wa Ta’ala senantiasa terbuka setiap kali kamu mengetuknya. Namun, jangan sampai kamu menetapkan syarat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala agar menerima tobatmu, seakan-akan kamu berkata, “Aku akan bertobat, asalkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengampuniku.” Perhatikanlah kisah keislaman Amru bin Al-Ash yang dia ceritakan sendiri, “Ketika Allah Subhanahu Wa Ta’ala menetapkan Islam dalam hatiku, aku segera mendatangi Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam dan berkata, ‘Tolong julurkanlah tangan engkau, karena sungguh aku akan berbaiat kepada engkau.’ Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam pun menjulurkan tangan kanan beliau lalu menggenggam tanganku. Lalu beliau bertanya, ‘Ada apa denganmu, wahai Amru?’ Aku menjawab, ‘Aku ingin menetapkan syarat.’ Beliau bertanya lagi, ‘Syarat apa?’ Aku menjawab, ‘Syarat bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala harus mengampuniku.’ Beliau lalu bersabda, ‘Tidakkah kamu mengetahui, wahai Amru! Bahwa masuk Islam akan menggugurkan dosa yang ada sebelumnya, dan hijrah juga akan menggugurkan dosa yang ada sebelumnya, serta haji juga akan menggugurkan dosa yang ada sebelumnya?’” ولو تأملنا هذه الرواية لزال ما في النفس من تساؤلات، وخلا القلب من تسلُّلات الشيطان؛ لأن معنى التواب أنه غافر الذنوب جميعها متى طرقت أبوابه، فلا يجوز الاشتراط على صاحب الكرم والجود والعطاء: ﴿ قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ ﴾ [الزمر: 53]. Seandainya kita memperhatikan dengan baik kisah ini, niscaya pertanyaan-pertanyaan itu akan hilang dari dalam diri, dan hembusan-hembusan keraguan dari setan akan sirna dari hati, karena makna dari Maha Penerima Tobat yakni mengampuni seluruh dosa, selagi pintu-pintu tobat-Nya diketuk. Oleh sebab itu, tidak boleh ada pengajuan syarat terhadap Yang Maha Pemurah, Maha Dermawan, dan Maha Pemberi.  قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ “Katakanlah (Nabi Muhammad), ‘Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas (dengan menzalimi) dirinya sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’” (QS. Az-Zumar: 53). انظروا إلى رحمة الله عز وجل: ﴿ لَا تَقْنَطُـوا مِن رَحْمَةِ اللهِ ﴾؛ أي: يا أيتها الأنفس، لا تيئَسوا ولا تحزنوا، فتلقوا بأيديكم إلى التهلكة، وتقولوا: قد كثُرت ذنوبنا، وتراكمت عيوبنا، فليس لها طريق ولا سبيل، فتبقى القلوب بسبب ذلك مُصرة على العصيان، سالكة دروب الضلال، متزودة بكل معاني الغفلة والكسل، ولكن اعلموا أن ربكم يغفـر الذنوب جميعًا من الشرك، والقتل والزنا والربا والظلم، وغير ذلك من الذنوب، ولهذا كانت من أسمائه أنه التواب؛ فانفُض الشك في قبولها، وأقبل تُفتحْ لك أبواب الخير والتوبة متى طرقتها. Lihatlah bagaimana rahmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala: “Janganlah berputus asa dari rahmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala.” Yakni, wahai manusia! Janganlah kalian berputus asa dan bersedih sehingga membuat kalian menjerumuskan diri ke dalam kebinasaan, dan mengucapkan, “Sungguh dosa-dosa kita amat banyak dan keburukan-keburukan kita sudah menggunung!” Sehingga diri kalian merasa tidak punya lagi jalan keluar, lalu karena hal itu, hati kalian terus melakukan kemaksiatan, menempuh jalan kesesatan, dan menambah segala bentuk kelalaian dan kelengahan. Namun, justru ketahuilah bahwa Tuhan kalian Maha Mengampuni segala dosa, baik itu berupa dosa kesyirikan, pembunuhan, zina, riba, kezaliman, dan dosa-dosa lainnya. Oleh sebab itulah, salah satu nama-Nya adalah “At-Tawwab”, Maha Penerima Tobat. Jadi, tepislah segala keraguan terhadap penerimaan tobat, dan menghadaplah kepada-Nya niscaya dibukakan bagimu pintu-pintu kebaikan dan tobat, selagi kamu mengetuknya. أما الإحساس الذي قد يداخلك، فإنه نابع من عدم يقين النفس بسعة رحمة الخالق، ونقص في الإيمان، وضعف بداخل القلوب ووساوس من الشيطان أن الله لن يغفر لك! فاطُرد كل هؤلاء، واستعذ بالله، وانطلق لتنعم بركاب التوبة، ومغفرة الذنوب جميعها. Adapun perasaan ragu yang terkadang muncul dalam dirimu, maka itu berasal dari ketidakyakinan diri terhadap luasnya rahmat Sang Pencipta, kurangnya iman, dan kelemahan yang ada dalam hati serta bisikan dari setan bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak akan mengampunimu! Oleh sebab itu, usirlah itu semua, mohonlah pertolongan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, dan bangkitlah agar kamu dapat menikmati pertobatan dan ampunan segala dosa. إذًا فلتنظر إلى نفسك، فإن رأيت روحَك وقد صعدت وأبحرتْ في سفينة التوبة، وبدأت تتصارع عليك الأفكار والهواجس كأمواج البحار التي تعصف بالسفينة وركابها تارةً إلى اليمين، وتارةً أخرى إلى اليسار، فبنت تلك الأفكار حاجزًا عاليًا تقول لك: لن تُغفر ذنوبك، ولن تُقبل توبتك، حينها ينتابك الفزع والهلع، وتشعر بغصة تخنق روحك، وتنزل تلك اللآلئ الصغيرة، وتُرفع تلك العيون الذابلة والقلوب المستجيرة، ولم تنطق إلا بكلمة واحدة: يا رب. تنطقها بكل جوارحك ويهتز لها جميعُ جسدك؛ فتشعر بصداها وصدقها، وكأن الكون كله يصرخ معك، ويمر أمام عينك شريط من الذكريات يعرض عليك كلَّ أخطائك وتقصيرك، بدايةً من ترك الصلاة، وهجر القرآن، وترك الفرائض والسُّنن، ومرورًا بفعل الصغائر والكبائر من الذنوب، فتهلع أكثر وتتساءل أكثر: هل يغفر الله لي؟ Jadi, lihatlah dirimu sendiri! Ketika kamu mendapati ruhmu telah berlayar di atas bahtera pertobatan, lalu pikiran-pikiran dan bisikan-bisikan buruk mulai mengamuk bagaikan deburan ombak yang mengombang-ambingkan bahtera dan penumpangnya ke kiri dan ke kanan, sehingga pikiran-pikiran itu mulai menjadi tembok pemisah yang tinggi, “Dosamu tidak akan diampuni! Tobatmu tidak akan diterima!” Ketika itu, ketakutan dan kekhawatiran silih berganti menyudutkanmu dan kamu merasakan sesuatu mencekik ruhmu. Namun, butir-butir harapan mulai turun, mengangkat kembali mata yang sayu dan hati yang berharap pertolongan, yang kamu ucapkan hanya kalimat, “Ya Tuhanku!” Kamu mengucapkannya sepenuh jiwa dan raga dan seluruh tubuhmu bergetar olehnya, sehingga kamu merasakan getaran dan ketulusannya, seakan-akan alam semesta ikut berseru bersamamu. Lalu di depan matamu terlintas rekaman ingatan-ingatan tentang segala kesalahan dan kelalaianmu, mulai dari meninggalkan shalat, mengabaikan Al-Qur’an, melupakan amal-amal wajib dan sunnah, hingga segala dosa kecil dan besar. Kamu kemudian semakin bertanya-tanya, “Apakah Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan mengampuniku?” فما هي إلا لحظات حتى يَمُن الله عليك، وتملأ رُوحك السكينةُ، وتبدأ علامات قبول التوبة في الظهور، فيطمئن قلبك بعدما تداخلت به الظنون أن الله لن يغفر لك، فتشعر أن الكون بكل ما فيه مسخر لتنعم بركاب التائبين. Tidak lama setelah itu, Allah Subhanahu Wa Ta’ala melimpahkan karunia kepadamu, memenuhi jiwamu dengan ketenangan, dan tanda-tanda penerimaan tobatmu mulai terlihat, sehingga hatimu menjadi damai, yang sebelumnya penuh dengan prasangka bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak akan mengampunimu, kemudian kamu merasa bahwa alam semesta dengan segala yang ada di dalamnya bergerak agar menuntunmu bergabung bersama kafilah orang-orang yang bertobat. أقبل ولا تخِف، أبحر ولا تتردَّد، اطرق يُفتحْ لك، هروِل يُستجاب لك، لماذا؟! لأنه الله، لأنه التواب، لأنه الغفور؛ عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال: سمعتُ رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: (قال اللهُ تعالى: يا بنَ آدَم، إِنَّك ما دَعَوتَني ورَجَوتَني غَفَرتُ لِكَ على ما كان منكَ ولا أُبالي، يا بن آدَمَ لو بَلَغَت ذُنوبُك عَنَانَ السَّماءِ ثمَّ استَغفرَتَنِي غَفَرتُ لَكَ، يا بنَ آدَمَ إنك لو أتَيتَنِي بقُرابِ الأرضِ خَطَايَا ثم لقِيتنِي لا تُشرِكُ بي شَيئًا لأتَيتُكَ بقُرابها مغفِرة)؛ رواه الترمذي، وقال: حديث حسن صحيح. Datanglah dan jangan takut! Berlayarlah dan jangan ragu! Ketuklah pasti akan dibukakan untukmu! Bersegeralah niscaya kamu akan disambut! Mengapa demikian? Karena Dia adalah Allah Subhanahu Wa Ta’ala, karena Dia Maha Penerima Tobat, karena Dia Maha Pengampun. Diriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu bahwa ia mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda: قال اللهُ تعالى: يا بنَ آدَم، إِنَّك ما دَعَوتَني ورَجَوتَني غَفَرتُ لِكَ على ما كان منكَ ولا أُبالي، يا بن آدَمَ لو بَلَغَت ذُنوبُك عَنَانَ السَّماءِ ثمَّ استَغفرَتَنِي غَفَرتُ لَكَ، يا بنَ آدَمَ إنك لو أتَيتَنِي بقُرابِ الأرضِ خَطَايَا ثم لقِيتنِي لا تُشرِكُ بي شَيئًا لأتَيتُكَ بقُرابها مغفِرة  “Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: ‘Wahai anak Adam! Sesungguhnya tidaklah kamu berdoa dan berharap kepadaku, melainkan Aku akan mengampunimu atas segala dosa darimu tanpa Aku pedulikan! Wahai anak Adam! Seandainya dosamu mencapai awan di langit, lalu kamu memohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampunimu! Wahai anak Adam! Sungguh seandainya kamu datang kepada-Ku membawa dosa-dosa sepenuh bumi, tapi kamu menemuiku tanpa menyekutukan-Ku dengan apapun, niscaya Aku akan mendatangimu dengan ampunan sepenuh bumi pula.’” (HR. At-Tirmidzi, dan ia mengatakan, “Hadis ini hasan sahih”). فما خاب عبد طرَق أبواب الله مستجيرًا به إلا وقد عفا عنه مهما بلغت خطاياه، واعلم أن لكل عبد سفينة لن تُبحر بدونه مهما طال بك الوقت، فإن فاتتك تلك فابحثْ عن الأخرى، فإنها تنتظرك بشوق فلا تجعلها تبحر بدونك. Tidak ada seorang hamba yang mengetuk pintu-pintu Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan mengharap pertolongan-Nya, melainkan Dia akan mengampuninya, sebesar apa pun dosa-dosanya. Ketahuilah bahwa setiap hamba punya bahtera yang tidak akan berlayar tanpa dirinya, selama apa pun ia harus menunggu. Apabila bahtera itu meninggalkanmu, maka carilah bahtera berikutnya, karena ia akan terus menunggumu dengan penuh kerinduan, maka jangan biarkan ia berlayar tanpamu. Sumber: https://www.alukah.net/sharia/0/135271/ومن-يغفر-الذنوب-إلا-الله/ومنيغفرالذنوبإلاالله/ Sumber artikel PDF 🔍 Tulisan In Shaa Allah, Ayat Kursi Gambar, Benarkah Saat Haid Tidak Boleh Keramas, Catur Haram, Cewek Tidur Ngangkang Visited 109 times, 1 visit(s) today Post Views: 143 QRIS donasi Yufid


وَمَن يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ Oleh: Fatimah Al-Amir فاطمة الأمير قد تحدِّثك نفسك بأن الذنوب كثيرة، والأخطاء عظيمة، وتبدأ نفسك بالتردد في الدخول إلى عالم التوبة، وتشرد فيما فعلت من الذنوب فيما مضى، وكيف لم تترك من المعاصي شيئًا إلا وقد فعلتَه، فتبدأ الذكريات تقضُّ مضجعَك، وتؤرِّق نومك، وتنغِّص حياتك، ويتسلل الشيطان إلى نفسك، فيوهمك أنه لا توبة لك بعد كل ما اقترفت سابقًا من الزلات والهفوات. فتتذكر كيف مضت السنون من حياتك متسربة من بين يديك؛ فتبكي وتتحسر وفي ذلك صدق التوبة، ثم تتساءل: هل يغفر الله لي؟ هل أضمن قبول توبتي إن تبت إلى الله؟ أقول لكم: إخوتي إن لنا ربًّا يغفر ويمحو الذنوب، وقد سبقت رحمته وعفوه غضبه، فلماذا نشكك في قبول توبتنا؟ ولنتأمل هذه الآية الكريمة: ﴿ وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ ﴾ [الأعراف: 156]. Mungkin hatimu pernah bergumam kepadamu bahwa dosa-dosamu sangat banyak dan kesalahan-kesalahanmu amat besar. Lalu hatimu mulai ragu untuk memasuki alam pertobatan, mengenang dosa-dosa yang telah ia kerjakan di masa lampau, dan bagaimana kamu tidak membiarkan satupun kemaksiatan kecuali kamu kerjakan. Ingatan-ingatan itu mulai mengusik tempat tidurmu, mengganggu tidurmu, dan memperkeruh hidupmu, serta setan mulai menyusup ke dalam dirimu untuk membuatmu mengira bahwa tidak ada lagi tobat bagimu setelah segala kesalahan dan dosa yang telah kamu perbuat. Kemudian kamu teringat bagaimana tahun demi tahun kehidupanmu menyusup di hadapanmu, sehingga kamu menangis dan menyesal. Ketika itulah datang keinginan tulus untuk bertobat, lalu kamu bertanya-tanya, “Apakah Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan mengampuniku? Apakah aku dapat menjamin tobatku dapat diterima jika aku bertobat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala?” Saya katakan kepada kalian: Wahai saudara-saudaraku! Kita memiliki Tuhan Yang Maha Mengampuni dan Menghapus dosa-dosa. Rahmat dan ampunan-Nya melebihi kemurkaan-Nya. Mengapa kita ragu terhadap penerimaan tobat kita? Marilah kita menghayati ayat yang mulia ini: وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ “Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu.” (QS. Al-A’raf: 156). إلى كل من استصعب مغفرة الذنوب وقبول التوبة: أبواب الله مفتوحة متى طرقتها أنت، ولكن تجنَّب أن تشترط على الله في قبول المغفرة؛ كأن تقول: سأتوب إن غفر الله لي، وانظروا إلى رواية إسلام عمرو بن العاص يقول: “فلما جعل الله الإسلام في قلبي، أتيت النبي صلى الله عليه وسلم وقلت: ابسط يمينك فلأبايعك، فبسط يمينة فقبضت يدي، قال: مالك يا عمرو؟ قال: قلت: أردت أن اشترط؟ قال: تشترط بماذا؟ قلت: أن يغفر لي، قال: أما علمت يا عمرو أن الإسلام يهدِم ما قبله، وأن الهجرة تهدم ما كانت قبلها، وأن الحج يهدم ما كان قبله؟. Bagi setiap orang yang merasa sulit menggapai ampunan atas dosa-dosa dan penerimaan tobatnya: Pintu-pintu Allah Subhanahu Wa Ta’ala senantiasa terbuka setiap kali kamu mengetuknya. Namun, jangan sampai kamu menetapkan syarat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala agar menerima tobatmu, seakan-akan kamu berkata, “Aku akan bertobat, asalkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengampuniku.” Perhatikanlah kisah keislaman Amru bin Al-Ash yang dia ceritakan sendiri, “Ketika Allah Subhanahu Wa Ta’ala menetapkan Islam dalam hatiku, aku segera mendatangi Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam dan berkata, ‘Tolong julurkanlah tangan engkau, karena sungguh aku akan berbaiat kepada engkau.’ Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam pun menjulurkan tangan kanan beliau lalu menggenggam tanganku. Lalu beliau bertanya, ‘Ada apa denganmu, wahai Amru?’ Aku menjawab, ‘Aku ingin menetapkan syarat.’ Beliau bertanya lagi, ‘Syarat apa?’ Aku menjawab, ‘Syarat bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala harus mengampuniku.’ Beliau lalu bersabda, ‘Tidakkah kamu mengetahui, wahai Amru! Bahwa masuk Islam akan menggugurkan dosa yang ada sebelumnya, dan hijrah juga akan menggugurkan dosa yang ada sebelumnya, serta haji juga akan menggugurkan dosa yang ada sebelumnya?’” ولو تأملنا هذه الرواية لزال ما في النفس من تساؤلات، وخلا القلب من تسلُّلات الشيطان؛ لأن معنى التواب أنه غافر الذنوب جميعها متى طرقت أبوابه، فلا يجوز الاشتراط على صاحب الكرم والجود والعطاء: ﴿ قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ ﴾ [الزمر: 53]. Seandainya kita memperhatikan dengan baik kisah ini, niscaya pertanyaan-pertanyaan itu akan hilang dari dalam diri, dan hembusan-hembusan keraguan dari setan akan sirna dari hati, karena makna dari Maha Penerima Tobat yakni mengampuni seluruh dosa, selagi pintu-pintu tobat-Nya diketuk. Oleh sebab itu, tidak boleh ada pengajuan syarat terhadap Yang Maha Pemurah, Maha Dermawan, dan Maha Pemberi.  قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ “Katakanlah (Nabi Muhammad), ‘Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas (dengan menzalimi) dirinya sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’” (QS. Az-Zumar: 53). انظروا إلى رحمة الله عز وجل: ﴿ لَا تَقْنَطُـوا مِن رَحْمَةِ اللهِ ﴾؛ أي: يا أيتها الأنفس، لا تيئَسوا ولا تحزنوا، فتلقوا بأيديكم إلى التهلكة، وتقولوا: قد كثُرت ذنوبنا، وتراكمت عيوبنا، فليس لها طريق ولا سبيل، فتبقى القلوب بسبب ذلك مُصرة على العصيان، سالكة دروب الضلال، متزودة بكل معاني الغفلة والكسل، ولكن اعلموا أن ربكم يغفـر الذنوب جميعًا من الشرك، والقتل والزنا والربا والظلم، وغير ذلك من الذنوب، ولهذا كانت من أسمائه أنه التواب؛ فانفُض الشك في قبولها، وأقبل تُفتحْ لك أبواب الخير والتوبة متى طرقتها. Lihatlah bagaimana rahmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala: “Janganlah berputus asa dari rahmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala.” Yakni, wahai manusia! Janganlah kalian berputus asa dan bersedih sehingga membuat kalian menjerumuskan diri ke dalam kebinasaan, dan mengucapkan, “Sungguh dosa-dosa kita amat banyak dan keburukan-keburukan kita sudah menggunung!” Sehingga diri kalian merasa tidak punya lagi jalan keluar, lalu karena hal itu, hati kalian terus melakukan kemaksiatan, menempuh jalan kesesatan, dan menambah segala bentuk kelalaian dan kelengahan. Namun, justru ketahuilah bahwa Tuhan kalian Maha Mengampuni segala dosa, baik itu berupa dosa kesyirikan, pembunuhan, zina, riba, kezaliman, dan dosa-dosa lainnya. Oleh sebab itulah, salah satu nama-Nya adalah “At-Tawwab”, Maha Penerima Tobat. Jadi, tepislah segala keraguan terhadap penerimaan tobat, dan menghadaplah kepada-Nya niscaya dibukakan bagimu pintu-pintu kebaikan dan tobat, selagi kamu mengetuknya. أما الإحساس الذي قد يداخلك، فإنه نابع من عدم يقين النفس بسعة رحمة الخالق، ونقص في الإيمان، وضعف بداخل القلوب ووساوس من الشيطان أن الله لن يغفر لك! فاطُرد كل هؤلاء، واستعذ بالله، وانطلق لتنعم بركاب التوبة، ومغفرة الذنوب جميعها. Adapun perasaan ragu yang terkadang muncul dalam dirimu, maka itu berasal dari ketidakyakinan diri terhadap luasnya rahmat Sang Pencipta, kurangnya iman, dan kelemahan yang ada dalam hati serta bisikan dari setan bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak akan mengampunimu! Oleh sebab itu, usirlah itu semua, mohonlah pertolongan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, dan bangkitlah agar kamu dapat menikmati pertobatan dan ampunan segala dosa. إذًا فلتنظر إلى نفسك، فإن رأيت روحَك وقد صعدت وأبحرتْ في سفينة التوبة، وبدأت تتصارع عليك الأفكار والهواجس كأمواج البحار التي تعصف بالسفينة وركابها تارةً إلى اليمين، وتارةً أخرى إلى اليسار، فبنت تلك الأفكار حاجزًا عاليًا تقول لك: لن تُغفر ذنوبك، ولن تُقبل توبتك، حينها ينتابك الفزع والهلع، وتشعر بغصة تخنق روحك، وتنزل تلك اللآلئ الصغيرة، وتُرفع تلك العيون الذابلة والقلوب المستجيرة، ولم تنطق إلا بكلمة واحدة: يا رب. تنطقها بكل جوارحك ويهتز لها جميعُ جسدك؛ فتشعر بصداها وصدقها، وكأن الكون كله يصرخ معك، ويمر أمام عينك شريط من الذكريات يعرض عليك كلَّ أخطائك وتقصيرك، بدايةً من ترك الصلاة، وهجر القرآن، وترك الفرائض والسُّنن، ومرورًا بفعل الصغائر والكبائر من الذنوب، فتهلع أكثر وتتساءل أكثر: هل يغفر الله لي؟ Jadi, lihatlah dirimu sendiri! Ketika kamu mendapati ruhmu telah berlayar di atas bahtera pertobatan, lalu pikiran-pikiran dan bisikan-bisikan buruk mulai mengamuk bagaikan deburan ombak yang mengombang-ambingkan bahtera dan penumpangnya ke kiri dan ke kanan, sehingga pikiran-pikiran itu mulai menjadi tembok pemisah yang tinggi, “Dosamu tidak akan diampuni! Tobatmu tidak akan diterima!” Ketika itu, ketakutan dan kekhawatiran silih berganti menyudutkanmu dan kamu merasakan sesuatu mencekik ruhmu. Namun, butir-butir harapan mulai turun, mengangkat kembali mata yang sayu dan hati yang berharap pertolongan, yang kamu ucapkan hanya kalimat, “Ya Tuhanku!” Kamu mengucapkannya sepenuh jiwa dan raga dan seluruh tubuhmu bergetar olehnya, sehingga kamu merasakan getaran dan ketulusannya, seakan-akan alam semesta ikut berseru bersamamu. Lalu di depan matamu terlintas rekaman ingatan-ingatan tentang segala kesalahan dan kelalaianmu, mulai dari meninggalkan shalat, mengabaikan Al-Qur’an, melupakan amal-amal wajib dan sunnah, hingga segala dosa kecil dan besar. Kamu kemudian semakin bertanya-tanya, “Apakah Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan mengampuniku?” فما هي إلا لحظات حتى يَمُن الله عليك، وتملأ رُوحك السكينةُ، وتبدأ علامات قبول التوبة في الظهور، فيطمئن قلبك بعدما تداخلت به الظنون أن الله لن يغفر لك، فتشعر أن الكون بكل ما فيه مسخر لتنعم بركاب التائبين. Tidak lama setelah itu, Allah Subhanahu Wa Ta’ala melimpahkan karunia kepadamu, memenuhi jiwamu dengan ketenangan, dan tanda-tanda penerimaan tobatmu mulai terlihat, sehingga hatimu menjadi damai, yang sebelumnya penuh dengan prasangka bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak akan mengampunimu, kemudian kamu merasa bahwa alam semesta dengan segala yang ada di dalamnya bergerak agar menuntunmu bergabung bersama kafilah orang-orang yang bertobat. أقبل ولا تخِف، أبحر ولا تتردَّد، اطرق يُفتحْ لك، هروِل يُستجاب لك، لماذا؟! لأنه الله، لأنه التواب، لأنه الغفور؛ عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال: سمعتُ رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: (قال اللهُ تعالى: يا بنَ آدَم، إِنَّك ما دَعَوتَني ورَجَوتَني غَفَرتُ لِكَ على ما كان منكَ ولا أُبالي، يا بن آدَمَ لو بَلَغَت ذُنوبُك عَنَانَ السَّماءِ ثمَّ استَغفرَتَنِي غَفَرتُ لَكَ، يا بنَ آدَمَ إنك لو أتَيتَنِي بقُرابِ الأرضِ خَطَايَا ثم لقِيتنِي لا تُشرِكُ بي شَيئًا لأتَيتُكَ بقُرابها مغفِرة)؛ رواه الترمذي، وقال: حديث حسن صحيح. Datanglah dan jangan takut! Berlayarlah dan jangan ragu! Ketuklah pasti akan dibukakan untukmu! Bersegeralah niscaya kamu akan disambut! Mengapa demikian? Karena Dia adalah Allah Subhanahu Wa Ta’ala, karena Dia Maha Penerima Tobat, karena Dia Maha Pengampun. Diriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu bahwa ia mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda: قال اللهُ تعالى: يا بنَ آدَم، إِنَّك ما دَعَوتَني ورَجَوتَني غَفَرتُ لِكَ على ما كان منكَ ولا أُبالي، يا بن آدَمَ لو بَلَغَت ذُنوبُك عَنَانَ السَّماءِ ثمَّ استَغفرَتَنِي غَفَرتُ لَكَ، يا بنَ آدَمَ إنك لو أتَيتَنِي بقُرابِ الأرضِ خَطَايَا ثم لقِيتنِي لا تُشرِكُ بي شَيئًا لأتَيتُكَ بقُرابها مغفِرة  “Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: ‘Wahai anak Adam! Sesungguhnya tidaklah kamu berdoa dan berharap kepadaku, melainkan Aku akan mengampunimu atas segala dosa darimu tanpa Aku pedulikan! Wahai anak Adam! Seandainya dosamu mencapai awan di langit, lalu kamu memohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampunimu! Wahai anak Adam! Sungguh seandainya kamu datang kepada-Ku membawa dosa-dosa sepenuh bumi, tapi kamu menemuiku tanpa menyekutukan-Ku dengan apapun, niscaya Aku akan mendatangimu dengan ampunan sepenuh bumi pula.’” (HR. At-Tirmidzi, dan ia mengatakan, “Hadis ini hasan sahih”). فما خاب عبد طرَق أبواب الله مستجيرًا به إلا وقد عفا عنه مهما بلغت خطاياه، واعلم أن لكل عبد سفينة لن تُبحر بدونه مهما طال بك الوقت، فإن فاتتك تلك فابحثْ عن الأخرى، فإنها تنتظرك بشوق فلا تجعلها تبحر بدونك. Tidak ada seorang hamba yang mengetuk pintu-pintu Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan mengharap pertolongan-Nya, melainkan Dia akan mengampuninya, sebesar apa pun dosa-dosanya. Ketahuilah bahwa setiap hamba punya bahtera yang tidak akan berlayar tanpa dirinya, selama apa pun ia harus menunggu. Apabila bahtera itu meninggalkanmu, maka carilah bahtera berikutnya, karena ia akan terus menunggumu dengan penuh kerinduan, maka jangan biarkan ia berlayar tanpamu. Sumber: https://www.alukah.net/sharia/0/135271/ومن-يغفر-الذنوب-إلا-الله/ومنيغفرالذنوبإلاالله/ Sumber artikel PDF 🔍 Tulisan In Shaa Allah, Ayat Kursi Gambar, Benarkah Saat Haid Tidak Boleh Keramas, Catur Haram, Cewek Tidur Ngangkang Visited 109 times, 1 visit(s) today Post Views: 143 <img class="aligncenter wp-image-43307" src="https://i0.wp.com/konsultasisyariah.com/wp-content/uploads/2023/10/qris-donasi-yufid-resized.jpeg" alt="QRIS donasi Yufid" width="741" height="1024" />

Makna Kesaksian bahwa Muhammad adalah Utusan Allah

[Dari Kitab Al-Mahshul Al-Jami Li-Syuruh TsalatsahAl-Ushul] معنى شهادة أن محمدًا رسول الله Oleh: Dr. Fahd bin Badi Al-Mursyidi د. فهد بن بادي المرشدي قال المصنف رحمه الله: (وَمَعْنَى “شَهَادَة أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ الله”: طَاعَتُهُ فِيمَا أَمَرَ، وَتَصْدِيقُهُ فِيمَا أَخْبَرَ، واجْتِنَابُ مَا عنه نهى وزجر، وألا يُعْبَدَ الله إِلا بِمَا شَرَعَ). Penulis Rahimahullah berkata, “Makna bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah utusan Allah yakni menaati apa yang beliau perintahkan, membenarkan apa yang beliau kabarkan, menjauhi apa yang beliau larang, dan tidak beribadah kepada Allah kecuali dengan apa yang disyariatkan.” الشرح الإجمالي: (ومعنى شهادة أن محمدًا رسول الله)، أي: مقتضى هذه الشهادة هي: (طاعته فيما أمر) من التوحيد والصلاة والزكاة، وغيرها من الواجبات والمستحبات، (وتصديقه فيما أخبَر) به عن الآخرة والجنة والنار، وغير ذلك من أخبار الأمم الماضية، أو الأمور المستقبلة، (واجتناب ما عنه نهى وزجر)؛ كالشرك والبدع وعقوق الوالدين والزنا والربا، وغير ذلك، (وألا يعبد الله إلا بما شرع) الله سبحانه في كتابه، وما جاء به رسوله صلى الله عليه وسلم، فمن عبَدَ الله بغير ما شرع، فعمله باطل مردود عليه [ينظر: حاشية ثلاثة الأصول، عبدالرحمن بن قاسم (57)؛ وتيسير الوصول شرح ثلاثة الأصول، د. عبدالمحسن القاسم (137)؛ وشرح الأصول الثلاثة، عبدالرحمن البراك (28)]. Penjelasan singkat: Maksud dari perkataan di atas: “Makna bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah utusan Allah” yakni konsekuensi dari kesaksian ini adalah “menaati apa yang beliau perintahkan” berupa pengesaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, shalat, zakat, dan amalan-amalan lain yang wajib dan sunnah, “membenarkan apa yang beliau kabarkan” tentang akhirat, surga, neraka, dan kisah dari umat-umat terdahulu dan perkara-perkara di masa depan, “menjauhi apa yang beliau larang” seperti syirik, bid’ah, durhaka terhadap orang tua, zina, riba, dan lain sebagainya, “dan tidak beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala kecuali dengan apa yang disyariatkan” yakni oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam Kitab-Nya dan yang disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam. Siapa yang beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan selain apa yang disyariatkan, maka amalannya batal dan tertolak. (Lihat: Kitab Hasyiyah Tsalatsah al-Ushul karya Abdurrahman bin Qasim, hlm. 57, Taisir Al-Wushul Syarh Tsalatsah Al-Ushul karya Dr. Abdul Muhsin Al-Qasim, hlm. 137, dan Syarh Tsalatsah Al-Ushul karya Abdurrahman Al-Barrak, hlm. 28). الشرح التفصيلي: سبق فيما مضى بيان أن الشهادة لا تكون شهادة، حتى يجتمع فيها ثلاث مراتب: علم الشاهد بها، واعتقاد صحة ما شهد به، وتكلم الشاهد بذلك ونطقه به، وأن يُعْلِم الشاهد ويخبر غيره بما يشهد به، فمعنى شهادة أنَّ محمدًا رسول الله أن يعلَم العبد ويعتقد ويتكلم، ويُخبر أنَّ محمدًا بن عبدالله الهاشمي القرشي المكي رسولٌ من عند الله جلَّ وعلا إلى جميع الخلق من الجن والإنس، أُنزل عليه الوحي فبلَّغ ذلك؛ لأن الرسول مُبلِّغ[ينظر: شرح ثلاثة الأصول، محمد بن صالح العثيمين (75)]. Penjelasan rinci: Telah diuraikan sebelumnya bahwa kesaksian tidak akan menjadi kesaksian hingga terkumpul di dalamnya tiga tahapan, (1) orang yang bersaksi telah memahami kandungan kesaksian, (2) meyakini kebenaran apa yang dia persaksikan, (3) melafalkan kesaksian disertai dengan mengabarkan kesaksian itu kepada orang lain. Jadi, makna bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah Rasul Allah Subhanahu Wa Ta’ala yakni seseorang harus mengetahui, meyakini, dan mengucapkan dan menyampaikannya bahwa Muhammad bin Abdullah Al-Hasyimi Al-Makki adalah utusan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala kepada seluruh makhluk dari golongan jin dan manusia, yang diturunkan wahyu kepada beliau kemudian beliau menyampaikannya, karena hakikat rasul adalah penyampai risalah. (Lihat: Kitab Syarh Tsalatsah al-Ushul karya Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, hlm. 75). وهناك من يُفسِّر شهادة أنَّ محمدًا رسول الله بمقتضاها؛ أي: بمعناها الذي تقتضيه، كما فعل المصنف؛ حيث قال: (ومعنى شهادة أنَّ محمدًا رسول الله: طاعته فيما أمر، وتصديقه فيما أخبر، واجتناب ما عنه نهى وزجَر، وألا يعبد الله إلا بما شرَع)، فمعنى شهادة أن محمدًا رسول الله من طريق اللزوم: أنها تقتضي أمورًا أربعة: Jadi, ada ulama yang menafsirkan kesaksian bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah utusan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan cara menyebutkan konsekuensinya, yakni dengan maknanya yang menjadi konsekuensinya, sebagaimana yang definisi yang dijelaskan oleh penulis yang mengatakan, “Makna bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallamadalah utusan Allah Subhanahu Wa Ta’ala yakni menaati apa yang beliau perintahkan, membenarkan apa yang beliau kabarkan, menjauhi apa yang beliau larang, dan tidak beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala kecuali dengan apa yang disyariatkan.” Dalam artian lain, kesaksian bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah rasul Allah Subhanahu Wa Ta’ala berdasarkan definisi tersebut memiliki empat konsekuensi, yaitu: الأمر الأول: طاعته فيما أمر، فإن ما جاء به النبي صلى الله عليه وسلم؛ إما أن يكون خبرًا، فالواجب فيه التصديق، وإما أن يكون أمرًا، فالواجب فيه الانقياد والتسليم، فالواجب في الأخبار التصديق، والواجب في الأحكام الطاعة والانقياد[شرح الأصول الثلاثة، د. خالد المصلح (48)]، فالشهادة بأن محمدًا رسول من عند الله تقتضي طاعته فيما أمر؛ لأنه إذا أمر فإن الآمر هو الله جل وعلا، فإذا اعتقد أن هذا الذي جاء به محمد صلى الله عليه وسلم لم يأتِ به من عنده وإنما هو رسول، فمقتضى ذلك: أن يطيعه فيما أمر، لكونه شهد بأنه رسول الله، فإن لم يطعه فيما أمَر اعتقادًا أنه لا يُطاع، كان ذلك تكذيبًا لشهادته، فمن قال أشهد أن محمدًا رسول الله، وهو يعتقد أنه لا تلزمه طاعة الرسول صلى الله عليه وسلم، فحاله حال المنافقين، شهادته مردودة، وهو كاذبٌ في شهادته، وأما إذا اعتقد أنه تجب عليه طاعة الرسول صلى الله عليه وسلم فيما أمر، ولكنه خالف لغلبة هوى، فهذا يكون عاصيًا، قد نقص من تحقيقه لشهادة أن محمدًا رسول الله بقدر مخالفته[شرح ثلاثة الأصول، صالح بن عبدالعزيز آل الشيخ (145)]، وما أُمر به على نوعين: ما كان على سبيل الوجوب، فتجب الطاعة فيه، وما كان على سبيل الاستحباب، فتُستحب الطاعة فيه. Pertama: Menaati apa yang beliau perintahkan Apa yang Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam sampaikan punya dua kemungkinan: antara (1) berupa kabar berita, dan kewajiban kita terhadap hal ini adalah mempercayainya, dan (2) berupa perintah, dan kewajiban kita terhadap hal ini adalah taat dan tunduk. Jadi, kewajiban terhadap kabar berita dari beliau adalah mempercayai, dan kewajiban terhadap hukum-hukum dari beliau adalah menaati dan menjalankan. (Kitab Syarh Al-Ushul Ats-Tsalatsah karya Dr. Khalid Al-Mushlih, hlm. 48). Jadi, kesaksian bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah rasul yang diutus oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala memiliki konsekuensi berupa ketaatan terhadap apa yang beliau perintahkan, karena apabila beliau memerintahkan sesuatu, maka pemberi perintah yang sebenarnya adalah Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Apabila seseorang meyakini bahwa risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam bukanlah perkara yang beliau buat-buat sendiri, tapi beliau hanya seorang utusan untuk menyampaikan, maka konsekuensinya adalah dia harus menaati perintah beliau, karena dia telah bersaksi bahwa dia adalah utusan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.  Namun, apabila dia tidak menaati perintah beliau karena meyakini bahwa beliau tidak perlu ditaati, maka itu memerupakan bentuk pendustaan terhadap kesaksiannya sendiri. Orang yang mengucapkan, “Saya bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah rasul Allah” sedangkan dia meyakini bahwa tidak wajib menaati Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam, maka keadaannya seperti orang-orang munafik, dan kesaksiannya tertolak karena dusta dalam kesaksiannya. Sedangkan apabila dia meyakini bahwa wajib menaati perintah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam, tapi dia terkadang menyelisihi perintah beliau karena tumbang oleh hawa nafsunya, maka dia adalah pelaku maksiat, dan tingkat penerapan kesaksiannya bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah rasul Allah Subhanahu Wa Ta’ala berkurang sesuai dengan kadar penyelisihannya. (Kitab Syarh Tsalatsah Al-Ushul karya Shalih bin Abdul Aziz Ali Asy-Syaikh, jilid 145). Kemudian apa yang diperintahkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam terbagi menjadi dua macam: (1) perintah yang wajib sehingga harus dikerjakan, (2) dan perintah yang sunnah sehingga pelaksanaannya bersifat anjuran. قال ابن القيم رحمه الله تعالى: «الشهادة لرسول الله بأنه نبي لا تُدخل الإنسانَ في الإسلام ما لم يلتزم طاعته ومتابعته، فشهادة عمه أبي طالب له بأنه صادق، وأن دينه من خير أديان البرية دينًا لم تُدْخِلهُ هذه الشهادة في الإسلام، ومن تأمَّل ما في السير والأخبار الثابتة من شهادة كثير من أهل الكتاب والمشركين له صلى الله عليه وسلم بالرسالة، وأنه صادق، ولم تدخلهم هذه الشهادة في الإسلام، علِمَ أن الإسلام أمرٌ وراء ذلك، وأنه ليس هو المعرفة فقط، ولا المعرفة والإقرار فقط، بل المعرفة والإقرار والانقياد، والتزام طاعته ودينه ظاهرًا وباطنًا»[زاد المعاد (3 /638)]. Ibnu Al-Qayyim Rahimahullah berkata, “Bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah Nabi tidak serta-merta menjadikan seseorang masuk Islam, selagi dia belum berkomitmen untuk menaati dan mengikuti beliau, karena kesaksian paman beliau, Abu Thalib bahwa beliau itu benar dan agama beliau lebih baik daripada agama-agama manusia tidak serta-merta menjadikannya masuk Islam. Orang yang mencermati sejarah dan riwayat-riwayat shahih tentang kesaksian dari banyak Ahli Kitab dan orang-orang musyrik bahwa beliau Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah utusan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan orang yang benar tidak menjadikan mereka masuk Islam, maka orang yang mencermati itu pasti menjadi tahu bahwa keislaman adalah perkara yang lebih dari itu, bukan hanya tentang pengetahuan saja, dan bukan sekedar pengetahuan dan pengikraran semata, tapi Islam adalah tentang pengetahuan, pengikraran, ketaatan, dan komitmen terhadap ketaatan kepada beliau dan agama beliau secara lahir dan batin.” (Kitab Zad al-Ma’ad jilid 3 hlm. 638). الأمر الثاني: تصديقه فيما أخبر، فالخبر يستوجب التصديق، كما أن الأمر يستوجب الانقياد، فما أخبر به النبي صلى الله عليه وسلم من الغيب هو وحيٌ من عند الله، فكل ما أتى من أخبار الغيبيات من الكلام على الله جل وعلا وأسمائه وصفاته وأفعاله، وعن الجنة والنار، وعن أخبار الغيب، وقصص الماضين، هو كله بوحي من الله جل وعلا، فمقتضى الشهادة أنه رسول من عند الله: أن يُصدق في كل ما أخبر به، فالمؤمن يصدق رسول الله صلى الله عليه وسلم بما أخبر به، سواء عقل ذلك أو لم يعقله، وسواء أدرك ذلك بنظره أو لم يدركه [ينظر: شرح ثلاثة الأصول، صالح بن عبدالعزيز آل الشيخ (146)]. Kedua: Membenarkan apa yang beliau sampaikan Kabar dari beliau harus dipercaya, sebagaimana perintah beliau harus ditaati. Apa yang dikabarkan Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam yang berupa perkara gaib adalah wahyu dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Jadi, segala kabar yang tidak diketahui, seperti firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, nama-nama, sifat-sifat, dan perbuatan-perbuatan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, surga dan neraka, kabar-kabar gaib, dan kisah-kisah kaum terdahulu, semua itu berdasarkan wahyu dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sehingga konsekuensi dari kesaksian bahwa beliau adalah rasul yang diutus Allah Subhanahu Wa Ta’ala adalah harus dipercayai segala yang beliau sampaikan. Orang yang beriman harus membenarkan apa yang dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam, baik itu masuk akal baginya atau tidak, dan baik itu dapat dipahami oleh pandangannya atau tidak. (Lihat: Kitab Syarh Tsalatsah al-Ushul karya Shalih bin Abdul Aziz Ali Asy-Syaikh, jilid 146). الأمر الثالث: اجتناب ما عنه نهى وزجر، فما نهى عنه الرسول صلى الله عليه وسلم أو زجر عنه أو حرَّمه، فإنه يجب اجتنابه؛ كما قال جل وعلا: ﴿ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ﴾ [الحشر: 7]، والتعبير بلفظة (اجتناب) أولى من (ترك)؛ لأن الاجتناب هو التباعد بأن يكون العبد في جانب، والمنهيات في جانب آخر، ولا يكون ذلك إلا بترك المشتبهات التي لم يتضح للعبد حلها أو حرمتُها[تنبيه العقول إلى كنوز ثلاثة الأصول، د. عبدالرحمن الشمسان (2 /635)]. Ketiga: Menjauhi apa yang beliau larang Segala hal yang dilarang, diperingatkan, dan diharamkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam wajib ditinggalkan, sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah Subhanahu Wa Ta’alaa: وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا “Apa yang diberikan Rasul kepadamu terimalah. Apa yang dilarangnya bagimu tinggalkanlah.” (QS. Al-Hasyr: 7). Pemakaian diksi “menjauhi” lebih baik daripada dengan kata “meninggalkan”, karena menjauhi memiliki arti seorang hamba berada di satu sisi dan hal-hal yang terlarang berada di sisi yang lain, dan ini tidak akan terwujud kecuali dengan meninggalkan perkara-perkara syubhat yang belum jelas kehalalan dan keharamannya baginya. (Kitab Tanbih Al-Uqul Ila Kunuz Tsalatsah Al-Ushul karya Dr. Abdurrahman Asy-Syamsan, jilid 2 hlm. 635). الأمر الرابع: ألا يعبد الله إلا بما شرع، فلا يُعبد الله جل وعلا بالأهواء والبدع والمحدثات والآراء والاستحسانات المختلفة، وإنما يُعبد الله جل وعلا عن طريق واحدة، وهي طريق الرسول صلى الله عليه وسلم بما جاء به عن ربه جل وعلا[ينظر: شرح ثلاثة الأصول، صالح بن عبدالعزيز آل الشيخ (148)]، والضمير في قول المصنف: (وألا يعبد الله إلا بما شرع)؛ أي: بما شرعه الله عز وجل، فالضمير المستتر المتعلق بالفعل (شرع) عائد إلى الاسم الأحسن (الله) لا إلى الرسول، فتقدير الكلام: وألا يعبد الله إلا بما شرعه الله؛ لأن الرسول ليس له حق الشرع، وإنما الشرع حق خاص بالله جل وعلا، والنبي إنما هو مبلِّغ فيما يبلِّغه من شرع الله جل وعلا [ينظر: تعليقات على ثلاثة الأصول، صالح بن عبدالله العصيمي (37)]. Keempat: Tidak beribadah kepada Allah kecuali dengan apa yang disyariatkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak boleh disembah dengan landasan hawa nafsu, bid’ah, hal yang dibuat-buat, pendapat-pendapat pribadi, dan kecondongan-kecondongan hati yang beraneka ragam. Allah Subhanahu Wa Ta’ala hanya boleh disembah dengan satu cara, yaitu cara Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam yang beliau dapatkan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. (Lihat: Kitab Syarh Tsalatsah Al-Ushul karya Shalih bin Abdul Aziz Ali asy-Syaikh, jilid 148). Subjek dalam kalimat penulis, “Tidak beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala kecuali dengan apa yang disyariatkan” yakni disyariatkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Jadi, subjek dari kata “disyariatkan” ini merujuk pada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, bukan kepada Rasul, sehingga kalimat lengkapnya adalah: Tidak beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala kecuali dengan apa yang disyariatkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala, karena Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam tidak memiliki hak untuk menetapkan syariat, tapi itu adalah hak prerogatif Allah Subhanahu Wa Ta’ala, sedangkan Nabi adalah penyampai syariat yang ditetapkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. فإذا اعتقد المسلم ذلك كمُلت له شهادته أن محمدًا رسول الله، وصار مسلمًا حقًّا. ومقتضى هذه الشهادة أيضًا ألا يُعْتَقد أن لرسول الله صلى الله عليه وسلم حقًّا في الربوبية وتصريف الكون، أو حقًّا في العبادة، بل هو صلى الله عليه وسلم عبدٌ لا يُعْبد، ورسولٌ لا يُكَذَّب، ولا يملك لنفسه ولا لغيره شيئًا من النفع أو الضر إلا ما شاء الله؛ كما قال الله تعالى: ﴿ قُلْ لَا أَقُولُ لَكُمْ عِنْدِي خَزَائِنُ اللَّهِ وَلَا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلَا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَى إِلَي ﴾ [الأنعام: 50]، فهو عبد مأمور يتبع ما أُمر به[شرح ثلاثة الأصول، محمد بن صالح العثيمين (75)]. والمقصود: أن أول ما يجب على العبد في الركن الأول من أركان الإسلام الخمسة: معرفة معنى الشهادتين، مع النطق بها بلسانه، وأن يعمل بما دلت عليه[ينظر: حاشية ثلاثة الأصول، عبدالرحمن بن قاسم (58).]. Apabila seorang muslim telah meyakini hal ini, maka sempurnalah kesaksiannya bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah rasul Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan menjadi Muslim yang hakiki. Di antara konsekuensi lain dari kesaksian ini juga adalah tidak meyakini Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam punya hak dalam mengatur alam semesta atau hak untuk disembah, tapi beliau Shallallahu Alaihi Wa Sallam hanyalah hamba Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang tidak boleh disembah, rasul yang tidak boleh didustakan, dan manusia yang tidak mampu mendatangkan manfaat dan mudharat bagi diri sendiri atau orang lain kecuali apa yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala kehendaki, sebagaimana yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala firmankan: قُلْ لَا أَقُولُ لَكُمْ عِنْدِي خَزَائِنُ اللَّهِ وَلَا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلَا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَى إِلَي “Katakanlah (Nabi Muhammad), ‘Aku tidak mengatakan kepadamu bahwa perbendaharaan (rezeki) Allah ada padaku, aku (sendiri) tidak mengetahui yang gaib, dan aku tidak (pula) mengatakan kepadamu bahwa aku malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.’” (QS. Al-An’am: 50). Beliau adalah seorang hamba yang diperintahkan dan menjalankan sesuai apa yang diperintahkan kepada beliau. (Kitab Syarh Tsalatsah al-Ushul karya Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, hlm. 75). Kesimpulannya: Hal pertama yang wajib dilakukan seorang hamba dalam rukun pertama dari lima rukun Islam adalah mengenal makna dua kalimat syahadat, melafalkannya dengan lisannya dan mengamalkan konsekuensi dari kandungannya. (Lihat: Kitab Hasyiyah Tsalatsah Al-Ushul karya Abdurrahman bin Qasim, hlm. 58). Sumber: https://www.alukah.net/sharia/1001/141410/معنى-شهادة-أن-محمدا-رسول-الله/ Sumber artikel PDF 🔍 Tulisan In Shaa Allah, Ayat Kursi Gambar, Benarkah Saat Haid Tidak Boleh Keramas, Catur Haram, Cewek Tidur Ngangkang Visited 108 times, 1 visit(s) today Post Views: 144 QRIS donasi Yufid

Makna Kesaksian bahwa Muhammad adalah Utusan Allah

[Dari Kitab Al-Mahshul Al-Jami Li-Syuruh TsalatsahAl-Ushul] معنى شهادة أن محمدًا رسول الله Oleh: Dr. Fahd bin Badi Al-Mursyidi د. فهد بن بادي المرشدي قال المصنف رحمه الله: (وَمَعْنَى “شَهَادَة أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ الله”: طَاعَتُهُ فِيمَا أَمَرَ، وَتَصْدِيقُهُ فِيمَا أَخْبَرَ، واجْتِنَابُ مَا عنه نهى وزجر، وألا يُعْبَدَ الله إِلا بِمَا شَرَعَ). Penulis Rahimahullah berkata, “Makna bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah utusan Allah yakni menaati apa yang beliau perintahkan, membenarkan apa yang beliau kabarkan, menjauhi apa yang beliau larang, dan tidak beribadah kepada Allah kecuali dengan apa yang disyariatkan.” الشرح الإجمالي: (ومعنى شهادة أن محمدًا رسول الله)، أي: مقتضى هذه الشهادة هي: (طاعته فيما أمر) من التوحيد والصلاة والزكاة، وغيرها من الواجبات والمستحبات، (وتصديقه فيما أخبَر) به عن الآخرة والجنة والنار، وغير ذلك من أخبار الأمم الماضية، أو الأمور المستقبلة، (واجتناب ما عنه نهى وزجر)؛ كالشرك والبدع وعقوق الوالدين والزنا والربا، وغير ذلك، (وألا يعبد الله إلا بما شرع) الله سبحانه في كتابه، وما جاء به رسوله صلى الله عليه وسلم، فمن عبَدَ الله بغير ما شرع، فعمله باطل مردود عليه [ينظر: حاشية ثلاثة الأصول، عبدالرحمن بن قاسم (57)؛ وتيسير الوصول شرح ثلاثة الأصول، د. عبدالمحسن القاسم (137)؛ وشرح الأصول الثلاثة، عبدالرحمن البراك (28)]. Penjelasan singkat: Maksud dari perkataan di atas: “Makna bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah utusan Allah” yakni konsekuensi dari kesaksian ini adalah “menaati apa yang beliau perintahkan” berupa pengesaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, shalat, zakat, dan amalan-amalan lain yang wajib dan sunnah, “membenarkan apa yang beliau kabarkan” tentang akhirat, surga, neraka, dan kisah dari umat-umat terdahulu dan perkara-perkara di masa depan, “menjauhi apa yang beliau larang” seperti syirik, bid’ah, durhaka terhadap orang tua, zina, riba, dan lain sebagainya, “dan tidak beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala kecuali dengan apa yang disyariatkan” yakni oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam Kitab-Nya dan yang disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam. Siapa yang beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan selain apa yang disyariatkan, maka amalannya batal dan tertolak. (Lihat: Kitab Hasyiyah Tsalatsah al-Ushul karya Abdurrahman bin Qasim, hlm. 57, Taisir Al-Wushul Syarh Tsalatsah Al-Ushul karya Dr. Abdul Muhsin Al-Qasim, hlm. 137, dan Syarh Tsalatsah Al-Ushul karya Abdurrahman Al-Barrak, hlm. 28). الشرح التفصيلي: سبق فيما مضى بيان أن الشهادة لا تكون شهادة، حتى يجتمع فيها ثلاث مراتب: علم الشاهد بها، واعتقاد صحة ما شهد به، وتكلم الشاهد بذلك ونطقه به، وأن يُعْلِم الشاهد ويخبر غيره بما يشهد به، فمعنى شهادة أنَّ محمدًا رسول الله أن يعلَم العبد ويعتقد ويتكلم، ويُخبر أنَّ محمدًا بن عبدالله الهاشمي القرشي المكي رسولٌ من عند الله جلَّ وعلا إلى جميع الخلق من الجن والإنس، أُنزل عليه الوحي فبلَّغ ذلك؛ لأن الرسول مُبلِّغ[ينظر: شرح ثلاثة الأصول، محمد بن صالح العثيمين (75)]. Penjelasan rinci: Telah diuraikan sebelumnya bahwa kesaksian tidak akan menjadi kesaksian hingga terkumpul di dalamnya tiga tahapan, (1) orang yang bersaksi telah memahami kandungan kesaksian, (2) meyakini kebenaran apa yang dia persaksikan, (3) melafalkan kesaksian disertai dengan mengabarkan kesaksian itu kepada orang lain. Jadi, makna bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah Rasul Allah Subhanahu Wa Ta’ala yakni seseorang harus mengetahui, meyakini, dan mengucapkan dan menyampaikannya bahwa Muhammad bin Abdullah Al-Hasyimi Al-Makki adalah utusan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala kepada seluruh makhluk dari golongan jin dan manusia, yang diturunkan wahyu kepada beliau kemudian beliau menyampaikannya, karena hakikat rasul adalah penyampai risalah. (Lihat: Kitab Syarh Tsalatsah al-Ushul karya Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, hlm. 75). وهناك من يُفسِّر شهادة أنَّ محمدًا رسول الله بمقتضاها؛ أي: بمعناها الذي تقتضيه، كما فعل المصنف؛ حيث قال: (ومعنى شهادة أنَّ محمدًا رسول الله: طاعته فيما أمر، وتصديقه فيما أخبر، واجتناب ما عنه نهى وزجَر، وألا يعبد الله إلا بما شرَع)، فمعنى شهادة أن محمدًا رسول الله من طريق اللزوم: أنها تقتضي أمورًا أربعة: Jadi, ada ulama yang menafsirkan kesaksian bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah utusan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan cara menyebutkan konsekuensinya, yakni dengan maknanya yang menjadi konsekuensinya, sebagaimana yang definisi yang dijelaskan oleh penulis yang mengatakan, “Makna bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallamadalah utusan Allah Subhanahu Wa Ta’ala yakni menaati apa yang beliau perintahkan, membenarkan apa yang beliau kabarkan, menjauhi apa yang beliau larang, dan tidak beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala kecuali dengan apa yang disyariatkan.” Dalam artian lain, kesaksian bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah rasul Allah Subhanahu Wa Ta’ala berdasarkan definisi tersebut memiliki empat konsekuensi, yaitu: الأمر الأول: طاعته فيما أمر، فإن ما جاء به النبي صلى الله عليه وسلم؛ إما أن يكون خبرًا، فالواجب فيه التصديق، وإما أن يكون أمرًا، فالواجب فيه الانقياد والتسليم، فالواجب في الأخبار التصديق، والواجب في الأحكام الطاعة والانقياد[شرح الأصول الثلاثة، د. خالد المصلح (48)]، فالشهادة بأن محمدًا رسول من عند الله تقتضي طاعته فيما أمر؛ لأنه إذا أمر فإن الآمر هو الله جل وعلا، فإذا اعتقد أن هذا الذي جاء به محمد صلى الله عليه وسلم لم يأتِ به من عنده وإنما هو رسول، فمقتضى ذلك: أن يطيعه فيما أمر، لكونه شهد بأنه رسول الله، فإن لم يطعه فيما أمَر اعتقادًا أنه لا يُطاع، كان ذلك تكذيبًا لشهادته، فمن قال أشهد أن محمدًا رسول الله، وهو يعتقد أنه لا تلزمه طاعة الرسول صلى الله عليه وسلم، فحاله حال المنافقين، شهادته مردودة، وهو كاذبٌ في شهادته، وأما إذا اعتقد أنه تجب عليه طاعة الرسول صلى الله عليه وسلم فيما أمر، ولكنه خالف لغلبة هوى، فهذا يكون عاصيًا، قد نقص من تحقيقه لشهادة أن محمدًا رسول الله بقدر مخالفته[شرح ثلاثة الأصول، صالح بن عبدالعزيز آل الشيخ (145)]، وما أُمر به على نوعين: ما كان على سبيل الوجوب، فتجب الطاعة فيه، وما كان على سبيل الاستحباب، فتُستحب الطاعة فيه. Pertama: Menaati apa yang beliau perintahkan Apa yang Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam sampaikan punya dua kemungkinan: antara (1) berupa kabar berita, dan kewajiban kita terhadap hal ini adalah mempercayainya, dan (2) berupa perintah, dan kewajiban kita terhadap hal ini adalah taat dan tunduk. Jadi, kewajiban terhadap kabar berita dari beliau adalah mempercayai, dan kewajiban terhadap hukum-hukum dari beliau adalah menaati dan menjalankan. (Kitab Syarh Al-Ushul Ats-Tsalatsah karya Dr. Khalid Al-Mushlih, hlm. 48). Jadi, kesaksian bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah rasul yang diutus oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala memiliki konsekuensi berupa ketaatan terhadap apa yang beliau perintahkan, karena apabila beliau memerintahkan sesuatu, maka pemberi perintah yang sebenarnya adalah Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Apabila seseorang meyakini bahwa risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam bukanlah perkara yang beliau buat-buat sendiri, tapi beliau hanya seorang utusan untuk menyampaikan, maka konsekuensinya adalah dia harus menaati perintah beliau, karena dia telah bersaksi bahwa dia adalah utusan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.  Namun, apabila dia tidak menaati perintah beliau karena meyakini bahwa beliau tidak perlu ditaati, maka itu memerupakan bentuk pendustaan terhadap kesaksiannya sendiri. Orang yang mengucapkan, “Saya bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah rasul Allah” sedangkan dia meyakini bahwa tidak wajib menaati Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam, maka keadaannya seperti orang-orang munafik, dan kesaksiannya tertolak karena dusta dalam kesaksiannya. Sedangkan apabila dia meyakini bahwa wajib menaati perintah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam, tapi dia terkadang menyelisihi perintah beliau karena tumbang oleh hawa nafsunya, maka dia adalah pelaku maksiat, dan tingkat penerapan kesaksiannya bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah rasul Allah Subhanahu Wa Ta’ala berkurang sesuai dengan kadar penyelisihannya. (Kitab Syarh Tsalatsah Al-Ushul karya Shalih bin Abdul Aziz Ali Asy-Syaikh, jilid 145). Kemudian apa yang diperintahkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam terbagi menjadi dua macam: (1) perintah yang wajib sehingga harus dikerjakan, (2) dan perintah yang sunnah sehingga pelaksanaannya bersifat anjuran. قال ابن القيم رحمه الله تعالى: «الشهادة لرسول الله بأنه نبي لا تُدخل الإنسانَ في الإسلام ما لم يلتزم طاعته ومتابعته، فشهادة عمه أبي طالب له بأنه صادق، وأن دينه من خير أديان البرية دينًا لم تُدْخِلهُ هذه الشهادة في الإسلام، ومن تأمَّل ما في السير والأخبار الثابتة من شهادة كثير من أهل الكتاب والمشركين له صلى الله عليه وسلم بالرسالة، وأنه صادق، ولم تدخلهم هذه الشهادة في الإسلام، علِمَ أن الإسلام أمرٌ وراء ذلك، وأنه ليس هو المعرفة فقط، ولا المعرفة والإقرار فقط، بل المعرفة والإقرار والانقياد، والتزام طاعته ودينه ظاهرًا وباطنًا»[زاد المعاد (3 /638)]. Ibnu Al-Qayyim Rahimahullah berkata, “Bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah Nabi tidak serta-merta menjadikan seseorang masuk Islam, selagi dia belum berkomitmen untuk menaati dan mengikuti beliau, karena kesaksian paman beliau, Abu Thalib bahwa beliau itu benar dan agama beliau lebih baik daripada agama-agama manusia tidak serta-merta menjadikannya masuk Islam. Orang yang mencermati sejarah dan riwayat-riwayat shahih tentang kesaksian dari banyak Ahli Kitab dan orang-orang musyrik bahwa beliau Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah utusan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan orang yang benar tidak menjadikan mereka masuk Islam, maka orang yang mencermati itu pasti menjadi tahu bahwa keislaman adalah perkara yang lebih dari itu, bukan hanya tentang pengetahuan saja, dan bukan sekedar pengetahuan dan pengikraran semata, tapi Islam adalah tentang pengetahuan, pengikraran, ketaatan, dan komitmen terhadap ketaatan kepada beliau dan agama beliau secara lahir dan batin.” (Kitab Zad al-Ma’ad jilid 3 hlm. 638). الأمر الثاني: تصديقه فيما أخبر، فالخبر يستوجب التصديق، كما أن الأمر يستوجب الانقياد، فما أخبر به النبي صلى الله عليه وسلم من الغيب هو وحيٌ من عند الله، فكل ما أتى من أخبار الغيبيات من الكلام على الله جل وعلا وأسمائه وصفاته وأفعاله، وعن الجنة والنار، وعن أخبار الغيب، وقصص الماضين، هو كله بوحي من الله جل وعلا، فمقتضى الشهادة أنه رسول من عند الله: أن يُصدق في كل ما أخبر به، فالمؤمن يصدق رسول الله صلى الله عليه وسلم بما أخبر به، سواء عقل ذلك أو لم يعقله، وسواء أدرك ذلك بنظره أو لم يدركه [ينظر: شرح ثلاثة الأصول، صالح بن عبدالعزيز آل الشيخ (146)]. Kedua: Membenarkan apa yang beliau sampaikan Kabar dari beliau harus dipercaya, sebagaimana perintah beliau harus ditaati. Apa yang dikabarkan Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam yang berupa perkara gaib adalah wahyu dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Jadi, segala kabar yang tidak diketahui, seperti firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, nama-nama, sifat-sifat, dan perbuatan-perbuatan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, surga dan neraka, kabar-kabar gaib, dan kisah-kisah kaum terdahulu, semua itu berdasarkan wahyu dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sehingga konsekuensi dari kesaksian bahwa beliau adalah rasul yang diutus Allah Subhanahu Wa Ta’ala adalah harus dipercayai segala yang beliau sampaikan. Orang yang beriman harus membenarkan apa yang dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam, baik itu masuk akal baginya atau tidak, dan baik itu dapat dipahami oleh pandangannya atau tidak. (Lihat: Kitab Syarh Tsalatsah al-Ushul karya Shalih bin Abdul Aziz Ali Asy-Syaikh, jilid 146). الأمر الثالث: اجتناب ما عنه نهى وزجر، فما نهى عنه الرسول صلى الله عليه وسلم أو زجر عنه أو حرَّمه، فإنه يجب اجتنابه؛ كما قال جل وعلا: ﴿ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ﴾ [الحشر: 7]، والتعبير بلفظة (اجتناب) أولى من (ترك)؛ لأن الاجتناب هو التباعد بأن يكون العبد في جانب، والمنهيات في جانب آخر، ولا يكون ذلك إلا بترك المشتبهات التي لم يتضح للعبد حلها أو حرمتُها[تنبيه العقول إلى كنوز ثلاثة الأصول، د. عبدالرحمن الشمسان (2 /635)]. Ketiga: Menjauhi apa yang beliau larang Segala hal yang dilarang, diperingatkan, dan diharamkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam wajib ditinggalkan, sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah Subhanahu Wa Ta’alaa: وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا “Apa yang diberikan Rasul kepadamu terimalah. Apa yang dilarangnya bagimu tinggalkanlah.” (QS. Al-Hasyr: 7). Pemakaian diksi “menjauhi” lebih baik daripada dengan kata “meninggalkan”, karena menjauhi memiliki arti seorang hamba berada di satu sisi dan hal-hal yang terlarang berada di sisi yang lain, dan ini tidak akan terwujud kecuali dengan meninggalkan perkara-perkara syubhat yang belum jelas kehalalan dan keharamannya baginya. (Kitab Tanbih Al-Uqul Ila Kunuz Tsalatsah Al-Ushul karya Dr. Abdurrahman Asy-Syamsan, jilid 2 hlm. 635). الأمر الرابع: ألا يعبد الله إلا بما شرع، فلا يُعبد الله جل وعلا بالأهواء والبدع والمحدثات والآراء والاستحسانات المختلفة، وإنما يُعبد الله جل وعلا عن طريق واحدة، وهي طريق الرسول صلى الله عليه وسلم بما جاء به عن ربه جل وعلا[ينظر: شرح ثلاثة الأصول، صالح بن عبدالعزيز آل الشيخ (148)]، والضمير في قول المصنف: (وألا يعبد الله إلا بما شرع)؛ أي: بما شرعه الله عز وجل، فالضمير المستتر المتعلق بالفعل (شرع) عائد إلى الاسم الأحسن (الله) لا إلى الرسول، فتقدير الكلام: وألا يعبد الله إلا بما شرعه الله؛ لأن الرسول ليس له حق الشرع، وإنما الشرع حق خاص بالله جل وعلا، والنبي إنما هو مبلِّغ فيما يبلِّغه من شرع الله جل وعلا [ينظر: تعليقات على ثلاثة الأصول، صالح بن عبدالله العصيمي (37)]. Keempat: Tidak beribadah kepada Allah kecuali dengan apa yang disyariatkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak boleh disembah dengan landasan hawa nafsu, bid’ah, hal yang dibuat-buat, pendapat-pendapat pribadi, dan kecondongan-kecondongan hati yang beraneka ragam. Allah Subhanahu Wa Ta’ala hanya boleh disembah dengan satu cara, yaitu cara Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam yang beliau dapatkan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. (Lihat: Kitab Syarh Tsalatsah Al-Ushul karya Shalih bin Abdul Aziz Ali asy-Syaikh, jilid 148). Subjek dalam kalimat penulis, “Tidak beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala kecuali dengan apa yang disyariatkan” yakni disyariatkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Jadi, subjek dari kata “disyariatkan” ini merujuk pada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, bukan kepada Rasul, sehingga kalimat lengkapnya adalah: Tidak beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala kecuali dengan apa yang disyariatkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala, karena Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam tidak memiliki hak untuk menetapkan syariat, tapi itu adalah hak prerogatif Allah Subhanahu Wa Ta’ala, sedangkan Nabi adalah penyampai syariat yang ditetapkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. فإذا اعتقد المسلم ذلك كمُلت له شهادته أن محمدًا رسول الله، وصار مسلمًا حقًّا. ومقتضى هذه الشهادة أيضًا ألا يُعْتَقد أن لرسول الله صلى الله عليه وسلم حقًّا في الربوبية وتصريف الكون، أو حقًّا في العبادة، بل هو صلى الله عليه وسلم عبدٌ لا يُعْبد، ورسولٌ لا يُكَذَّب، ولا يملك لنفسه ولا لغيره شيئًا من النفع أو الضر إلا ما شاء الله؛ كما قال الله تعالى: ﴿ قُلْ لَا أَقُولُ لَكُمْ عِنْدِي خَزَائِنُ اللَّهِ وَلَا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلَا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَى إِلَي ﴾ [الأنعام: 50]، فهو عبد مأمور يتبع ما أُمر به[شرح ثلاثة الأصول، محمد بن صالح العثيمين (75)]. والمقصود: أن أول ما يجب على العبد في الركن الأول من أركان الإسلام الخمسة: معرفة معنى الشهادتين، مع النطق بها بلسانه، وأن يعمل بما دلت عليه[ينظر: حاشية ثلاثة الأصول، عبدالرحمن بن قاسم (58).]. Apabila seorang muslim telah meyakini hal ini, maka sempurnalah kesaksiannya bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah rasul Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan menjadi Muslim yang hakiki. Di antara konsekuensi lain dari kesaksian ini juga adalah tidak meyakini Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam punya hak dalam mengatur alam semesta atau hak untuk disembah, tapi beliau Shallallahu Alaihi Wa Sallam hanyalah hamba Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang tidak boleh disembah, rasul yang tidak boleh didustakan, dan manusia yang tidak mampu mendatangkan manfaat dan mudharat bagi diri sendiri atau orang lain kecuali apa yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala kehendaki, sebagaimana yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala firmankan: قُلْ لَا أَقُولُ لَكُمْ عِنْدِي خَزَائِنُ اللَّهِ وَلَا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلَا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَى إِلَي “Katakanlah (Nabi Muhammad), ‘Aku tidak mengatakan kepadamu bahwa perbendaharaan (rezeki) Allah ada padaku, aku (sendiri) tidak mengetahui yang gaib, dan aku tidak (pula) mengatakan kepadamu bahwa aku malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.’” (QS. Al-An’am: 50). Beliau adalah seorang hamba yang diperintahkan dan menjalankan sesuai apa yang diperintahkan kepada beliau. (Kitab Syarh Tsalatsah al-Ushul karya Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, hlm. 75). Kesimpulannya: Hal pertama yang wajib dilakukan seorang hamba dalam rukun pertama dari lima rukun Islam adalah mengenal makna dua kalimat syahadat, melafalkannya dengan lisannya dan mengamalkan konsekuensi dari kandungannya. (Lihat: Kitab Hasyiyah Tsalatsah Al-Ushul karya Abdurrahman bin Qasim, hlm. 58). Sumber: https://www.alukah.net/sharia/1001/141410/معنى-شهادة-أن-محمدا-رسول-الله/ Sumber artikel PDF 🔍 Tulisan In Shaa Allah, Ayat Kursi Gambar, Benarkah Saat Haid Tidak Boleh Keramas, Catur Haram, Cewek Tidur Ngangkang Visited 108 times, 1 visit(s) today Post Views: 144 QRIS donasi Yufid
[Dari Kitab Al-Mahshul Al-Jami Li-Syuruh TsalatsahAl-Ushul] معنى شهادة أن محمدًا رسول الله Oleh: Dr. Fahd bin Badi Al-Mursyidi د. فهد بن بادي المرشدي قال المصنف رحمه الله: (وَمَعْنَى “شَهَادَة أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ الله”: طَاعَتُهُ فِيمَا أَمَرَ، وَتَصْدِيقُهُ فِيمَا أَخْبَرَ، واجْتِنَابُ مَا عنه نهى وزجر، وألا يُعْبَدَ الله إِلا بِمَا شَرَعَ). Penulis Rahimahullah berkata, “Makna bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah utusan Allah yakni menaati apa yang beliau perintahkan, membenarkan apa yang beliau kabarkan, menjauhi apa yang beliau larang, dan tidak beribadah kepada Allah kecuali dengan apa yang disyariatkan.” الشرح الإجمالي: (ومعنى شهادة أن محمدًا رسول الله)، أي: مقتضى هذه الشهادة هي: (طاعته فيما أمر) من التوحيد والصلاة والزكاة، وغيرها من الواجبات والمستحبات، (وتصديقه فيما أخبَر) به عن الآخرة والجنة والنار، وغير ذلك من أخبار الأمم الماضية، أو الأمور المستقبلة، (واجتناب ما عنه نهى وزجر)؛ كالشرك والبدع وعقوق الوالدين والزنا والربا، وغير ذلك، (وألا يعبد الله إلا بما شرع) الله سبحانه في كتابه، وما جاء به رسوله صلى الله عليه وسلم، فمن عبَدَ الله بغير ما شرع، فعمله باطل مردود عليه [ينظر: حاشية ثلاثة الأصول، عبدالرحمن بن قاسم (57)؛ وتيسير الوصول شرح ثلاثة الأصول، د. عبدالمحسن القاسم (137)؛ وشرح الأصول الثلاثة، عبدالرحمن البراك (28)]. Penjelasan singkat: Maksud dari perkataan di atas: “Makna bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah utusan Allah” yakni konsekuensi dari kesaksian ini adalah “menaati apa yang beliau perintahkan” berupa pengesaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, shalat, zakat, dan amalan-amalan lain yang wajib dan sunnah, “membenarkan apa yang beliau kabarkan” tentang akhirat, surga, neraka, dan kisah dari umat-umat terdahulu dan perkara-perkara di masa depan, “menjauhi apa yang beliau larang” seperti syirik, bid’ah, durhaka terhadap orang tua, zina, riba, dan lain sebagainya, “dan tidak beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala kecuali dengan apa yang disyariatkan” yakni oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam Kitab-Nya dan yang disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam. Siapa yang beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan selain apa yang disyariatkan, maka amalannya batal dan tertolak. (Lihat: Kitab Hasyiyah Tsalatsah al-Ushul karya Abdurrahman bin Qasim, hlm. 57, Taisir Al-Wushul Syarh Tsalatsah Al-Ushul karya Dr. Abdul Muhsin Al-Qasim, hlm. 137, dan Syarh Tsalatsah Al-Ushul karya Abdurrahman Al-Barrak, hlm. 28). الشرح التفصيلي: سبق فيما مضى بيان أن الشهادة لا تكون شهادة، حتى يجتمع فيها ثلاث مراتب: علم الشاهد بها، واعتقاد صحة ما شهد به، وتكلم الشاهد بذلك ونطقه به، وأن يُعْلِم الشاهد ويخبر غيره بما يشهد به، فمعنى شهادة أنَّ محمدًا رسول الله أن يعلَم العبد ويعتقد ويتكلم، ويُخبر أنَّ محمدًا بن عبدالله الهاشمي القرشي المكي رسولٌ من عند الله جلَّ وعلا إلى جميع الخلق من الجن والإنس، أُنزل عليه الوحي فبلَّغ ذلك؛ لأن الرسول مُبلِّغ[ينظر: شرح ثلاثة الأصول، محمد بن صالح العثيمين (75)]. Penjelasan rinci: Telah diuraikan sebelumnya bahwa kesaksian tidak akan menjadi kesaksian hingga terkumpul di dalamnya tiga tahapan, (1) orang yang bersaksi telah memahami kandungan kesaksian, (2) meyakini kebenaran apa yang dia persaksikan, (3) melafalkan kesaksian disertai dengan mengabarkan kesaksian itu kepada orang lain. Jadi, makna bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah Rasul Allah Subhanahu Wa Ta’ala yakni seseorang harus mengetahui, meyakini, dan mengucapkan dan menyampaikannya bahwa Muhammad bin Abdullah Al-Hasyimi Al-Makki adalah utusan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala kepada seluruh makhluk dari golongan jin dan manusia, yang diturunkan wahyu kepada beliau kemudian beliau menyampaikannya, karena hakikat rasul adalah penyampai risalah. (Lihat: Kitab Syarh Tsalatsah al-Ushul karya Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, hlm. 75). وهناك من يُفسِّر شهادة أنَّ محمدًا رسول الله بمقتضاها؛ أي: بمعناها الذي تقتضيه، كما فعل المصنف؛ حيث قال: (ومعنى شهادة أنَّ محمدًا رسول الله: طاعته فيما أمر، وتصديقه فيما أخبر، واجتناب ما عنه نهى وزجَر، وألا يعبد الله إلا بما شرَع)، فمعنى شهادة أن محمدًا رسول الله من طريق اللزوم: أنها تقتضي أمورًا أربعة: Jadi, ada ulama yang menafsirkan kesaksian bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah utusan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan cara menyebutkan konsekuensinya, yakni dengan maknanya yang menjadi konsekuensinya, sebagaimana yang definisi yang dijelaskan oleh penulis yang mengatakan, “Makna bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallamadalah utusan Allah Subhanahu Wa Ta’ala yakni menaati apa yang beliau perintahkan, membenarkan apa yang beliau kabarkan, menjauhi apa yang beliau larang, dan tidak beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala kecuali dengan apa yang disyariatkan.” Dalam artian lain, kesaksian bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah rasul Allah Subhanahu Wa Ta’ala berdasarkan definisi tersebut memiliki empat konsekuensi, yaitu: الأمر الأول: طاعته فيما أمر، فإن ما جاء به النبي صلى الله عليه وسلم؛ إما أن يكون خبرًا، فالواجب فيه التصديق، وإما أن يكون أمرًا، فالواجب فيه الانقياد والتسليم، فالواجب في الأخبار التصديق، والواجب في الأحكام الطاعة والانقياد[شرح الأصول الثلاثة، د. خالد المصلح (48)]، فالشهادة بأن محمدًا رسول من عند الله تقتضي طاعته فيما أمر؛ لأنه إذا أمر فإن الآمر هو الله جل وعلا، فإذا اعتقد أن هذا الذي جاء به محمد صلى الله عليه وسلم لم يأتِ به من عنده وإنما هو رسول، فمقتضى ذلك: أن يطيعه فيما أمر، لكونه شهد بأنه رسول الله، فإن لم يطعه فيما أمَر اعتقادًا أنه لا يُطاع، كان ذلك تكذيبًا لشهادته، فمن قال أشهد أن محمدًا رسول الله، وهو يعتقد أنه لا تلزمه طاعة الرسول صلى الله عليه وسلم، فحاله حال المنافقين، شهادته مردودة، وهو كاذبٌ في شهادته، وأما إذا اعتقد أنه تجب عليه طاعة الرسول صلى الله عليه وسلم فيما أمر، ولكنه خالف لغلبة هوى، فهذا يكون عاصيًا، قد نقص من تحقيقه لشهادة أن محمدًا رسول الله بقدر مخالفته[شرح ثلاثة الأصول، صالح بن عبدالعزيز آل الشيخ (145)]، وما أُمر به على نوعين: ما كان على سبيل الوجوب، فتجب الطاعة فيه، وما كان على سبيل الاستحباب، فتُستحب الطاعة فيه. Pertama: Menaati apa yang beliau perintahkan Apa yang Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam sampaikan punya dua kemungkinan: antara (1) berupa kabar berita, dan kewajiban kita terhadap hal ini adalah mempercayainya, dan (2) berupa perintah, dan kewajiban kita terhadap hal ini adalah taat dan tunduk. Jadi, kewajiban terhadap kabar berita dari beliau adalah mempercayai, dan kewajiban terhadap hukum-hukum dari beliau adalah menaati dan menjalankan. (Kitab Syarh Al-Ushul Ats-Tsalatsah karya Dr. Khalid Al-Mushlih, hlm. 48). Jadi, kesaksian bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah rasul yang diutus oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala memiliki konsekuensi berupa ketaatan terhadap apa yang beliau perintahkan, karena apabila beliau memerintahkan sesuatu, maka pemberi perintah yang sebenarnya adalah Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Apabila seseorang meyakini bahwa risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam bukanlah perkara yang beliau buat-buat sendiri, tapi beliau hanya seorang utusan untuk menyampaikan, maka konsekuensinya adalah dia harus menaati perintah beliau, karena dia telah bersaksi bahwa dia adalah utusan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.  Namun, apabila dia tidak menaati perintah beliau karena meyakini bahwa beliau tidak perlu ditaati, maka itu memerupakan bentuk pendustaan terhadap kesaksiannya sendiri. Orang yang mengucapkan, “Saya bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah rasul Allah” sedangkan dia meyakini bahwa tidak wajib menaati Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam, maka keadaannya seperti orang-orang munafik, dan kesaksiannya tertolak karena dusta dalam kesaksiannya. Sedangkan apabila dia meyakini bahwa wajib menaati perintah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam, tapi dia terkadang menyelisihi perintah beliau karena tumbang oleh hawa nafsunya, maka dia adalah pelaku maksiat, dan tingkat penerapan kesaksiannya bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah rasul Allah Subhanahu Wa Ta’ala berkurang sesuai dengan kadar penyelisihannya. (Kitab Syarh Tsalatsah Al-Ushul karya Shalih bin Abdul Aziz Ali Asy-Syaikh, jilid 145). Kemudian apa yang diperintahkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam terbagi menjadi dua macam: (1) perintah yang wajib sehingga harus dikerjakan, (2) dan perintah yang sunnah sehingga pelaksanaannya bersifat anjuran. قال ابن القيم رحمه الله تعالى: «الشهادة لرسول الله بأنه نبي لا تُدخل الإنسانَ في الإسلام ما لم يلتزم طاعته ومتابعته، فشهادة عمه أبي طالب له بأنه صادق، وأن دينه من خير أديان البرية دينًا لم تُدْخِلهُ هذه الشهادة في الإسلام، ومن تأمَّل ما في السير والأخبار الثابتة من شهادة كثير من أهل الكتاب والمشركين له صلى الله عليه وسلم بالرسالة، وأنه صادق، ولم تدخلهم هذه الشهادة في الإسلام، علِمَ أن الإسلام أمرٌ وراء ذلك، وأنه ليس هو المعرفة فقط، ولا المعرفة والإقرار فقط، بل المعرفة والإقرار والانقياد، والتزام طاعته ودينه ظاهرًا وباطنًا»[زاد المعاد (3 /638)]. Ibnu Al-Qayyim Rahimahullah berkata, “Bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah Nabi tidak serta-merta menjadikan seseorang masuk Islam, selagi dia belum berkomitmen untuk menaati dan mengikuti beliau, karena kesaksian paman beliau, Abu Thalib bahwa beliau itu benar dan agama beliau lebih baik daripada agama-agama manusia tidak serta-merta menjadikannya masuk Islam. Orang yang mencermati sejarah dan riwayat-riwayat shahih tentang kesaksian dari banyak Ahli Kitab dan orang-orang musyrik bahwa beliau Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah utusan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan orang yang benar tidak menjadikan mereka masuk Islam, maka orang yang mencermati itu pasti menjadi tahu bahwa keislaman adalah perkara yang lebih dari itu, bukan hanya tentang pengetahuan saja, dan bukan sekedar pengetahuan dan pengikraran semata, tapi Islam adalah tentang pengetahuan, pengikraran, ketaatan, dan komitmen terhadap ketaatan kepada beliau dan agama beliau secara lahir dan batin.” (Kitab Zad al-Ma’ad jilid 3 hlm. 638). الأمر الثاني: تصديقه فيما أخبر، فالخبر يستوجب التصديق، كما أن الأمر يستوجب الانقياد، فما أخبر به النبي صلى الله عليه وسلم من الغيب هو وحيٌ من عند الله، فكل ما أتى من أخبار الغيبيات من الكلام على الله جل وعلا وأسمائه وصفاته وأفعاله، وعن الجنة والنار، وعن أخبار الغيب، وقصص الماضين، هو كله بوحي من الله جل وعلا، فمقتضى الشهادة أنه رسول من عند الله: أن يُصدق في كل ما أخبر به، فالمؤمن يصدق رسول الله صلى الله عليه وسلم بما أخبر به، سواء عقل ذلك أو لم يعقله، وسواء أدرك ذلك بنظره أو لم يدركه [ينظر: شرح ثلاثة الأصول، صالح بن عبدالعزيز آل الشيخ (146)]. Kedua: Membenarkan apa yang beliau sampaikan Kabar dari beliau harus dipercaya, sebagaimana perintah beliau harus ditaati. Apa yang dikabarkan Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam yang berupa perkara gaib adalah wahyu dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Jadi, segala kabar yang tidak diketahui, seperti firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, nama-nama, sifat-sifat, dan perbuatan-perbuatan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, surga dan neraka, kabar-kabar gaib, dan kisah-kisah kaum terdahulu, semua itu berdasarkan wahyu dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sehingga konsekuensi dari kesaksian bahwa beliau adalah rasul yang diutus Allah Subhanahu Wa Ta’ala adalah harus dipercayai segala yang beliau sampaikan. Orang yang beriman harus membenarkan apa yang dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam, baik itu masuk akal baginya atau tidak, dan baik itu dapat dipahami oleh pandangannya atau tidak. (Lihat: Kitab Syarh Tsalatsah al-Ushul karya Shalih bin Abdul Aziz Ali Asy-Syaikh, jilid 146). الأمر الثالث: اجتناب ما عنه نهى وزجر، فما نهى عنه الرسول صلى الله عليه وسلم أو زجر عنه أو حرَّمه، فإنه يجب اجتنابه؛ كما قال جل وعلا: ﴿ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ﴾ [الحشر: 7]، والتعبير بلفظة (اجتناب) أولى من (ترك)؛ لأن الاجتناب هو التباعد بأن يكون العبد في جانب، والمنهيات في جانب آخر، ولا يكون ذلك إلا بترك المشتبهات التي لم يتضح للعبد حلها أو حرمتُها[تنبيه العقول إلى كنوز ثلاثة الأصول، د. عبدالرحمن الشمسان (2 /635)]. Ketiga: Menjauhi apa yang beliau larang Segala hal yang dilarang, diperingatkan, dan diharamkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam wajib ditinggalkan, sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah Subhanahu Wa Ta’alaa: وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا “Apa yang diberikan Rasul kepadamu terimalah. Apa yang dilarangnya bagimu tinggalkanlah.” (QS. Al-Hasyr: 7). Pemakaian diksi “menjauhi” lebih baik daripada dengan kata “meninggalkan”, karena menjauhi memiliki arti seorang hamba berada di satu sisi dan hal-hal yang terlarang berada di sisi yang lain, dan ini tidak akan terwujud kecuali dengan meninggalkan perkara-perkara syubhat yang belum jelas kehalalan dan keharamannya baginya. (Kitab Tanbih Al-Uqul Ila Kunuz Tsalatsah Al-Ushul karya Dr. Abdurrahman Asy-Syamsan, jilid 2 hlm. 635). الأمر الرابع: ألا يعبد الله إلا بما شرع، فلا يُعبد الله جل وعلا بالأهواء والبدع والمحدثات والآراء والاستحسانات المختلفة، وإنما يُعبد الله جل وعلا عن طريق واحدة، وهي طريق الرسول صلى الله عليه وسلم بما جاء به عن ربه جل وعلا[ينظر: شرح ثلاثة الأصول، صالح بن عبدالعزيز آل الشيخ (148)]، والضمير في قول المصنف: (وألا يعبد الله إلا بما شرع)؛ أي: بما شرعه الله عز وجل، فالضمير المستتر المتعلق بالفعل (شرع) عائد إلى الاسم الأحسن (الله) لا إلى الرسول، فتقدير الكلام: وألا يعبد الله إلا بما شرعه الله؛ لأن الرسول ليس له حق الشرع، وإنما الشرع حق خاص بالله جل وعلا، والنبي إنما هو مبلِّغ فيما يبلِّغه من شرع الله جل وعلا [ينظر: تعليقات على ثلاثة الأصول، صالح بن عبدالله العصيمي (37)]. Keempat: Tidak beribadah kepada Allah kecuali dengan apa yang disyariatkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak boleh disembah dengan landasan hawa nafsu, bid’ah, hal yang dibuat-buat, pendapat-pendapat pribadi, dan kecondongan-kecondongan hati yang beraneka ragam. Allah Subhanahu Wa Ta’ala hanya boleh disembah dengan satu cara, yaitu cara Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam yang beliau dapatkan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. (Lihat: Kitab Syarh Tsalatsah Al-Ushul karya Shalih bin Abdul Aziz Ali asy-Syaikh, jilid 148). Subjek dalam kalimat penulis, “Tidak beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala kecuali dengan apa yang disyariatkan” yakni disyariatkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Jadi, subjek dari kata “disyariatkan” ini merujuk pada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, bukan kepada Rasul, sehingga kalimat lengkapnya adalah: Tidak beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala kecuali dengan apa yang disyariatkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala, karena Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam tidak memiliki hak untuk menetapkan syariat, tapi itu adalah hak prerogatif Allah Subhanahu Wa Ta’ala, sedangkan Nabi adalah penyampai syariat yang ditetapkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. فإذا اعتقد المسلم ذلك كمُلت له شهادته أن محمدًا رسول الله، وصار مسلمًا حقًّا. ومقتضى هذه الشهادة أيضًا ألا يُعْتَقد أن لرسول الله صلى الله عليه وسلم حقًّا في الربوبية وتصريف الكون، أو حقًّا في العبادة، بل هو صلى الله عليه وسلم عبدٌ لا يُعْبد، ورسولٌ لا يُكَذَّب، ولا يملك لنفسه ولا لغيره شيئًا من النفع أو الضر إلا ما شاء الله؛ كما قال الله تعالى: ﴿ قُلْ لَا أَقُولُ لَكُمْ عِنْدِي خَزَائِنُ اللَّهِ وَلَا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلَا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَى إِلَي ﴾ [الأنعام: 50]، فهو عبد مأمور يتبع ما أُمر به[شرح ثلاثة الأصول، محمد بن صالح العثيمين (75)]. والمقصود: أن أول ما يجب على العبد في الركن الأول من أركان الإسلام الخمسة: معرفة معنى الشهادتين، مع النطق بها بلسانه، وأن يعمل بما دلت عليه[ينظر: حاشية ثلاثة الأصول، عبدالرحمن بن قاسم (58).]. Apabila seorang muslim telah meyakini hal ini, maka sempurnalah kesaksiannya bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah rasul Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan menjadi Muslim yang hakiki. Di antara konsekuensi lain dari kesaksian ini juga adalah tidak meyakini Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam punya hak dalam mengatur alam semesta atau hak untuk disembah, tapi beliau Shallallahu Alaihi Wa Sallam hanyalah hamba Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang tidak boleh disembah, rasul yang tidak boleh didustakan, dan manusia yang tidak mampu mendatangkan manfaat dan mudharat bagi diri sendiri atau orang lain kecuali apa yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala kehendaki, sebagaimana yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala firmankan: قُلْ لَا أَقُولُ لَكُمْ عِنْدِي خَزَائِنُ اللَّهِ وَلَا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلَا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَى إِلَي “Katakanlah (Nabi Muhammad), ‘Aku tidak mengatakan kepadamu bahwa perbendaharaan (rezeki) Allah ada padaku, aku (sendiri) tidak mengetahui yang gaib, dan aku tidak (pula) mengatakan kepadamu bahwa aku malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.’” (QS. Al-An’am: 50). Beliau adalah seorang hamba yang diperintahkan dan menjalankan sesuai apa yang diperintahkan kepada beliau. (Kitab Syarh Tsalatsah al-Ushul karya Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, hlm. 75). Kesimpulannya: Hal pertama yang wajib dilakukan seorang hamba dalam rukun pertama dari lima rukun Islam adalah mengenal makna dua kalimat syahadat, melafalkannya dengan lisannya dan mengamalkan konsekuensi dari kandungannya. (Lihat: Kitab Hasyiyah Tsalatsah Al-Ushul karya Abdurrahman bin Qasim, hlm. 58). Sumber: https://www.alukah.net/sharia/1001/141410/معنى-شهادة-أن-محمدا-رسول-الله/ Sumber artikel PDF 🔍 Tulisan In Shaa Allah, Ayat Kursi Gambar, Benarkah Saat Haid Tidak Boleh Keramas, Catur Haram, Cewek Tidur Ngangkang Visited 108 times, 1 visit(s) today Post Views: 144 QRIS donasi Yufid


[Dari Kitab Al-Mahshul Al-Jami Li-Syuruh TsalatsahAl-Ushul] معنى شهادة أن محمدًا رسول الله Oleh: Dr. Fahd bin Badi Al-Mursyidi د. فهد بن بادي المرشدي قال المصنف رحمه الله: (وَمَعْنَى “شَهَادَة أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ الله”: طَاعَتُهُ فِيمَا أَمَرَ، وَتَصْدِيقُهُ فِيمَا أَخْبَرَ، واجْتِنَابُ مَا عنه نهى وزجر، وألا يُعْبَدَ الله إِلا بِمَا شَرَعَ). Penulis Rahimahullah berkata, “Makna bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah utusan Allah yakni menaati apa yang beliau perintahkan, membenarkan apa yang beliau kabarkan, menjauhi apa yang beliau larang, dan tidak beribadah kepada Allah kecuali dengan apa yang disyariatkan.” الشرح الإجمالي: (ومعنى شهادة أن محمدًا رسول الله)، أي: مقتضى هذه الشهادة هي: (طاعته فيما أمر) من التوحيد والصلاة والزكاة، وغيرها من الواجبات والمستحبات، (وتصديقه فيما أخبَر) به عن الآخرة والجنة والنار، وغير ذلك من أخبار الأمم الماضية، أو الأمور المستقبلة، (واجتناب ما عنه نهى وزجر)؛ كالشرك والبدع وعقوق الوالدين والزنا والربا، وغير ذلك، (وألا يعبد الله إلا بما شرع) الله سبحانه في كتابه، وما جاء به رسوله صلى الله عليه وسلم، فمن عبَدَ الله بغير ما شرع، فعمله باطل مردود عليه [ينظر: حاشية ثلاثة الأصول، عبدالرحمن بن قاسم (57)؛ وتيسير الوصول شرح ثلاثة الأصول، د. عبدالمحسن القاسم (137)؛ وشرح الأصول الثلاثة، عبدالرحمن البراك (28)]. Penjelasan singkat: Maksud dari perkataan di atas: “Makna bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah utusan Allah” yakni konsekuensi dari kesaksian ini adalah “menaati apa yang beliau perintahkan” berupa pengesaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, shalat, zakat, dan amalan-amalan lain yang wajib dan sunnah, “membenarkan apa yang beliau kabarkan” tentang akhirat, surga, neraka, dan kisah dari umat-umat terdahulu dan perkara-perkara di masa depan, “menjauhi apa yang beliau larang” seperti syirik, bid’ah, durhaka terhadap orang tua, zina, riba, dan lain sebagainya, “dan tidak beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala kecuali dengan apa yang disyariatkan” yakni oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam Kitab-Nya dan yang disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam. Siapa yang beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan selain apa yang disyariatkan, maka amalannya batal dan tertolak. (Lihat: Kitab Hasyiyah Tsalatsah al-Ushul karya Abdurrahman bin Qasim, hlm. 57, Taisir Al-Wushul Syarh Tsalatsah Al-Ushul karya Dr. Abdul Muhsin Al-Qasim, hlm. 137, dan Syarh Tsalatsah Al-Ushul karya Abdurrahman Al-Barrak, hlm. 28). الشرح التفصيلي: سبق فيما مضى بيان أن الشهادة لا تكون شهادة، حتى يجتمع فيها ثلاث مراتب: علم الشاهد بها، واعتقاد صحة ما شهد به، وتكلم الشاهد بذلك ونطقه به، وأن يُعْلِم الشاهد ويخبر غيره بما يشهد به، فمعنى شهادة أنَّ محمدًا رسول الله أن يعلَم العبد ويعتقد ويتكلم، ويُخبر أنَّ محمدًا بن عبدالله الهاشمي القرشي المكي رسولٌ من عند الله جلَّ وعلا إلى جميع الخلق من الجن والإنس، أُنزل عليه الوحي فبلَّغ ذلك؛ لأن الرسول مُبلِّغ[ينظر: شرح ثلاثة الأصول، محمد بن صالح العثيمين (75)]. Penjelasan rinci: Telah diuraikan sebelumnya bahwa kesaksian tidak akan menjadi kesaksian hingga terkumpul di dalamnya tiga tahapan, (1) orang yang bersaksi telah memahami kandungan kesaksian, (2) meyakini kebenaran apa yang dia persaksikan, (3) melafalkan kesaksian disertai dengan mengabarkan kesaksian itu kepada orang lain. Jadi, makna bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah Rasul Allah Subhanahu Wa Ta’ala yakni seseorang harus mengetahui, meyakini, dan mengucapkan dan menyampaikannya bahwa Muhammad bin Abdullah Al-Hasyimi Al-Makki adalah utusan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala kepada seluruh makhluk dari golongan jin dan manusia, yang diturunkan wahyu kepada beliau kemudian beliau menyampaikannya, karena hakikat rasul adalah penyampai risalah. (Lihat: Kitab Syarh Tsalatsah al-Ushul karya Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, hlm. 75). وهناك من يُفسِّر شهادة أنَّ محمدًا رسول الله بمقتضاها؛ أي: بمعناها الذي تقتضيه، كما فعل المصنف؛ حيث قال: (ومعنى شهادة أنَّ محمدًا رسول الله: طاعته فيما أمر، وتصديقه فيما أخبر، واجتناب ما عنه نهى وزجَر، وألا يعبد الله إلا بما شرَع)، فمعنى شهادة أن محمدًا رسول الله من طريق اللزوم: أنها تقتضي أمورًا أربعة: Jadi, ada ulama yang menafsirkan kesaksian bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah utusan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan cara menyebutkan konsekuensinya, yakni dengan maknanya yang menjadi konsekuensinya, sebagaimana yang definisi yang dijelaskan oleh penulis yang mengatakan, “Makna bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallamadalah utusan Allah Subhanahu Wa Ta’ala yakni menaati apa yang beliau perintahkan, membenarkan apa yang beliau kabarkan, menjauhi apa yang beliau larang, dan tidak beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala kecuali dengan apa yang disyariatkan.” Dalam artian lain, kesaksian bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah rasul Allah Subhanahu Wa Ta’ala berdasarkan definisi tersebut memiliki empat konsekuensi, yaitu: الأمر الأول: طاعته فيما أمر، فإن ما جاء به النبي صلى الله عليه وسلم؛ إما أن يكون خبرًا، فالواجب فيه التصديق، وإما أن يكون أمرًا، فالواجب فيه الانقياد والتسليم، فالواجب في الأخبار التصديق، والواجب في الأحكام الطاعة والانقياد[شرح الأصول الثلاثة، د. خالد المصلح (48)]، فالشهادة بأن محمدًا رسول من عند الله تقتضي طاعته فيما أمر؛ لأنه إذا أمر فإن الآمر هو الله جل وعلا، فإذا اعتقد أن هذا الذي جاء به محمد صلى الله عليه وسلم لم يأتِ به من عنده وإنما هو رسول، فمقتضى ذلك: أن يطيعه فيما أمر، لكونه شهد بأنه رسول الله، فإن لم يطعه فيما أمَر اعتقادًا أنه لا يُطاع، كان ذلك تكذيبًا لشهادته، فمن قال أشهد أن محمدًا رسول الله، وهو يعتقد أنه لا تلزمه طاعة الرسول صلى الله عليه وسلم، فحاله حال المنافقين، شهادته مردودة، وهو كاذبٌ في شهادته، وأما إذا اعتقد أنه تجب عليه طاعة الرسول صلى الله عليه وسلم فيما أمر، ولكنه خالف لغلبة هوى، فهذا يكون عاصيًا، قد نقص من تحقيقه لشهادة أن محمدًا رسول الله بقدر مخالفته[شرح ثلاثة الأصول، صالح بن عبدالعزيز آل الشيخ (145)]، وما أُمر به على نوعين: ما كان على سبيل الوجوب، فتجب الطاعة فيه، وما كان على سبيل الاستحباب، فتُستحب الطاعة فيه. Pertama: Menaati apa yang beliau perintahkan Apa yang Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam sampaikan punya dua kemungkinan: antara (1) berupa kabar berita, dan kewajiban kita terhadap hal ini adalah mempercayainya, dan (2) berupa perintah, dan kewajiban kita terhadap hal ini adalah taat dan tunduk. Jadi, kewajiban terhadap kabar berita dari beliau adalah mempercayai, dan kewajiban terhadap hukum-hukum dari beliau adalah menaati dan menjalankan. (Kitab Syarh Al-Ushul Ats-Tsalatsah karya Dr. Khalid Al-Mushlih, hlm. 48). Jadi, kesaksian bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah rasul yang diutus oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala memiliki konsekuensi berupa ketaatan terhadap apa yang beliau perintahkan, karena apabila beliau memerintahkan sesuatu, maka pemberi perintah yang sebenarnya adalah Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Apabila seseorang meyakini bahwa risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam bukanlah perkara yang beliau buat-buat sendiri, tapi beliau hanya seorang utusan untuk menyampaikan, maka konsekuensinya adalah dia harus menaati perintah beliau, karena dia telah bersaksi bahwa dia adalah utusan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.  Namun, apabila dia tidak menaati perintah beliau karena meyakini bahwa beliau tidak perlu ditaati, maka itu memerupakan bentuk pendustaan terhadap kesaksiannya sendiri. Orang yang mengucapkan, “Saya bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah rasul Allah” sedangkan dia meyakini bahwa tidak wajib menaati Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam, maka keadaannya seperti orang-orang munafik, dan kesaksiannya tertolak karena dusta dalam kesaksiannya. Sedangkan apabila dia meyakini bahwa wajib menaati perintah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam, tapi dia terkadang menyelisihi perintah beliau karena tumbang oleh hawa nafsunya, maka dia adalah pelaku maksiat, dan tingkat penerapan kesaksiannya bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah rasul Allah Subhanahu Wa Ta’ala berkurang sesuai dengan kadar penyelisihannya. (Kitab Syarh Tsalatsah Al-Ushul karya Shalih bin Abdul Aziz Ali Asy-Syaikh, jilid 145). Kemudian apa yang diperintahkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam terbagi menjadi dua macam: (1) perintah yang wajib sehingga harus dikerjakan, (2) dan perintah yang sunnah sehingga pelaksanaannya bersifat anjuran. قال ابن القيم رحمه الله تعالى: «الشهادة لرسول الله بأنه نبي لا تُدخل الإنسانَ في الإسلام ما لم يلتزم طاعته ومتابعته، فشهادة عمه أبي طالب له بأنه صادق، وأن دينه من خير أديان البرية دينًا لم تُدْخِلهُ هذه الشهادة في الإسلام، ومن تأمَّل ما في السير والأخبار الثابتة من شهادة كثير من أهل الكتاب والمشركين له صلى الله عليه وسلم بالرسالة، وأنه صادق، ولم تدخلهم هذه الشهادة في الإسلام، علِمَ أن الإسلام أمرٌ وراء ذلك، وأنه ليس هو المعرفة فقط، ولا المعرفة والإقرار فقط، بل المعرفة والإقرار والانقياد، والتزام طاعته ودينه ظاهرًا وباطنًا»[زاد المعاد (3 /638)]. Ibnu Al-Qayyim Rahimahullah berkata, “Bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah Nabi tidak serta-merta menjadikan seseorang masuk Islam, selagi dia belum berkomitmen untuk menaati dan mengikuti beliau, karena kesaksian paman beliau, Abu Thalib bahwa beliau itu benar dan agama beliau lebih baik daripada agama-agama manusia tidak serta-merta menjadikannya masuk Islam. Orang yang mencermati sejarah dan riwayat-riwayat shahih tentang kesaksian dari banyak Ahli Kitab dan orang-orang musyrik bahwa beliau Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah utusan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan orang yang benar tidak menjadikan mereka masuk Islam, maka orang yang mencermati itu pasti menjadi tahu bahwa keislaman adalah perkara yang lebih dari itu, bukan hanya tentang pengetahuan saja, dan bukan sekedar pengetahuan dan pengikraran semata, tapi Islam adalah tentang pengetahuan, pengikraran, ketaatan, dan komitmen terhadap ketaatan kepada beliau dan agama beliau secara lahir dan batin.” (Kitab Zad al-Ma’ad jilid 3 hlm. 638). الأمر الثاني: تصديقه فيما أخبر، فالخبر يستوجب التصديق، كما أن الأمر يستوجب الانقياد، فما أخبر به النبي صلى الله عليه وسلم من الغيب هو وحيٌ من عند الله، فكل ما أتى من أخبار الغيبيات من الكلام على الله جل وعلا وأسمائه وصفاته وأفعاله، وعن الجنة والنار، وعن أخبار الغيب، وقصص الماضين، هو كله بوحي من الله جل وعلا، فمقتضى الشهادة أنه رسول من عند الله: أن يُصدق في كل ما أخبر به، فالمؤمن يصدق رسول الله صلى الله عليه وسلم بما أخبر به، سواء عقل ذلك أو لم يعقله، وسواء أدرك ذلك بنظره أو لم يدركه [ينظر: شرح ثلاثة الأصول، صالح بن عبدالعزيز آل الشيخ (146)]. Kedua: Membenarkan apa yang beliau sampaikan Kabar dari beliau harus dipercaya, sebagaimana perintah beliau harus ditaati. Apa yang dikabarkan Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam yang berupa perkara gaib adalah wahyu dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Jadi, segala kabar yang tidak diketahui, seperti firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, nama-nama, sifat-sifat, dan perbuatan-perbuatan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, surga dan neraka, kabar-kabar gaib, dan kisah-kisah kaum terdahulu, semua itu berdasarkan wahyu dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sehingga konsekuensi dari kesaksian bahwa beliau adalah rasul yang diutus Allah Subhanahu Wa Ta’ala adalah harus dipercayai segala yang beliau sampaikan. Orang yang beriman harus membenarkan apa yang dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam, baik itu masuk akal baginya atau tidak, dan baik itu dapat dipahami oleh pandangannya atau tidak. (Lihat: Kitab Syarh Tsalatsah al-Ushul karya Shalih bin Abdul Aziz Ali Asy-Syaikh, jilid 146). الأمر الثالث: اجتناب ما عنه نهى وزجر، فما نهى عنه الرسول صلى الله عليه وسلم أو زجر عنه أو حرَّمه، فإنه يجب اجتنابه؛ كما قال جل وعلا: ﴿ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ﴾ [الحشر: 7]، والتعبير بلفظة (اجتناب) أولى من (ترك)؛ لأن الاجتناب هو التباعد بأن يكون العبد في جانب، والمنهيات في جانب آخر، ولا يكون ذلك إلا بترك المشتبهات التي لم يتضح للعبد حلها أو حرمتُها[تنبيه العقول إلى كنوز ثلاثة الأصول، د. عبدالرحمن الشمسان (2 /635)]. Ketiga: Menjauhi apa yang beliau larang Segala hal yang dilarang, diperingatkan, dan diharamkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam wajib ditinggalkan, sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah Subhanahu Wa Ta’alaa: وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا “Apa yang diberikan Rasul kepadamu terimalah. Apa yang dilarangnya bagimu tinggalkanlah.” (QS. Al-Hasyr: 7). Pemakaian diksi “menjauhi” lebih baik daripada dengan kata “meninggalkan”, karena menjauhi memiliki arti seorang hamba berada di satu sisi dan hal-hal yang terlarang berada di sisi yang lain, dan ini tidak akan terwujud kecuali dengan meninggalkan perkara-perkara syubhat yang belum jelas kehalalan dan keharamannya baginya. (Kitab Tanbih Al-Uqul Ila Kunuz Tsalatsah Al-Ushul karya Dr. Abdurrahman Asy-Syamsan, jilid 2 hlm. 635). الأمر الرابع: ألا يعبد الله إلا بما شرع، فلا يُعبد الله جل وعلا بالأهواء والبدع والمحدثات والآراء والاستحسانات المختلفة، وإنما يُعبد الله جل وعلا عن طريق واحدة، وهي طريق الرسول صلى الله عليه وسلم بما جاء به عن ربه جل وعلا[ينظر: شرح ثلاثة الأصول، صالح بن عبدالعزيز آل الشيخ (148)]، والضمير في قول المصنف: (وألا يعبد الله إلا بما شرع)؛ أي: بما شرعه الله عز وجل، فالضمير المستتر المتعلق بالفعل (شرع) عائد إلى الاسم الأحسن (الله) لا إلى الرسول، فتقدير الكلام: وألا يعبد الله إلا بما شرعه الله؛ لأن الرسول ليس له حق الشرع، وإنما الشرع حق خاص بالله جل وعلا، والنبي إنما هو مبلِّغ فيما يبلِّغه من شرع الله جل وعلا [ينظر: تعليقات على ثلاثة الأصول، صالح بن عبدالله العصيمي (37)]. Keempat: Tidak beribadah kepada Allah kecuali dengan apa yang disyariatkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak boleh disembah dengan landasan hawa nafsu, bid’ah, hal yang dibuat-buat, pendapat-pendapat pribadi, dan kecondongan-kecondongan hati yang beraneka ragam. Allah Subhanahu Wa Ta’ala hanya boleh disembah dengan satu cara, yaitu cara Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam yang beliau dapatkan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. (Lihat: Kitab Syarh Tsalatsah Al-Ushul karya Shalih bin Abdul Aziz Ali asy-Syaikh, jilid 148). Subjek dalam kalimat penulis, “Tidak beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala kecuali dengan apa yang disyariatkan” yakni disyariatkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Jadi, subjek dari kata “disyariatkan” ini merujuk pada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, bukan kepada Rasul, sehingga kalimat lengkapnya adalah: Tidak beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala kecuali dengan apa yang disyariatkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala, karena Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam tidak memiliki hak untuk menetapkan syariat, tapi itu adalah hak prerogatif Allah Subhanahu Wa Ta’ala, sedangkan Nabi adalah penyampai syariat yang ditetapkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. فإذا اعتقد المسلم ذلك كمُلت له شهادته أن محمدًا رسول الله، وصار مسلمًا حقًّا. ومقتضى هذه الشهادة أيضًا ألا يُعْتَقد أن لرسول الله صلى الله عليه وسلم حقًّا في الربوبية وتصريف الكون، أو حقًّا في العبادة، بل هو صلى الله عليه وسلم عبدٌ لا يُعْبد، ورسولٌ لا يُكَذَّب، ولا يملك لنفسه ولا لغيره شيئًا من النفع أو الضر إلا ما شاء الله؛ كما قال الله تعالى: ﴿ قُلْ لَا أَقُولُ لَكُمْ عِنْدِي خَزَائِنُ اللَّهِ وَلَا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلَا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَى إِلَي ﴾ [الأنعام: 50]، فهو عبد مأمور يتبع ما أُمر به[شرح ثلاثة الأصول، محمد بن صالح العثيمين (75)]. والمقصود: أن أول ما يجب على العبد في الركن الأول من أركان الإسلام الخمسة: معرفة معنى الشهادتين، مع النطق بها بلسانه، وأن يعمل بما دلت عليه[ينظر: حاشية ثلاثة الأصول، عبدالرحمن بن قاسم (58).]. Apabila seorang muslim telah meyakini hal ini, maka sempurnalah kesaksiannya bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah rasul Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan menjadi Muslim yang hakiki. Di antara konsekuensi lain dari kesaksian ini juga adalah tidak meyakini Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam punya hak dalam mengatur alam semesta atau hak untuk disembah, tapi beliau Shallallahu Alaihi Wa Sallam hanyalah hamba Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang tidak boleh disembah, rasul yang tidak boleh didustakan, dan manusia yang tidak mampu mendatangkan manfaat dan mudharat bagi diri sendiri atau orang lain kecuali apa yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala kehendaki, sebagaimana yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala firmankan: قُلْ لَا أَقُولُ لَكُمْ عِنْدِي خَزَائِنُ اللَّهِ وَلَا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلَا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَى إِلَي “Katakanlah (Nabi Muhammad), ‘Aku tidak mengatakan kepadamu bahwa perbendaharaan (rezeki) Allah ada padaku, aku (sendiri) tidak mengetahui yang gaib, dan aku tidak (pula) mengatakan kepadamu bahwa aku malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.’” (QS. Al-An’am: 50). Beliau adalah seorang hamba yang diperintahkan dan menjalankan sesuai apa yang diperintahkan kepada beliau. (Kitab Syarh Tsalatsah al-Ushul karya Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, hlm. 75). Kesimpulannya: Hal pertama yang wajib dilakukan seorang hamba dalam rukun pertama dari lima rukun Islam adalah mengenal makna dua kalimat syahadat, melafalkannya dengan lisannya dan mengamalkan konsekuensi dari kandungannya. (Lihat: Kitab Hasyiyah Tsalatsah Al-Ushul karya Abdurrahman bin Qasim, hlm. 58). Sumber: https://www.alukah.net/sharia/1001/141410/معنى-شهادة-أن-محمدا-رسول-الله/ Sumber artikel PDF 🔍 Tulisan In Shaa Allah, Ayat Kursi Gambar, Benarkah Saat Haid Tidak Boleh Keramas, Catur Haram, Cewek Tidur Ngangkang Visited 108 times, 1 visit(s) today Post Views: 144 <img class="aligncenter wp-image-43307" src="https://i0.wp.com/konsultasisyariah.com/wp-content/uploads/2023/10/qris-donasi-yufid-resized.jpeg" alt="QRIS donasi Yufid" width="741" height="1024" />

Kaidah Fikih: Jenis Kaidah Fikih dan Tingkatannya

Daftar Isi TogglePertama: dari sisi cakupan kaidah dan luasnya jangkauan terhadap cabang-cabang dan permasalahan fikihTingkatan pertama: Kaidah kubra yang cakupan kaidahnya luas dan menyeluruh terhadap cabang dan permasalahan fikihTingkatan kedua: Kaidah-kaidah yang cakupannya lebih sempit daripada kaidah-kaidah sebelumnya (meskipun tetap bersifat luas dan mencakup banyak hal); di bawah setiap kaidah tersebut terdapat banyak sekali permasalahan fikih yang tidak terhitung jumlahnyaBagian pertama: kaidah yang menjadi turunan dari kaidah kubraBagian kedua: kaidah yang tidak menjadi turunan dari kaidah kubraTingkatan ketiga: Kaidah-kaidah yang memiliki ruang lingkup sempit dan tidak bersifat umum, karena hanya khusus pada satu bab fikih atau sebagian dari satu bab; dan inilah yang dinamakan dengan dhowabithKedua: dari sisi kesepakatan atau perbedaan pendapat para ulama terhadap isi (maksud) kaidah tersebutTingkatan pertama: Kaidah yang disepakati isi kandungannya di antara seluruh ulama dari lintas mazhabTingkatan kedua: Kaidah yang khusus untuk satu mazhab tertentu, atau yang diamalkan oleh sebagian fuqaha (ulama fikih) tetapi tidak diamalkan oleh mazhab atau fuqaha yang lain, meskipun cakupannya luas dan mencakup banyak permasalahan fikih dari berbagai babDalam kaidah fikih, terdapat banyak sekali kaidah-kaidah yang diberikan oleh para ulama. Sebagaimana yang telah diketahui, tujuan dari hal tersebut adalah untuk memudahkan penuntut ilmu dalam memahami permasalahan-permasalahan ilmu fikih. Berangkat dari hal tersebut, ilmu kaidah fikih itu sendiri terdapat jenis-jenis dan tingkatan-tingkatannya, tidak hanya pada satu jenis atau satu tingkatan saja.Secara garis besar, jenis dan tingkatan kaidah fikih terdapat pada dua hal:Pertama: dari sisi cakupan kaidah dan luasnya jangkauan terhadap cabang-cabang dan permasalahan fikih.Kedua: dari sisi kesepakatan atau perbedaan pendapat para ulama terhadap isi (maksud) kaidah tersebut.Di bawah ini adalah penjelasan dari kedua hal di atas.Pertama: dari sisi cakupan kaidah dan luasnya jangkauan terhadap cabang-cabang dan permasalahan fikihDari poin ini, terbagi menjadi tiga tingkatan:Tingkatan pertama: Kaidah kubra yang cakupan kaidahnya luas dan menyeluruh terhadap cabang dan permasalahan fikihTerdapat lima kaidah kubra yang disepakati oleh para ulama,Pertama:الأُمُوْرُ بِمَقَاصِدِهَا“Segala perkara tergantung pada tujuannya (niatnya).”Kedua:اليَقِيْنُ لَا يَزُوْلُ بِالشَّك“Keyakinan tidak hilang karena keraguan.”Ketiga:المَشَقَّةُ تَجْلِبُ التَّيْسِيْر“Kesulitan mendatangkan kemudahan.”Keempat:لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَار“Tidak boleh menimbulkan mudharat (bahaya) dan tidak boleh membalas mudharat dengan mudharat.”Kelima:العَادَةُ مُحَكَّمَةٌ“Kebiasaan dapat dijadikan sebagai dasar hukum.” Inilah lima kaidah kubra yang disepakati oleh para ulama. Sebagian ada yang menambahkannya menjad enam, yaitu kaidah, إِعْمَالُ الكَلَامِ أَوْلَى مِنْ إِهْمَالِهِ“Mengamalkan makna suatu ucapan lebih utama daripada menelantarkannya (membuangnya).” Dari kaidah kubra yang telah disebutkan, nantinya akan terdapat banyak kaidah lainnya sebagai turunan dari kaidah-kaidah tersebut. Itulah di antara sebab mengapa kaidah-kaidah di atas disebut dengan kaidah kubra, karena kaidah-kaidah tersebut merupakan inti di antara kaidah-kaidah yang lainnya.Tingkatan kedua: Kaidah-kaidah yang cakupannya lebih sempit daripada kaidah-kaidah sebelumnya (meskipun tetap bersifat luas dan mencakup banyak hal); di bawah setiap kaidah tersebut terdapat banyak sekali permasalahan fikih yang tidak terhitung jumlahnyaPada kaidah ini terdapat dua bagian:Bagian pertama: kaidah yang menjadi turunan dari kaidah kubraContohnya adalah kaidah:الضَّرُوْرَاتُ تُبِيْحُ المَحْظُوْرَات“Keadaan darurat dapat membolehkan hal-hal yang dilarang.” Kaidah ini adalah sebagai turunan atau cabang dari kaidah:المَشَقَّةُ تَجْلِبُ التَّيْسِيْر“Kesulitan mendatangkan kemudahan.” Contoh lain, kaidah:لَا يُنْكَرْ تَغَيُّرُ الأَحْكَامِ الاِجْتِهَادِيَّة بِتَغَيُّرِ الأَزْمَانِ“Tidak dapat diingkari bahwa hukum-hukum ijtihadiyah dapat berubah seiring dengan perubahan zaman.” Kaidah ini merupakan turunan atau cabang dari kaidah:العَادَةُ مُحَكَّمة“Kebiasaan dapat dijadikan dasar hukum.” Bagian kedua: kaidah yang tidak menjadi turunan dari kaidah kubraContohnya adalah kaidah:الِاجْتِهَادُ لَا يُنْقَضُ بِالِاجْتِهَادِ، أَوْ بِمِثْلِهِ“Ijtihad tidak dapat dibatalkan oleh ijtihad lain, atau oleh yang semisalnya.” Dan juga kaidah:التَّصَرُّفُ عَلَى الرَّعِيَّةِ مَنُوطٌ بِالْمَصْلَحَةِ“Kebijakan terhadap rakyat bergantung pada kemaslahatan mereka.” Kedua contoh kaidah ini, bukanlah turunan atau cabang dari kaidah kubra.Tingkatan ketiga: Kaidah-kaidah yang memiliki ruang lingkup sempit dan tidak bersifat umum, karena hanya khusus pada satu bab fikih atau sebagian dari satu bab; dan inilah yang dinamakan dengan dhowabithDalam hal ini, seorang ulama bernama Al-Imam Abdul Wahab As-Subki rahimahullah berkata,(الأَمْرُ الكُلِّي الَّذِي يَنْطَبِقُ عَلَيْهِ جُزْئِيَّات كَثِيْرَة تُفْهَمُ أَحْكَامُهَا مِنْهَا)  وَمِنْهَا مَا لَا يَخْتَصّ بِبَابٍ كَقَوْلِنِا: (اليَقِيْنُ لَا يُرْفَعُ بِالشَّك) وَمِنْهَا مَا يَخْتَصُّ كَقَوْلِنَا: (كُلُّ كَفَّارَةٍ سَبَبُهَا مَعْصِيَة فَهِيَ عَلَى الفَوْر)“Kaidah adalah suatu perkara yang bersifat umum, yang mencakup banyak cabang (masalah) yang dapat dipahami hukumnya melalui kaidah tersebut.” “Sebagian kaidah tidak khusus pada satu bab, seperti perkataan kita, “Keyakinan tidak hilang karena keraguan.” Dan sebagian khusus pada satu bab, seperti, “Setiap kafarat yang sebabnya adalah kemaksiatan, maka wajib segera dilakukan.” Secara umum, kaidah yang dimaksudkan untuk satu bab tertentu dan mengatur contoh-contoh yang serupa di dalamnya disebut dengan dhabith.Kedua: dari sisi kesepakatan atau perbedaan pendapat para ulama terhadap isi (maksud) kaidah tersebutDari pembahasan ini, terdapat dua tingkatan sebagaimana berikut:Tingkatan pertama: Kaidah yang disepakati isi kandungannya di antara seluruh ulama dari lintas mazhabDi antara contoh dari tingkatan pertama ini adalah kaidah kubra, yang disepakati keabsahannya oleh seluruh ulama, bahkan para ulama dari mazhab yang berbeda-beda.Tingkatan kedua: Kaidah yang khusus untuk satu mazhab tertentu, atau yang diamalkan oleh sebagian fuqaha (ulama fikih) tetapi tidak diamalkan oleh mazhab atau fuqaha yang lain, meskipun cakupannya luas dan mencakup banyak permasalahan fikih dari berbagai babKaidah-kaidah dari tingkatan kedua ini termasuk penyebab adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama fikih dalam menetapkan suatu hukum, berangkat dari perbedaan cara pandang mereka dalam menyusun illat (alasan hukum) terhadap suatu masalah.Contoh dari tingkatan ini adalah kaidah:لَا حُجَّةَ مَعَ الاِحْتِمَالِ النَّاشِئ عَنْ دَلِيْلٍ“Tidak ada kekuatan hujah apabila masih ada kemungkinan makna lain yang didapatkan dari dalil itu sendiri.” Kaidah ini diamalkan oleh ulama Hanafiyah dan Hanabilah, tetapi tidak diamalkan oleh ulama Syafi’iyah, sementara Malikiyah mengamalkannya dengan batasan-batasan tertentu.Demikian di antara jenis kaidah fikih dan tingkatan-tingkatannya. Yang terpenting dari pembahasan ini adalah, mengetahui kaidah kubra yang menjadi inti dari kaidah-kaidah fikih lainnya.Semoga bermanfaat. Wallahu Ta’ala a’lam.Baca juga: Faidah Mengenal dan Mempelajari Kaidah Fikih***Depok, 20 Rabi’ul akhir 1447/ 12 Oktober 2025Penulis: Muhammad Zia AbdurrofiArtikel Muslim.or.id Referensi:Al-Mumti’ fil Qowa’id Al-Fiqhiyyah, karya Prof. Dr. Musallam bin Muhammad Ad-Dusary.Al-Wajiz fi Idaahi Qowa’id Al-Fiqhi Al-Kulliyah, karya Dr. Muhammad Shidqi bin Ahmad.

Kaidah Fikih: Jenis Kaidah Fikih dan Tingkatannya

Daftar Isi TogglePertama: dari sisi cakupan kaidah dan luasnya jangkauan terhadap cabang-cabang dan permasalahan fikihTingkatan pertama: Kaidah kubra yang cakupan kaidahnya luas dan menyeluruh terhadap cabang dan permasalahan fikihTingkatan kedua: Kaidah-kaidah yang cakupannya lebih sempit daripada kaidah-kaidah sebelumnya (meskipun tetap bersifat luas dan mencakup banyak hal); di bawah setiap kaidah tersebut terdapat banyak sekali permasalahan fikih yang tidak terhitung jumlahnyaBagian pertama: kaidah yang menjadi turunan dari kaidah kubraBagian kedua: kaidah yang tidak menjadi turunan dari kaidah kubraTingkatan ketiga: Kaidah-kaidah yang memiliki ruang lingkup sempit dan tidak bersifat umum, karena hanya khusus pada satu bab fikih atau sebagian dari satu bab; dan inilah yang dinamakan dengan dhowabithKedua: dari sisi kesepakatan atau perbedaan pendapat para ulama terhadap isi (maksud) kaidah tersebutTingkatan pertama: Kaidah yang disepakati isi kandungannya di antara seluruh ulama dari lintas mazhabTingkatan kedua: Kaidah yang khusus untuk satu mazhab tertentu, atau yang diamalkan oleh sebagian fuqaha (ulama fikih) tetapi tidak diamalkan oleh mazhab atau fuqaha yang lain, meskipun cakupannya luas dan mencakup banyak permasalahan fikih dari berbagai babDalam kaidah fikih, terdapat banyak sekali kaidah-kaidah yang diberikan oleh para ulama. Sebagaimana yang telah diketahui, tujuan dari hal tersebut adalah untuk memudahkan penuntut ilmu dalam memahami permasalahan-permasalahan ilmu fikih. Berangkat dari hal tersebut, ilmu kaidah fikih itu sendiri terdapat jenis-jenis dan tingkatan-tingkatannya, tidak hanya pada satu jenis atau satu tingkatan saja.Secara garis besar, jenis dan tingkatan kaidah fikih terdapat pada dua hal:Pertama: dari sisi cakupan kaidah dan luasnya jangkauan terhadap cabang-cabang dan permasalahan fikih.Kedua: dari sisi kesepakatan atau perbedaan pendapat para ulama terhadap isi (maksud) kaidah tersebut.Di bawah ini adalah penjelasan dari kedua hal di atas.Pertama: dari sisi cakupan kaidah dan luasnya jangkauan terhadap cabang-cabang dan permasalahan fikihDari poin ini, terbagi menjadi tiga tingkatan:Tingkatan pertama: Kaidah kubra yang cakupan kaidahnya luas dan menyeluruh terhadap cabang dan permasalahan fikihTerdapat lima kaidah kubra yang disepakati oleh para ulama,Pertama:الأُمُوْرُ بِمَقَاصِدِهَا“Segala perkara tergantung pada tujuannya (niatnya).”Kedua:اليَقِيْنُ لَا يَزُوْلُ بِالشَّك“Keyakinan tidak hilang karena keraguan.”Ketiga:المَشَقَّةُ تَجْلِبُ التَّيْسِيْر“Kesulitan mendatangkan kemudahan.”Keempat:لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَار“Tidak boleh menimbulkan mudharat (bahaya) dan tidak boleh membalas mudharat dengan mudharat.”Kelima:العَادَةُ مُحَكَّمَةٌ“Kebiasaan dapat dijadikan sebagai dasar hukum.” Inilah lima kaidah kubra yang disepakati oleh para ulama. Sebagian ada yang menambahkannya menjad enam, yaitu kaidah, إِعْمَالُ الكَلَامِ أَوْلَى مِنْ إِهْمَالِهِ“Mengamalkan makna suatu ucapan lebih utama daripada menelantarkannya (membuangnya).” Dari kaidah kubra yang telah disebutkan, nantinya akan terdapat banyak kaidah lainnya sebagai turunan dari kaidah-kaidah tersebut. Itulah di antara sebab mengapa kaidah-kaidah di atas disebut dengan kaidah kubra, karena kaidah-kaidah tersebut merupakan inti di antara kaidah-kaidah yang lainnya.Tingkatan kedua: Kaidah-kaidah yang cakupannya lebih sempit daripada kaidah-kaidah sebelumnya (meskipun tetap bersifat luas dan mencakup banyak hal); di bawah setiap kaidah tersebut terdapat banyak sekali permasalahan fikih yang tidak terhitung jumlahnyaPada kaidah ini terdapat dua bagian:Bagian pertama: kaidah yang menjadi turunan dari kaidah kubraContohnya adalah kaidah:الضَّرُوْرَاتُ تُبِيْحُ المَحْظُوْرَات“Keadaan darurat dapat membolehkan hal-hal yang dilarang.” Kaidah ini adalah sebagai turunan atau cabang dari kaidah:المَشَقَّةُ تَجْلِبُ التَّيْسِيْر“Kesulitan mendatangkan kemudahan.” Contoh lain, kaidah:لَا يُنْكَرْ تَغَيُّرُ الأَحْكَامِ الاِجْتِهَادِيَّة بِتَغَيُّرِ الأَزْمَانِ“Tidak dapat diingkari bahwa hukum-hukum ijtihadiyah dapat berubah seiring dengan perubahan zaman.” Kaidah ini merupakan turunan atau cabang dari kaidah:العَادَةُ مُحَكَّمة“Kebiasaan dapat dijadikan dasar hukum.” Bagian kedua: kaidah yang tidak menjadi turunan dari kaidah kubraContohnya adalah kaidah:الِاجْتِهَادُ لَا يُنْقَضُ بِالِاجْتِهَادِ، أَوْ بِمِثْلِهِ“Ijtihad tidak dapat dibatalkan oleh ijtihad lain, atau oleh yang semisalnya.” Dan juga kaidah:التَّصَرُّفُ عَلَى الرَّعِيَّةِ مَنُوطٌ بِالْمَصْلَحَةِ“Kebijakan terhadap rakyat bergantung pada kemaslahatan mereka.” Kedua contoh kaidah ini, bukanlah turunan atau cabang dari kaidah kubra.Tingkatan ketiga: Kaidah-kaidah yang memiliki ruang lingkup sempit dan tidak bersifat umum, karena hanya khusus pada satu bab fikih atau sebagian dari satu bab; dan inilah yang dinamakan dengan dhowabithDalam hal ini, seorang ulama bernama Al-Imam Abdul Wahab As-Subki rahimahullah berkata,(الأَمْرُ الكُلِّي الَّذِي يَنْطَبِقُ عَلَيْهِ جُزْئِيَّات كَثِيْرَة تُفْهَمُ أَحْكَامُهَا مِنْهَا)  وَمِنْهَا مَا لَا يَخْتَصّ بِبَابٍ كَقَوْلِنِا: (اليَقِيْنُ لَا يُرْفَعُ بِالشَّك) وَمِنْهَا مَا يَخْتَصُّ كَقَوْلِنَا: (كُلُّ كَفَّارَةٍ سَبَبُهَا مَعْصِيَة فَهِيَ عَلَى الفَوْر)“Kaidah adalah suatu perkara yang bersifat umum, yang mencakup banyak cabang (masalah) yang dapat dipahami hukumnya melalui kaidah tersebut.” “Sebagian kaidah tidak khusus pada satu bab, seperti perkataan kita, “Keyakinan tidak hilang karena keraguan.” Dan sebagian khusus pada satu bab, seperti, “Setiap kafarat yang sebabnya adalah kemaksiatan, maka wajib segera dilakukan.” Secara umum, kaidah yang dimaksudkan untuk satu bab tertentu dan mengatur contoh-contoh yang serupa di dalamnya disebut dengan dhabith.Kedua: dari sisi kesepakatan atau perbedaan pendapat para ulama terhadap isi (maksud) kaidah tersebutDari pembahasan ini, terdapat dua tingkatan sebagaimana berikut:Tingkatan pertama: Kaidah yang disepakati isi kandungannya di antara seluruh ulama dari lintas mazhabDi antara contoh dari tingkatan pertama ini adalah kaidah kubra, yang disepakati keabsahannya oleh seluruh ulama, bahkan para ulama dari mazhab yang berbeda-beda.Tingkatan kedua: Kaidah yang khusus untuk satu mazhab tertentu, atau yang diamalkan oleh sebagian fuqaha (ulama fikih) tetapi tidak diamalkan oleh mazhab atau fuqaha yang lain, meskipun cakupannya luas dan mencakup banyak permasalahan fikih dari berbagai babKaidah-kaidah dari tingkatan kedua ini termasuk penyebab adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama fikih dalam menetapkan suatu hukum, berangkat dari perbedaan cara pandang mereka dalam menyusun illat (alasan hukum) terhadap suatu masalah.Contoh dari tingkatan ini adalah kaidah:لَا حُجَّةَ مَعَ الاِحْتِمَالِ النَّاشِئ عَنْ دَلِيْلٍ“Tidak ada kekuatan hujah apabila masih ada kemungkinan makna lain yang didapatkan dari dalil itu sendiri.” Kaidah ini diamalkan oleh ulama Hanafiyah dan Hanabilah, tetapi tidak diamalkan oleh ulama Syafi’iyah, sementara Malikiyah mengamalkannya dengan batasan-batasan tertentu.Demikian di antara jenis kaidah fikih dan tingkatan-tingkatannya. Yang terpenting dari pembahasan ini adalah, mengetahui kaidah kubra yang menjadi inti dari kaidah-kaidah fikih lainnya.Semoga bermanfaat. Wallahu Ta’ala a’lam.Baca juga: Faidah Mengenal dan Mempelajari Kaidah Fikih***Depok, 20 Rabi’ul akhir 1447/ 12 Oktober 2025Penulis: Muhammad Zia AbdurrofiArtikel Muslim.or.id Referensi:Al-Mumti’ fil Qowa’id Al-Fiqhiyyah, karya Prof. Dr. Musallam bin Muhammad Ad-Dusary.Al-Wajiz fi Idaahi Qowa’id Al-Fiqhi Al-Kulliyah, karya Dr. Muhammad Shidqi bin Ahmad.
Daftar Isi TogglePertama: dari sisi cakupan kaidah dan luasnya jangkauan terhadap cabang-cabang dan permasalahan fikihTingkatan pertama: Kaidah kubra yang cakupan kaidahnya luas dan menyeluruh terhadap cabang dan permasalahan fikihTingkatan kedua: Kaidah-kaidah yang cakupannya lebih sempit daripada kaidah-kaidah sebelumnya (meskipun tetap bersifat luas dan mencakup banyak hal); di bawah setiap kaidah tersebut terdapat banyak sekali permasalahan fikih yang tidak terhitung jumlahnyaBagian pertama: kaidah yang menjadi turunan dari kaidah kubraBagian kedua: kaidah yang tidak menjadi turunan dari kaidah kubraTingkatan ketiga: Kaidah-kaidah yang memiliki ruang lingkup sempit dan tidak bersifat umum, karena hanya khusus pada satu bab fikih atau sebagian dari satu bab; dan inilah yang dinamakan dengan dhowabithKedua: dari sisi kesepakatan atau perbedaan pendapat para ulama terhadap isi (maksud) kaidah tersebutTingkatan pertama: Kaidah yang disepakati isi kandungannya di antara seluruh ulama dari lintas mazhabTingkatan kedua: Kaidah yang khusus untuk satu mazhab tertentu, atau yang diamalkan oleh sebagian fuqaha (ulama fikih) tetapi tidak diamalkan oleh mazhab atau fuqaha yang lain, meskipun cakupannya luas dan mencakup banyak permasalahan fikih dari berbagai babDalam kaidah fikih, terdapat banyak sekali kaidah-kaidah yang diberikan oleh para ulama. Sebagaimana yang telah diketahui, tujuan dari hal tersebut adalah untuk memudahkan penuntut ilmu dalam memahami permasalahan-permasalahan ilmu fikih. Berangkat dari hal tersebut, ilmu kaidah fikih itu sendiri terdapat jenis-jenis dan tingkatan-tingkatannya, tidak hanya pada satu jenis atau satu tingkatan saja.Secara garis besar, jenis dan tingkatan kaidah fikih terdapat pada dua hal:Pertama: dari sisi cakupan kaidah dan luasnya jangkauan terhadap cabang-cabang dan permasalahan fikih.Kedua: dari sisi kesepakatan atau perbedaan pendapat para ulama terhadap isi (maksud) kaidah tersebut.Di bawah ini adalah penjelasan dari kedua hal di atas.Pertama: dari sisi cakupan kaidah dan luasnya jangkauan terhadap cabang-cabang dan permasalahan fikihDari poin ini, terbagi menjadi tiga tingkatan:Tingkatan pertama: Kaidah kubra yang cakupan kaidahnya luas dan menyeluruh terhadap cabang dan permasalahan fikihTerdapat lima kaidah kubra yang disepakati oleh para ulama,Pertama:الأُمُوْرُ بِمَقَاصِدِهَا“Segala perkara tergantung pada tujuannya (niatnya).”Kedua:اليَقِيْنُ لَا يَزُوْلُ بِالشَّك“Keyakinan tidak hilang karena keraguan.”Ketiga:المَشَقَّةُ تَجْلِبُ التَّيْسِيْر“Kesulitan mendatangkan kemudahan.”Keempat:لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَار“Tidak boleh menimbulkan mudharat (bahaya) dan tidak boleh membalas mudharat dengan mudharat.”Kelima:العَادَةُ مُحَكَّمَةٌ“Kebiasaan dapat dijadikan sebagai dasar hukum.” Inilah lima kaidah kubra yang disepakati oleh para ulama. Sebagian ada yang menambahkannya menjad enam, yaitu kaidah, إِعْمَالُ الكَلَامِ أَوْلَى مِنْ إِهْمَالِهِ“Mengamalkan makna suatu ucapan lebih utama daripada menelantarkannya (membuangnya).” Dari kaidah kubra yang telah disebutkan, nantinya akan terdapat banyak kaidah lainnya sebagai turunan dari kaidah-kaidah tersebut. Itulah di antara sebab mengapa kaidah-kaidah di atas disebut dengan kaidah kubra, karena kaidah-kaidah tersebut merupakan inti di antara kaidah-kaidah yang lainnya.Tingkatan kedua: Kaidah-kaidah yang cakupannya lebih sempit daripada kaidah-kaidah sebelumnya (meskipun tetap bersifat luas dan mencakup banyak hal); di bawah setiap kaidah tersebut terdapat banyak sekali permasalahan fikih yang tidak terhitung jumlahnyaPada kaidah ini terdapat dua bagian:Bagian pertama: kaidah yang menjadi turunan dari kaidah kubraContohnya adalah kaidah:الضَّرُوْرَاتُ تُبِيْحُ المَحْظُوْرَات“Keadaan darurat dapat membolehkan hal-hal yang dilarang.” Kaidah ini adalah sebagai turunan atau cabang dari kaidah:المَشَقَّةُ تَجْلِبُ التَّيْسِيْر“Kesulitan mendatangkan kemudahan.” Contoh lain, kaidah:لَا يُنْكَرْ تَغَيُّرُ الأَحْكَامِ الاِجْتِهَادِيَّة بِتَغَيُّرِ الأَزْمَانِ“Tidak dapat diingkari bahwa hukum-hukum ijtihadiyah dapat berubah seiring dengan perubahan zaman.” Kaidah ini merupakan turunan atau cabang dari kaidah:العَادَةُ مُحَكَّمة“Kebiasaan dapat dijadikan dasar hukum.” Bagian kedua: kaidah yang tidak menjadi turunan dari kaidah kubraContohnya adalah kaidah:الِاجْتِهَادُ لَا يُنْقَضُ بِالِاجْتِهَادِ، أَوْ بِمِثْلِهِ“Ijtihad tidak dapat dibatalkan oleh ijtihad lain, atau oleh yang semisalnya.” Dan juga kaidah:التَّصَرُّفُ عَلَى الرَّعِيَّةِ مَنُوطٌ بِالْمَصْلَحَةِ“Kebijakan terhadap rakyat bergantung pada kemaslahatan mereka.” Kedua contoh kaidah ini, bukanlah turunan atau cabang dari kaidah kubra.Tingkatan ketiga: Kaidah-kaidah yang memiliki ruang lingkup sempit dan tidak bersifat umum, karena hanya khusus pada satu bab fikih atau sebagian dari satu bab; dan inilah yang dinamakan dengan dhowabithDalam hal ini, seorang ulama bernama Al-Imam Abdul Wahab As-Subki rahimahullah berkata,(الأَمْرُ الكُلِّي الَّذِي يَنْطَبِقُ عَلَيْهِ جُزْئِيَّات كَثِيْرَة تُفْهَمُ أَحْكَامُهَا مِنْهَا)  وَمِنْهَا مَا لَا يَخْتَصّ بِبَابٍ كَقَوْلِنِا: (اليَقِيْنُ لَا يُرْفَعُ بِالشَّك) وَمِنْهَا مَا يَخْتَصُّ كَقَوْلِنَا: (كُلُّ كَفَّارَةٍ سَبَبُهَا مَعْصِيَة فَهِيَ عَلَى الفَوْر)“Kaidah adalah suatu perkara yang bersifat umum, yang mencakup banyak cabang (masalah) yang dapat dipahami hukumnya melalui kaidah tersebut.” “Sebagian kaidah tidak khusus pada satu bab, seperti perkataan kita, “Keyakinan tidak hilang karena keraguan.” Dan sebagian khusus pada satu bab, seperti, “Setiap kafarat yang sebabnya adalah kemaksiatan, maka wajib segera dilakukan.” Secara umum, kaidah yang dimaksudkan untuk satu bab tertentu dan mengatur contoh-contoh yang serupa di dalamnya disebut dengan dhabith.Kedua: dari sisi kesepakatan atau perbedaan pendapat para ulama terhadap isi (maksud) kaidah tersebutDari pembahasan ini, terdapat dua tingkatan sebagaimana berikut:Tingkatan pertama: Kaidah yang disepakati isi kandungannya di antara seluruh ulama dari lintas mazhabDi antara contoh dari tingkatan pertama ini adalah kaidah kubra, yang disepakati keabsahannya oleh seluruh ulama, bahkan para ulama dari mazhab yang berbeda-beda.Tingkatan kedua: Kaidah yang khusus untuk satu mazhab tertentu, atau yang diamalkan oleh sebagian fuqaha (ulama fikih) tetapi tidak diamalkan oleh mazhab atau fuqaha yang lain, meskipun cakupannya luas dan mencakup banyak permasalahan fikih dari berbagai babKaidah-kaidah dari tingkatan kedua ini termasuk penyebab adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama fikih dalam menetapkan suatu hukum, berangkat dari perbedaan cara pandang mereka dalam menyusun illat (alasan hukum) terhadap suatu masalah.Contoh dari tingkatan ini adalah kaidah:لَا حُجَّةَ مَعَ الاِحْتِمَالِ النَّاشِئ عَنْ دَلِيْلٍ“Tidak ada kekuatan hujah apabila masih ada kemungkinan makna lain yang didapatkan dari dalil itu sendiri.” Kaidah ini diamalkan oleh ulama Hanafiyah dan Hanabilah, tetapi tidak diamalkan oleh ulama Syafi’iyah, sementara Malikiyah mengamalkannya dengan batasan-batasan tertentu.Demikian di antara jenis kaidah fikih dan tingkatan-tingkatannya. Yang terpenting dari pembahasan ini adalah, mengetahui kaidah kubra yang menjadi inti dari kaidah-kaidah fikih lainnya.Semoga bermanfaat. Wallahu Ta’ala a’lam.Baca juga: Faidah Mengenal dan Mempelajari Kaidah Fikih***Depok, 20 Rabi’ul akhir 1447/ 12 Oktober 2025Penulis: Muhammad Zia AbdurrofiArtikel Muslim.or.id Referensi:Al-Mumti’ fil Qowa’id Al-Fiqhiyyah, karya Prof. Dr. Musallam bin Muhammad Ad-Dusary.Al-Wajiz fi Idaahi Qowa’id Al-Fiqhi Al-Kulliyah, karya Dr. Muhammad Shidqi bin Ahmad.


Daftar Isi TogglePertama: dari sisi cakupan kaidah dan luasnya jangkauan terhadap cabang-cabang dan permasalahan fikihTingkatan pertama: Kaidah kubra yang cakupan kaidahnya luas dan menyeluruh terhadap cabang dan permasalahan fikihTingkatan kedua: Kaidah-kaidah yang cakupannya lebih sempit daripada kaidah-kaidah sebelumnya (meskipun tetap bersifat luas dan mencakup banyak hal); di bawah setiap kaidah tersebut terdapat banyak sekali permasalahan fikih yang tidak terhitung jumlahnyaBagian pertama: kaidah yang menjadi turunan dari kaidah kubraBagian kedua: kaidah yang tidak menjadi turunan dari kaidah kubraTingkatan ketiga: Kaidah-kaidah yang memiliki ruang lingkup sempit dan tidak bersifat umum, karena hanya khusus pada satu bab fikih atau sebagian dari satu bab; dan inilah yang dinamakan dengan dhowabithKedua: dari sisi kesepakatan atau perbedaan pendapat para ulama terhadap isi (maksud) kaidah tersebutTingkatan pertama: Kaidah yang disepakati isi kandungannya di antara seluruh ulama dari lintas mazhabTingkatan kedua: Kaidah yang khusus untuk satu mazhab tertentu, atau yang diamalkan oleh sebagian fuqaha (ulama fikih) tetapi tidak diamalkan oleh mazhab atau fuqaha yang lain, meskipun cakupannya luas dan mencakup banyak permasalahan fikih dari berbagai babDalam kaidah fikih, terdapat banyak sekali kaidah-kaidah yang diberikan oleh para ulama. Sebagaimana yang telah diketahui, tujuan dari hal tersebut adalah untuk memudahkan penuntut ilmu dalam memahami permasalahan-permasalahan ilmu fikih. Berangkat dari hal tersebut, ilmu kaidah fikih itu sendiri terdapat jenis-jenis dan tingkatan-tingkatannya, tidak hanya pada satu jenis atau satu tingkatan saja.Secara garis besar, jenis dan tingkatan kaidah fikih terdapat pada dua hal:Pertama: dari sisi cakupan kaidah dan luasnya jangkauan terhadap cabang-cabang dan permasalahan fikih.Kedua: dari sisi kesepakatan atau perbedaan pendapat para ulama terhadap isi (maksud) kaidah tersebut.Di bawah ini adalah penjelasan dari kedua hal di atas.Pertama: dari sisi cakupan kaidah dan luasnya jangkauan terhadap cabang-cabang dan permasalahan fikihDari poin ini, terbagi menjadi tiga tingkatan:Tingkatan pertama: Kaidah kubra yang cakupan kaidahnya luas dan menyeluruh terhadap cabang dan permasalahan fikihTerdapat lima kaidah kubra yang disepakati oleh para ulama,Pertama:الأُمُوْرُ بِمَقَاصِدِهَا“Segala perkara tergantung pada tujuannya (niatnya).”Kedua:اليَقِيْنُ لَا يَزُوْلُ بِالشَّك“Keyakinan tidak hilang karena keraguan.”Ketiga:المَشَقَّةُ تَجْلِبُ التَّيْسِيْر“Kesulitan mendatangkan kemudahan.”Keempat:لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَار“Tidak boleh menimbulkan mudharat (bahaya) dan tidak boleh membalas mudharat dengan mudharat.”Kelima:العَادَةُ مُحَكَّمَةٌ“Kebiasaan dapat dijadikan sebagai dasar hukum.” Inilah lima kaidah kubra yang disepakati oleh para ulama. Sebagian ada yang menambahkannya menjad enam, yaitu kaidah, إِعْمَالُ الكَلَامِ أَوْلَى مِنْ إِهْمَالِهِ“Mengamalkan makna suatu ucapan lebih utama daripada menelantarkannya (membuangnya).” Dari kaidah kubra yang telah disebutkan, nantinya akan terdapat banyak kaidah lainnya sebagai turunan dari kaidah-kaidah tersebut. Itulah di antara sebab mengapa kaidah-kaidah di atas disebut dengan kaidah kubra, karena kaidah-kaidah tersebut merupakan inti di antara kaidah-kaidah yang lainnya.Tingkatan kedua: Kaidah-kaidah yang cakupannya lebih sempit daripada kaidah-kaidah sebelumnya (meskipun tetap bersifat luas dan mencakup banyak hal); di bawah setiap kaidah tersebut terdapat banyak sekali permasalahan fikih yang tidak terhitung jumlahnyaPada kaidah ini terdapat dua bagian:Bagian pertama: kaidah yang menjadi turunan dari kaidah kubraContohnya adalah kaidah:الضَّرُوْرَاتُ تُبِيْحُ المَحْظُوْرَات“Keadaan darurat dapat membolehkan hal-hal yang dilarang.” Kaidah ini adalah sebagai turunan atau cabang dari kaidah:المَشَقَّةُ تَجْلِبُ التَّيْسِيْر“Kesulitan mendatangkan kemudahan.” Contoh lain, kaidah:لَا يُنْكَرْ تَغَيُّرُ الأَحْكَامِ الاِجْتِهَادِيَّة بِتَغَيُّرِ الأَزْمَانِ“Tidak dapat diingkari bahwa hukum-hukum ijtihadiyah dapat berubah seiring dengan perubahan zaman.” Kaidah ini merupakan turunan atau cabang dari kaidah:العَادَةُ مُحَكَّمة“Kebiasaan dapat dijadikan dasar hukum.” Bagian kedua: kaidah yang tidak menjadi turunan dari kaidah kubraContohnya adalah kaidah:الِاجْتِهَادُ لَا يُنْقَضُ بِالِاجْتِهَادِ، أَوْ بِمِثْلِهِ“Ijtihad tidak dapat dibatalkan oleh ijtihad lain, atau oleh yang semisalnya.” Dan juga kaidah:التَّصَرُّفُ عَلَى الرَّعِيَّةِ مَنُوطٌ بِالْمَصْلَحَةِ“Kebijakan terhadap rakyat bergantung pada kemaslahatan mereka.” Kedua contoh kaidah ini, bukanlah turunan atau cabang dari kaidah kubra.Tingkatan ketiga: Kaidah-kaidah yang memiliki ruang lingkup sempit dan tidak bersifat umum, karena hanya khusus pada satu bab fikih atau sebagian dari satu bab; dan inilah yang dinamakan dengan dhowabithDalam hal ini, seorang ulama bernama Al-Imam Abdul Wahab As-Subki rahimahullah berkata,(الأَمْرُ الكُلِّي الَّذِي يَنْطَبِقُ عَلَيْهِ جُزْئِيَّات كَثِيْرَة تُفْهَمُ أَحْكَامُهَا مِنْهَا)  وَمِنْهَا مَا لَا يَخْتَصّ بِبَابٍ كَقَوْلِنِا: (اليَقِيْنُ لَا يُرْفَعُ بِالشَّك) وَمِنْهَا مَا يَخْتَصُّ كَقَوْلِنَا: (كُلُّ كَفَّارَةٍ سَبَبُهَا مَعْصِيَة فَهِيَ عَلَى الفَوْر)“Kaidah adalah suatu perkara yang bersifat umum, yang mencakup banyak cabang (masalah) yang dapat dipahami hukumnya melalui kaidah tersebut.” “Sebagian kaidah tidak khusus pada satu bab, seperti perkataan kita, “Keyakinan tidak hilang karena keraguan.” Dan sebagian khusus pada satu bab, seperti, “Setiap kafarat yang sebabnya adalah kemaksiatan, maka wajib segera dilakukan.” Secara umum, kaidah yang dimaksudkan untuk satu bab tertentu dan mengatur contoh-contoh yang serupa di dalamnya disebut dengan dhabith.Kedua: dari sisi kesepakatan atau perbedaan pendapat para ulama terhadap isi (maksud) kaidah tersebutDari pembahasan ini, terdapat dua tingkatan sebagaimana berikut:Tingkatan pertama: Kaidah yang disepakati isi kandungannya di antara seluruh ulama dari lintas mazhabDi antara contoh dari tingkatan pertama ini adalah kaidah kubra, yang disepakati keabsahannya oleh seluruh ulama, bahkan para ulama dari mazhab yang berbeda-beda.Tingkatan kedua: Kaidah yang khusus untuk satu mazhab tertentu, atau yang diamalkan oleh sebagian fuqaha (ulama fikih) tetapi tidak diamalkan oleh mazhab atau fuqaha yang lain, meskipun cakupannya luas dan mencakup banyak permasalahan fikih dari berbagai babKaidah-kaidah dari tingkatan kedua ini termasuk penyebab adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama fikih dalam menetapkan suatu hukum, berangkat dari perbedaan cara pandang mereka dalam menyusun illat (alasan hukum) terhadap suatu masalah.Contoh dari tingkatan ini adalah kaidah:لَا حُجَّةَ مَعَ الاِحْتِمَالِ النَّاشِئ عَنْ دَلِيْلٍ“Tidak ada kekuatan hujah apabila masih ada kemungkinan makna lain yang didapatkan dari dalil itu sendiri.” Kaidah ini diamalkan oleh ulama Hanafiyah dan Hanabilah, tetapi tidak diamalkan oleh ulama Syafi’iyah, sementara Malikiyah mengamalkannya dengan batasan-batasan tertentu.Demikian di antara jenis kaidah fikih dan tingkatan-tingkatannya. Yang terpenting dari pembahasan ini adalah, mengetahui kaidah kubra yang menjadi inti dari kaidah-kaidah fikih lainnya.Semoga bermanfaat. Wallahu Ta’ala a’lam.Baca juga: Faidah Mengenal dan Mempelajari Kaidah Fikih***Depok, 20 Rabi’ul akhir 1447/ 12 Oktober 2025Penulis: Muhammad Zia AbdurrofiArtikel Muslim.or.id Referensi:Al-Mumti’ fil Qowa’id Al-Fiqhiyyah, karya Prof. Dr. Musallam bin Muhammad Ad-Dusary.Al-Wajiz fi Idaahi Qowa’id Al-Fiqhi Al-Kulliyah, karya Dr. Muhammad Shidqi bin Ahmad.

Mengapa Allah Disebut Al-Ghafur Al-Wadud? Rahasia Penyusunan Kata dalam Al-Qur’an

Penulis—semoga Allah merahmatinya—menyebutkan salah satu keindahan dalam pemilihan susunan kata Al-Qur’an: rahasia mengapa nama Al-Wadud (Maha Pengasih) disandingkan dengan Al-Ghafur (Maha Pengampun) dalam firman-Nya, “Dan Dialah Al-Ghafur, Al-Wadud.” (QS. Al-Buruj: 14). Hal ini karena salah satu bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-Nya adalah dengan mengampuni dosa-dosa mereka. Maka, sangat tepatlah penyandingan dua nama yang mulia ini: Al-Ghafur dan Al-Wadud. Allah Subhanahu wa Ta’ala memiliki cara penyusunan kata yang sangat menakjubkan dalam Al-Qur’an. Ilmu tentang keindahan susunan kata Al-Qur’an ini—meskipun Allah telah memujinya dalam empat ayat—akan tetapi perhatian terhadap ilmu ini sangat sedikit. Padahal, ilmu ini merupakan salah satu wujud paling agung dari kehebatan Al-Qur’an dan bukti ketinggian kedudukannya, serta sarana untuk memahami hikmah dan maksud-maksudnya. Sebab, terkadang dalam ayat Al-Qur’an ditambahkan satu huruf atau satu kata, atau struktur kalimat diubah, atau dua kata disandingkan demi mencapai makna yang dikehendaki. Barang siapa memahami hal ini, niscaya ia menangkap bagian besar dari maksud al-Qur’an. Sebagai contoh, dalam firman Allah Ta’ala: “sedangkan kami bertasbih menyucikan nama-Mu” (وَنُقَدِّسُ لَكَ), yang terdapat dalam Surah Al-Baqarah. Secara kaidah bahasa, kalimat ini bisa saja diungkapkan: “وَنُقَدِّسُكَ” (tanpa huruf lam). Memang secara tata bahasa, huruf lam boleh dihilangkan. Namun, Al-Qur’an memilih bentuk “nuqaddisu laka” (وَنُقَدِّسُ لَكَ) untuk memberi penekanan lebih betapa para malaikat itu menyucikan nama Allah dan mengagungkan-Nya Subhanahu wa Ta’ala. Pemahaman semacam ini termasuk pencapaian tertinggi dalam memahami Al-Qur’an, akan tetapi banyak orang yang lalai dalam memahaminya. Dahulu, para salaf memahami “penjelasan Al-Qur’an” sebagai pemahaman makna, bukan sekadar hiasan kata. Bahkan, sejumlah ulama terdahulu menulis kitab dengan judul Fahm Al-Qur’an (Pemahaman al-Qur’an). Dan salah satu jalan untuk memahami Al-Qur’an adalah dengan menelaah keindahan susunan katanya. Maka, penuntut ilmu hendaklah memberikan perhatian besar terhadap ilmu ini. Sebab, ilmu ini belum berkembang sempurna, dan keajaibannya tidak akan pernah habis. Namun ilmu ini bergantung pada sejauh mana Allah Subhanahu wa Ta’ala membukakan bagi hamba-Nya pemahaman dalam menangkap rahasia susunan kata Al-Qur’an Al-Karim. Karena cara penyusunan kata dalam Al-Qur’an memiliki berbagai corak dengan tujuan yang beragam. Semoga Allah memberi kita kesempatan lain untuk menjelaskannya secara lebih luas. Namun, inti pembahasan ini adalah agar engkau mengetahui bahwa salah satu bentuk keindahan susunan kata Al-Qur’an adalah penyandingan nama-nama Allah yang mulia, di antaranya adalah penyandingan dua nama ini, yaitu Al-Wadud dan Al-Ghafur. ===== وَقَدْ ذَكَرَ الْمُصَنِّفُ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى مِنْ لَطَائِفِ التَّصَرُّفِ الْقُرْآنِيّ السِّرَّ فِي اقْتِرَانِ الْوَدُودِ بِالْغَفُوْرِ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى وَهُوَ الْغَفُورُ الْوَدُودُ وَذَلِكَ أَنَّ مِنْ طَرَائِقِ تَوَدُّدِهِ لِلْخَلْقِ مَغْفِرَتُهُ ذُنُوبَهُمْ فَنَاسَبَ ذَلِكَ الْقَرْنَ بَيْنَ الِاثْنَيْنِ الأَحْسَنَيْنِ الْغَفُورُ وَالْوَدُوْدُ وَاللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لَهُ فِي الْقُرْآنِ تَصَرُّفٌ عَجِيبٌ وَهَذَا الْعِلْمُ وَهُوَ عِلْمُ التَّصَرُّفِ الْقُرْآنِيّ مَعَ أَنَّ اللَّهَ أَشَادَ بِهِ فِي أَرْبَعِ آيَاتٍ مِنْه إِلَا أَنَّ الْعِنَايَةَ بِهِ قَلِيلَةٌ مَعَ أَنَّهُ مِنْ أَعْظَمِ مَظَاهِرِ عَظَمَةِ الْقُرْآنِ وَبَيَانِ عُلُوِّهِ وَالْوُقُوفِ عَلَى حِكَمِهِ وَمَقَاصِدِهِ فَقَدْ يُزَادُ حَرْفٌ أَوْ قَدْ يُزَادُ لَفْظٌ أَوْ تُغَيَّرُ جُمْلَةٌ أَو يُقْرَنُ بَيْنَ لَفْظَيْنِ لِمَعْنًى مُقْتَضٍ ذَلِكَ فَمَنْ فَقِهَ هَذَا أَدْرَكَ شَيْئًا عَظِيمًا مِنْ مَقَاصِدِ الْقُرْآنِ وَمِنْ ذَلِكَ مَثَلًا فِي قَوْلِهِ تَعَالَى وَنُقَدِّسُ لَكَ فِي سُورَةِ الْبَقَرَةِ فَإِنَّ الْكَلَامَ يَسْتَقِيْمُ لُغَةً بِقَوْلِهِ وَنُقَدِّسُكَ فَأَمْكَنَ تَرْكُ اللَّامِ لَكِنْ جَاءَ التَّصَرُّفُ الْقُرْآنِيُّ عَلَى هَذَا النَّحْوِ لِلْمُبَالَغَةِ فِي تَأْكِيدِ تَنْزِيْهِ الْمَلَائِكَةِ وَتَعْظِيمِهِمْ لِرَبِّهِمْ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى وَهَذَا الْمُدْرَكُ مِنْ أَعْظَمِ مَدَارِكِ فَهْمِ الْقُرْآنِ إِلَّا أَنَّ النَّاسَ مُقَصِّرُوْنَ فِي فَهْمِهِ وَقَدْ كَانَ عَامَّةُ مَا يُعْرَفُ بِهِ بَيَانُ الْقُرْآنِ فِي السَّلَفِ هُوَ الْفَهْمُ وَصَنَّفَ جَمَاعَةٌ مِنَ الْأَوَائِلِ كُتُبًا بِاسْمِ فَهْمِ الْقُرْآنِ وَمِنْ مَقَاصِدِ الْفَهْمِ الِاطِّلَاعُ عَلَى التَّصَرُّفِ الْقُرْآنِيِّ وَيَنْبَغِي أَنْ يَعْتَنِيَ طَالِبُ الْعِلْمِ بِهَذَا فَإِنَّ هَذَا الْعِلْمَ لَمْ يَقُمْ عَلَى سُوقِهِ وَلَا تَنْقَضِي عَجَائِبُهُ أَبَدًا بَلْ بِحَسَبِ مَا يَفْتَحُ اللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لِلْعَبْدِ مِنَ الْفَهْمِ فِي تَصَرُّفِ الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ فَإِنَّ التَّصَرُّفَ فِي الْقُرآنِ الْكَرِيمِ يَأْتِي عَلَى طَرَائِقَ قِدَدًا وَلِمَقَاصِدَ مُخْتَلِفَةٍ وَلَعَلَّ اللَّهَ يُهَيِّئُ مَقَامًا آخَرَ نَبْسُطُ الْقَوْلَ فِيهِ لَكِنَّ الْمَقْصُودَ أَنْ تَعْلَمَ أَنَّ مِنْ طَرَائِقِ التَّصَرُّفِ الْقُرْآنِيِّ الِاقْتِرَانُ بَيْنَ الْأَسْمَاءِ الْحُسْنَى وَمِنْ جُمْلَتِهَا اقْتِرَانُ هَذَيْن الاِسْمَيْن أَحَدَهِمَا بِالْآخَرِ وَهُوَ الْوَدُودُ وَالْغَفُورُ

Mengapa Allah Disebut Al-Ghafur Al-Wadud? Rahasia Penyusunan Kata dalam Al-Qur’an

Penulis—semoga Allah merahmatinya—menyebutkan salah satu keindahan dalam pemilihan susunan kata Al-Qur’an: rahasia mengapa nama Al-Wadud (Maha Pengasih) disandingkan dengan Al-Ghafur (Maha Pengampun) dalam firman-Nya, “Dan Dialah Al-Ghafur, Al-Wadud.” (QS. Al-Buruj: 14). Hal ini karena salah satu bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-Nya adalah dengan mengampuni dosa-dosa mereka. Maka, sangat tepatlah penyandingan dua nama yang mulia ini: Al-Ghafur dan Al-Wadud. Allah Subhanahu wa Ta’ala memiliki cara penyusunan kata yang sangat menakjubkan dalam Al-Qur’an. Ilmu tentang keindahan susunan kata Al-Qur’an ini—meskipun Allah telah memujinya dalam empat ayat—akan tetapi perhatian terhadap ilmu ini sangat sedikit. Padahal, ilmu ini merupakan salah satu wujud paling agung dari kehebatan Al-Qur’an dan bukti ketinggian kedudukannya, serta sarana untuk memahami hikmah dan maksud-maksudnya. Sebab, terkadang dalam ayat Al-Qur’an ditambahkan satu huruf atau satu kata, atau struktur kalimat diubah, atau dua kata disandingkan demi mencapai makna yang dikehendaki. Barang siapa memahami hal ini, niscaya ia menangkap bagian besar dari maksud al-Qur’an. Sebagai contoh, dalam firman Allah Ta’ala: “sedangkan kami bertasbih menyucikan nama-Mu” (وَنُقَدِّسُ لَكَ), yang terdapat dalam Surah Al-Baqarah. Secara kaidah bahasa, kalimat ini bisa saja diungkapkan: “وَنُقَدِّسُكَ” (tanpa huruf lam). Memang secara tata bahasa, huruf lam boleh dihilangkan. Namun, Al-Qur’an memilih bentuk “nuqaddisu laka” (وَنُقَدِّسُ لَكَ) untuk memberi penekanan lebih betapa para malaikat itu menyucikan nama Allah dan mengagungkan-Nya Subhanahu wa Ta’ala. Pemahaman semacam ini termasuk pencapaian tertinggi dalam memahami Al-Qur’an, akan tetapi banyak orang yang lalai dalam memahaminya. Dahulu, para salaf memahami “penjelasan Al-Qur’an” sebagai pemahaman makna, bukan sekadar hiasan kata. Bahkan, sejumlah ulama terdahulu menulis kitab dengan judul Fahm Al-Qur’an (Pemahaman al-Qur’an). Dan salah satu jalan untuk memahami Al-Qur’an adalah dengan menelaah keindahan susunan katanya. Maka, penuntut ilmu hendaklah memberikan perhatian besar terhadap ilmu ini. Sebab, ilmu ini belum berkembang sempurna, dan keajaibannya tidak akan pernah habis. Namun ilmu ini bergantung pada sejauh mana Allah Subhanahu wa Ta’ala membukakan bagi hamba-Nya pemahaman dalam menangkap rahasia susunan kata Al-Qur’an Al-Karim. Karena cara penyusunan kata dalam Al-Qur’an memiliki berbagai corak dengan tujuan yang beragam. Semoga Allah memberi kita kesempatan lain untuk menjelaskannya secara lebih luas. Namun, inti pembahasan ini adalah agar engkau mengetahui bahwa salah satu bentuk keindahan susunan kata Al-Qur’an adalah penyandingan nama-nama Allah yang mulia, di antaranya adalah penyandingan dua nama ini, yaitu Al-Wadud dan Al-Ghafur. ===== وَقَدْ ذَكَرَ الْمُصَنِّفُ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى مِنْ لَطَائِفِ التَّصَرُّفِ الْقُرْآنِيّ السِّرَّ فِي اقْتِرَانِ الْوَدُودِ بِالْغَفُوْرِ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى وَهُوَ الْغَفُورُ الْوَدُودُ وَذَلِكَ أَنَّ مِنْ طَرَائِقِ تَوَدُّدِهِ لِلْخَلْقِ مَغْفِرَتُهُ ذُنُوبَهُمْ فَنَاسَبَ ذَلِكَ الْقَرْنَ بَيْنَ الِاثْنَيْنِ الأَحْسَنَيْنِ الْغَفُورُ وَالْوَدُوْدُ وَاللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لَهُ فِي الْقُرْآنِ تَصَرُّفٌ عَجِيبٌ وَهَذَا الْعِلْمُ وَهُوَ عِلْمُ التَّصَرُّفِ الْقُرْآنِيّ مَعَ أَنَّ اللَّهَ أَشَادَ بِهِ فِي أَرْبَعِ آيَاتٍ مِنْه إِلَا أَنَّ الْعِنَايَةَ بِهِ قَلِيلَةٌ مَعَ أَنَّهُ مِنْ أَعْظَمِ مَظَاهِرِ عَظَمَةِ الْقُرْآنِ وَبَيَانِ عُلُوِّهِ وَالْوُقُوفِ عَلَى حِكَمِهِ وَمَقَاصِدِهِ فَقَدْ يُزَادُ حَرْفٌ أَوْ قَدْ يُزَادُ لَفْظٌ أَوْ تُغَيَّرُ جُمْلَةٌ أَو يُقْرَنُ بَيْنَ لَفْظَيْنِ لِمَعْنًى مُقْتَضٍ ذَلِكَ فَمَنْ فَقِهَ هَذَا أَدْرَكَ شَيْئًا عَظِيمًا مِنْ مَقَاصِدِ الْقُرْآنِ وَمِنْ ذَلِكَ مَثَلًا فِي قَوْلِهِ تَعَالَى وَنُقَدِّسُ لَكَ فِي سُورَةِ الْبَقَرَةِ فَإِنَّ الْكَلَامَ يَسْتَقِيْمُ لُغَةً بِقَوْلِهِ وَنُقَدِّسُكَ فَأَمْكَنَ تَرْكُ اللَّامِ لَكِنْ جَاءَ التَّصَرُّفُ الْقُرْآنِيُّ عَلَى هَذَا النَّحْوِ لِلْمُبَالَغَةِ فِي تَأْكِيدِ تَنْزِيْهِ الْمَلَائِكَةِ وَتَعْظِيمِهِمْ لِرَبِّهِمْ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى وَهَذَا الْمُدْرَكُ مِنْ أَعْظَمِ مَدَارِكِ فَهْمِ الْقُرْآنِ إِلَّا أَنَّ النَّاسَ مُقَصِّرُوْنَ فِي فَهْمِهِ وَقَدْ كَانَ عَامَّةُ مَا يُعْرَفُ بِهِ بَيَانُ الْقُرْآنِ فِي السَّلَفِ هُوَ الْفَهْمُ وَصَنَّفَ جَمَاعَةٌ مِنَ الْأَوَائِلِ كُتُبًا بِاسْمِ فَهْمِ الْقُرْآنِ وَمِنْ مَقَاصِدِ الْفَهْمِ الِاطِّلَاعُ عَلَى التَّصَرُّفِ الْقُرْآنِيِّ وَيَنْبَغِي أَنْ يَعْتَنِيَ طَالِبُ الْعِلْمِ بِهَذَا فَإِنَّ هَذَا الْعِلْمَ لَمْ يَقُمْ عَلَى سُوقِهِ وَلَا تَنْقَضِي عَجَائِبُهُ أَبَدًا بَلْ بِحَسَبِ مَا يَفْتَحُ اللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لِلْعَبْدِ مِنَ الْفَهْمِ فِي تَصَرُّفِ الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ فَإِنَّ التَّصَرُّفَ فِي الْقُرآنِ الْكَرِيمِ يَأْتِي عَلَى طَرَائِقَ قِدَدًا وَلِمَقَاصِدَ مُخْتَلِفَةٍ وَلَعَلَّ اللَّهَ يُهَيِّئُ مَقَامًا آخَرَ نَبْسُطُ الْقَوْلَ فِيهِ لَكِنَّ الْمَقْصُودَ أَنْ تَعْلَمَ أَنَّ مِنْ طَرَائِقِ التَّصَرُّفِ الْقُرْآنِيِّ الِاقْتِرَانُ بَيْنَ الْأَسْمَاءِ الْحُسْنَى وَمِنْ جُمْلَتِهَا اقْتِرَانُ هَذَيْن الاِسْمَيْن أَحَدَهِمَا بِالْآخَرِ وَهُوَ الْوَدُودُ وَالْغَفُورُ
Penulis—semoga Allah merahmatinya—menyebutkan salah satu keindahan dalam pemilihan susunan kata Al-Qur’an: rahasia mengapa nama Al-Wadud (Maha Pengasih) disandingkan dengan Al-Ghafur (Maha Pengampun) dalam firman-Nya, “Dan Dialah Al-Ghafur, Al-Wadud.” (QS. Al-Buruj: 14). Hal ini karena salah satu bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-Nya adalah dengan mengampuni dosa-dosa mereka. Maka, sangat tepatlah penyandingan dua nama yang mulia ini: Al-Ghafur dan Al-Wadud. Allah Subhanahu wa Ta’ala memiliki cara penyusunan kata yang sangat menakjubkan dalam Al-Qur’an. Ilmu tentang keindahan susunan kata Al-Qur’an ini—meskipun Allah telah memujinya dalam empat ayat—akan tetapi perhatian terhadap ilmu ini sangat sedikit. Padahal, ilmu ini merupakan salah satu wujud paling agung dari kehebatan Al-Qur’an dan bukti ketinggian kedudukannya, serta sarana untuk memahami hikmah dan maksud-maksudnya. Sebab, terkadang dalam ayat Al-Qur’an ditambahkan satu huruf atau satu kata, atau struktur kalimat diubah, atau dua kata disandingkan demi mencapai makna yang dikehendaki. Barang siapa memahami hal ini, niscaya ia menangkap bagian besar dari maksud al-Qur’an. Sebagai contoh, dalam firman Allah Ta’ala: “sedangkan kami bertasbih menyucikan nama-Mu” (وَنُقَدِّسُ لَكَ), yang terdapat dalam Surah Al-Baqarah. Secara kaidah bahasa, kalimat ini bisa saja diungkapkan: “وَنُقَدِّسُكَ” (tanpa huruf lam). Memang secara tata bahasa, huruf lam boleh dihilangkan. Namun, Al-Qur’an memilih bentuk “nuqaddisu laka” (وَنُقَدِّسُ لَكَ) untuk memberi penekanan lebih betapa para malaikat itu menyucikan nama Allah dan mengagungkan-Nya Subhanahu wa Ta’ala. Pemahaman semacam ini termasuk pencapaian tertinggi dalam memahami Al-Qur’an, akan tetapi banyak orang yang lalai dalam memahaminya. Dahulu, para salaf memahami “penjelasan Al-Qur’an” sebagai pemahaman makna, bukan sekadar hiasan kata. Bahkan, sejumlah ulama terdahulu menulis kitab dengan judul Fahm Al-Qur’an (Pemahaman al-Qur’an). Dan salah satu jalan untuk memahami Al-Qur’an adalah dengan menelaah keindahan susunan katanya. Maka, penuntut ilmu hendaklah memberikan perhatian besar terhadap ilmu ini. Sebab, ilmu ini belum berkembang sempurna, dan keajaibannya tidak akan pernah habis. Namun ilmu ini bergantung pada sejauh mana Allah Subhanahu wa Ta’ala membukakan bagi hamba-Nya pemahaman dalam menangkap rahasia susunan kata Al-Qur’an Al-Karim. Karena cara penyusunan kata dalam Al-Qur’an memiliki berbagai corak dengan tujuan yang beragam. Semoga Allah memberi kita kesempatan lain untuk menjelaskannya secara lebih luas. Namun, inti pembahasan ini adalah agar engkau mengetahui bahwa salah satu bentuk keindahan susunan kata Al-Qur’an adalah penyandingan nama-nama Allah yang mulia, di antaranya adalah penyandingan dua nama ini, yaitu Al-Wadud dan Al-Ghafur. ===== وَقَدْ ذَكَرَ الْمُصَنِّفُ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى مِنْ لَطَائِفِ التَّصَرُّفِ الْقُرْآنِيّ السِّرَّ فِي اقْتِرَانِ الْوَدُودِ بِالْغَفُوْرِ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى وَهُوَ الْغَفُورُ الْوَدُودُ وَذَلِكَ أَنَّ مِنْ طَرَائِقِ تَوَدُّدِهِ لِلْخَلْقِ مَغْفِرَتُهُ ذُنُوبَهُمْ فَنَاسَبَ ذَلِكَ الْقَرْنَ بَيْنَ الِاثْنَيْنِ الأَحْسَنَيْنِ الْغَفُورُ وَالْوَدُوْدُ وَاللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لَهُ فِي الْقُرْآنِ تَصَرُّفٌ عَجِيبٌ وَهَذَا الْعِلْمُ وَهُوَ عِلْمُ التَّصَرُّفِ الْقُرْآنِيّ مَعَ أَنَّ اللَّهَ أَشَادَ بِهِ فِي أَرْبَعِ آيَاتٍ مِنْه إِلَا أَنَّ الْعِنَايَةَ بِهِ قَلِيلَةٌ مَعَ أَنَّهُ مِنْ أَعْظَمِ مَظَاهِرِ عَظَمَةِ الْقُرْآنِ وَبَيَانِ عُلُوِّهِ وَالْوُقُوفِ عَلَى حِكَمِهِ وَمَقَاصِدِهِ فَقَدْ يُزَادُ حَرْفٌ أَوْ قَدْ يُزَادُ لَفْظٌ أَوْ تُغَيَّرُ جُمْلَةٌ أَو يُقْرَنُ بَيْنَ لَفْظَيْنِ لِمَعْنًى مُقْتَضٍ ذَلِكَ فَمَنْ فَقِهَ هَذَا أَدْرَكَ شَيْئًا عَظِيمًا مِنْ مَقَاصِدِ الْقُرْآنِ وَمِنْ ذَلِكَ مَثَلًا فِي قَوْلِهِ تَعَالَى وَنُقَدِّسُ لَكَ فِي سُورَةِ الْبَقَرَةِ فَإِنَّ الْكَلَامَ يَسْتَقِيْمُ لُغَةً بِقَوْلِهِ وَنُقَدِّسُكَ فَأَمْكَنَ تَرْكُ اللَّامِ لَكِنْ جَاءَ التَّصَرُّفُ الْقُرْآنِيُّ عَلَى هَذَا النَّحْوِ لِلْمُبَالَغَةِ فِي تَأْكِيدِ تَنْزِيْهِ الْمَلَائِكَةِ وَتَعْظِيمِهِمْ لِرَبِّهِمْ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى وَهَذَا الْمُدْرَكُ مِنْ أَعْظَمِ مَدَارِكِ فَهْمِ الْقُرْآنِ إِلَّا أَنَّ النَّاسَ مُقَصِّرُوْنَ فِي فَهْمِهِ وَقَدْ كَانَ عَامَّةُ مَا يُعْرَفُ بِهِ بَيَانُ الْقُرْآنِ فِي السَّلَفِ هُوَ الْفَهْمُ وَصَنَّفَ جَمَاعَةٌ مِنَ الْأَوَائِلِ كُتُبًا بِاسْمِ فَهْمِ الْقُرْآنِ وَمِنْ مَقَاصِدِ الْفَهْمِ الِاطِّلَاعُ عَلَى التَّصَرُّفِ الْقُرْآنِيِّ وَيَنْبَغِي أَنْ يَعْتَنِيَ طَالِبُ الْعِلْمِ بِهَذَا فَإِنَّ هَذَا الْعِلْمَ لَمْ يَقُمْ عَلَى سُوقِهِ وَلَا تَنْقَضِي عَجَائِبُهُ أَبَدًا بَلْ بِحَسَبِ مَا يَفْتَحُ اللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لِلْعَبْدِ مِنَ الْفَهْمِ فِي تَصَرُّفِ الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ فَإِنَّ التَّصَرُّفَ فِي الْقُرآنِ الْكَرِيمِ يَأْتِي عَلَى طَرَائِقَ قِدَدًا وَلِمَقَاصِدَ مُخْتَلِفَةٍ وَلَعَلَّ اللَّهَ يُهَيِّئُ مَقَامًا آخَرَ نَبْسُطُ الْقَوْلَ فِيهِ لَكِنَّ الْمَقْصُودَ أَنْ تَعْلَمَ أَنَّ مِنْ طَرَائِقِ التَّصَرُّفِ الْقُرْآنِيِّ الِاقْتِرَانُ بَيْنَ الْأَسْمَاءِ الْحُسْنَى وَمِنْ جُمْلَتِهَا اقْتِرَانُ هَذَيْن الاِسْمَيْن أَحَدَهِمَا بِالْآخَرِ وَهُوَ الْوَدُودُ وَالْغَفُورُ


Penulis—semoga Allah merahmatinya—menyebutkan salah satu keindahan dalam pemilihan susunan kata Al-Qur’an: rahasia mengapa nama Al-Wadud (Maha Pengasih) disandingkan dengan Al-Ghafur (Maha Pengampun) dalam firman-Nya, “Dan Dialah Al-Ghafur, Al-Wadud.” (QS. Al-Buruj: 14). Hal ini karena salah satu bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-Nya adalah dengan mengampuni dosa-dosa mereka. Maka, sangat tepatlah penyandingan dua nama yang mulia ini: Al-Ghafur dan Al-Wadud. Allah Subhanahu wa Ta’ala memiliki cara penyusunan kata yang sangat menakjubkan dalam Al-Qur’an. Ilmu tentang keindahan susunan kata Al-Qur’an ini—meskipun Allah telah memujinya dalam empat ayat—akan tetapi perhatian terhadap ilmu ini sangat sedikit. Padahal, ilmu ini merupakan salah satu wujud paling agung dari kehebatan Al-Qur’an dan bukti ketinggian kedudukannya, serta sarana untuk memahami hikmah dan maksud-maksudnya. Sebab, terkadang dalam ayat Al-Qur’an ditambahkan satu huruf atau satu kata, atau struktur kalimat diubah, atau dua kata disandingkan demi mencapai makna yang dikehendaki. Barang siapa memahami hal ini, niscaya ia menangkap bagian besar dari maksud al-Qur’an. Sebagai contoh, dalam firman Allah Ta’ala: “sedangkan kami bertasbih menyucikan nama-Mu” (وَنُقَدِّسُ لَكَ), yang terdapat dalam Surah Al-Baqarah. Secara kaidah bahasa, kalimat ini bisa saja diungkapkan: “وَنُقَدِّسُكَ” (tanpa huruf lam). Memang secara tata bahasa, huruf lam boleh dihilangkan. Namun, Al-Qur’an memilih bentuk “nuqaddisu laka” (وَنُقَدِّسُ لَكَ) untuk memberi penekanan lebih betapa para malaikat itu menyucikan nama Allah dan mengagungkan-Nya Subhanahu wa Ta’ala. Pemahaman semacam ini termasuk pencapaian tertinggi dalam memahami Al-Qur’an, akan tetapi banyak orang yang lalai dalam memahaminya. Dahulu, para salaf memahami “penjelasan Al-Qur’an” sebagai pemahaman makna, bukan sekadar hiasan kata. Bahkan, sejumlah ulama terdahulu menulis kitab dengan judul Fahm Al-Qur’an (Pemahaman al-Qur’an). Dan salah satu jalan untuk memahami Al-Qur’an adalah dengan menelaah keindahan susunan katanya. Maka, penuntut ilmu hendaklah memberikan perhatian besar terhadap ilmu ini. Sebab, ilmu ini belum berkembang sempurna, dan keajaibannya tidak akan pernah habis. Namun ilmu ini bergantung pada sejauh mana Allah Subhanahu wa Ta’ala membukakan bagi hamba-Nya pemahaman dalam menangkap rahasia susunan kata Al-Qur’an Al-Karim. Karena cara penyusunan kata dalam Al-Qur’an memiliki berbagai corak dengan tujuan yang beragam. Semoga Allah memberi kita kesempatan lain untuk menjelaskannya secara lebih luas. Namun, inti pembahasan ini adalah agar engkau mengetahui bahwa salah satu bentuk keindahan susunan kata Al-Qur’an adalah penyandingan nama-nama Allah yang mulia, di antaranya adalah penyandingan dua nama ini, yaitu Al-Wadud dan Al-Ghafur. ===== وَقَدْ ذَكَرَ الْمُصَنِّفُ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى مِنْ لَطَائِفِ التَّصَرُّفِ الْقُرْآنِيّ السِّرَّ فِي اقْتِرَانِ الْوَدُودِ بِالْغَفُوْرِ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى وَهُوَ الْغَفُورُ الْوَدُودُ وَذَلِكَ أَنَّ مِنْ طَرَائِقِ تَوَدُّدِهِ لِلْخَلْقِ مَغْفِرَتُهُ ذُنُوبَهُمْ فَنَاسَبَ ذَلِكَ الْقَرْنَ بَيْنَ الِاثْنَيْنِ الأَحْسَنَيْنِ الْغَفُورُ وَالْوَدُوْدُ وَاللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لَهُ فِي الْقُرْآنِ تَصَرُّفٌ عَجِيبٌ وَهَذَا الْعِلْمُ وَهُوَ عِلْمُ التَّصَرُّفِ الْقُرْآنِيّ مَعَ أَنَّ اللَّهَ أَشَادَ بِهِ فِي أَرْبَعِ آيَاتٍ مِنْه إِلَا أَنَّ الْعِنَايَةَ بِهِ قَلِيلَةٌ مَعَ أَنَّهُ مِنْ أَعْظَمِ مَظَاهِرِ عَظَمَةِ الْقُرْآنِ وَبَيَانِ عُلُوِّهِ وَالْوُقُوفِ عَلَى حِكَمِهِ وَمَقَاصِدِهِ فَقَدْ يُزَادُ حَرْفٌ أَوْ قَدْ يُزَادُ لَفْظٌ أَوْ تُغَيَّرُ جُمْلَةٌ أَو يُقْرَنُ بَيْنَ لَفْظَيْنِ لِمَعْنًى مُقْتَضٍ ذَلِكَ فَمَنْ فَقِهَ هَذَا أَدْرَكَ شَيْئًا عَظِيمًا مِنْ مَقَاصِدِ الْقُرْآنِ وَمِنْ ذَلِكَ مَثَلًا فِي قَوْلِهِ تَعَالَى وَنُقَدِّسُ لَكَ فِي سُورَةِ الْبَقَرَةِ فَإِنَّ الْكَلَامَ يَسْتَقِيْمُ لُغَةً بِقَوْلِهِ وَنُقَدِّسُكَ فَأَمْكَنَ تَرْكُ اللَّامِ لَكِنْ جَاءَ التَّصَرُّفُ الْقُرْآنِيُّ عَلَى هَذَا النَّحْوِ لِلْمُبَالَغَةِ فِي تَأْكِيدِ تَنْزِيْهِ الْمَلَائِكَةِ وَتَعْظِيمِهِمْ لِرَبِّهِمْ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى وَهَذَا الْمُدْرَكُ مِنْ أَعْظَمِ مَدَارِكِ فَهْمِ الْقُرْآنِ إِلَّا أَنَّ النَّاسَ مُقَصِّرُوْنَ فِي فَهْمِهِ وَقَدْ كَانَ عَامَّةُ مَا يُعْرَفُ بِهِ بَيَانُ الْقُرْآنِ فِي السَّلَفِ هُوَ الْفَهْمُ وَصَنَّفَ جَمَاعَةٌ مِنَ الْأَوَائِلِ كُتُبًا بِاسْمِ فَهْمِ الْقُرْآنِ وَمِنْ مَقَاصِدِ الْفَهْمِ الِاطِّلَاعُ عَلَى التَّصَرُّفِ الْقُرْآنِيِّ وَيَنْبَغِي أَنْ يَعْتَنِيَ طَالِبُ الْعِلْمِ بِهَذَا فَإِنَّ هَذَا الْعِلْمَ لَمْ يَقُمْ عَلَى سُوقِهِ وَلَا تَنْقَضِي عَجَائِبُهُ أَبَدًا بَلْ بِحَسَبِ مَا يَفْتَحُ اللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لِلْعَبْدِ مِنَ الْفَهْمِ فِي تَصَرُّفِ الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ فَإِنَّ التَّصَرُّفَ فِي الْقُرآنِ الْكَرِيمِ يَأْتِي عَلَى طَرَائِقَ قِدَدًا وَلِمَقَاصِدَ مُخْتَلِفَةٍ وَلَعَلَّ اللَّهَ يُهَيِّئُ مَقَامًا آخَرَ نَبْسُطُ الْقَوْلَ فِيهِ لَكِنَّ الْمَقْصُودَ أَنْ تَعْلَمَ أَنَّ مِنْ طَرَائِقِ التَّصَرُّفِ الْقُرْآنِيِّ الِاقْتِرَانُ بَيْنَ الْأَسْمَاءِ الْحُسْنَى وَمِنْ جُمْلَتِهَا اقْتِرَانُ هَذَيْن الاِسْمَيْن أَحَدَهِمَا بِالْآخَرِ وَهُوَ الْوَدُودُ وَالْغَفُورُ

Beginilah Gambaran Surga dan Neraka

Daftar Isi ToggleGambaran surgaPenghuni surga akan memiliki paras yang tampan atau cantik jelita dan tidak pernah menuaSeluruhnya adalah keabadianSegala hal yang diinginkan hati tersedia, penghuninya bebas memilih sesuai selera dan kehendaknyaBidadari dan istri-istri yang suciMelihat wajah AllahGambaran nerakaPenghuninya akan menjadi bahan bakar api nerakaMakanan dan minuman penduduk neraka sangatlah menjijikkanAzab yang pedih dan bertingkat-tingkatPenutupSetiap insan yang beriman tentu meyakini bahwa kehidupan dunia ini bukanlah tujuan akhir. Dunia hanyalah tempat singgah sementara, tempat manusia diuji dengan ketaatan dan kesabaran sebelum menuju tempat kembali yang abadi: surga atau neraka. Dua tempat ini bukan sekadar kisah simbolik, melainkan realita yang pasti terjadi, sebagaimana diberitakan dalam Al-Qur’an dan hadis-hadis Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.Dengan memahami gambaran surga dan neraka sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an dan sunnah, seorang mukmin akan terdorong untuk berlomba dalam ketaatan dan menjauh dari maksiat. Ia tidak lagi tertipu oleh gemerlap dunia, karena ia menyadari bahwa di balik kehidupan fana ini, ada balasan kekal yang menanti setiap amal perbuatan dan gerak geriknya.Gambaran surgaTentu saja gambaran surga tidak akan terlepas dari segala kenikmatannya yang tiada tara sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam hadis qudsi,أَعْدَدْتُ لِعِبَادِي الصَّالِحِينَ مَا لَا عَيْنٌ رَأَتْ وَلَا أُذُنٌ سَمِعَتْ وَلَا خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ اقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ“Allah Ta’ala berfirman, ‘Aku siapkan bagi para hamba-Ku yang saleh (kenikmatan) yang tidak pernah mereka lihat, tidak pernah terdengar sebelumnya oleh telinga, dan tidak pernah terlintas dalam benak manusia.” (HR. Bukhari no. 4779 dan Muslim no. 2824)Berikut ini adalah beberapa gambaran singkat mengenai surga dan beragam kenikmatan di dalamnya yang telah dijelaskan oleh Allah Ta’ala dan Nabi-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam: Penghuni surga akan memiliki paras yang tampan atau cantik jelita dan tidak pernah menuaNabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,إِنَّ أَوَّلَ زُمْرَةٍ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ عَلَى صُورَةِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ عَلَى أَشَدِّ كَوْكَبٍ دُرِّيٍّ فِي السَّمَاءِ إِضَاءَةً لَا يَبُولُونَ وَلَا يَتَغَوَّطُونَ وَلَا يَتْفِلُونَ وَلَا يَمْتَخِطُونَ أَمْشَاطُهُمْ الذَّهَبُ وَرَشْحُهُمْ الْمِسْكُ وَمَجَامِرُهُمْ الْأَلُوَّةُ الْأَنْجُوجُ عُودُ الطِّيبِ وَأَزْوَاجُهُمْ الْحُورُ الْعِينُ عَلَى خَلْقِ رَجُلٍ وَاحِدٍ عَلَى صُورَةِ أَبِيهِمْ آدَمَ سِتُّونَ ذِرَاعًا فِي السَّمَاءِ “Sesungguhnya kelompok pertama yang akan masuk surga adalah orang-orang yang wajahnya bagaikan rembulan di malam purnama. Kemudian yang setelahnya, bagaikan bintang di atas langit yang sangat terang cahayanya, mereka tidak pernah buang hajat dan air kecil, tidak buang ingus dan ludah. Sisir yang mereka pakai terbuat dari emas, keringat yang keluar dari tubuhnya seperti misk, sanggulnya berupa kayu gaharu, istri-istri mereka adalah bidadari, mereka diciptakan di atas satu orang, dengan paras bapak mereka Adam, sepanjang enam puluh dira’ menjulang ke langit.“ (HR Bukhari no. 3245 dan Muslim no. 2834)Ketampanan atau kecantikan penghuni surga selalu diperbarui setiap hari dengan angin sepoi-sepoi yang berembus ke arah mereka. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,إنَّ في الجَنَّةِ لَسُوقًا، يَأْتُونَها كُلَّ جُمُعَةٍ، فَتَهُبُّ رِيحُ الشَّمالِ فَتَحْثُو في وُجُوهِهِمْ وثِيابِهِمْ، فَيَزْدادُونَ حُسْنًا وجَمالًا، فَيَرْجِعُونَ إلى أهْلِيهِمْ وقَدِ ازْدادُوا حُسْنًا وجَمالًا، فيَقولُ لهمْ أهْلُوهُمْ: واللَّهِ لَقَدِ ازْدَدْتُمْ بَعْدَنا حُسْنًا وجَمالًا، فيَقولونَ: وأَنْتُمْ، واللَّهِ لَقَدِ ازْدَدْتُمْ بَعْدَنا حُسْنًا وجَمالًا“Sesungguhnya di surga terdapat pasar yang mereka datangi setiap Jumat. Angin utara berembus ke wajah dan pakaian mereka sehingga mereka bertambah cantik dan tampan. Ketika mereka kembali kepada keluarga mereka, mereka telah bertambah cantik dan tampan. Keluarga mereka berkata, ‘Demi Allah, kalian telah bertambah cantik dan tampan sepeninggal kami.’ Mereka menjawab, ‘Demi Allah, kalian juga telah bertambah cantik dan tampan.'” (HR. Muslim no. 2833) Seluruhnya adalah keabadianPara penghuni surga akan kekal di dalamnya selama-lamanya dengan segala kenikmatannya yang abadi. Allah Ta’ala berfirman,أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ“Allah telah menyediakan bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah: 89) Segala hal yang diinginkan hati tersedia, penghuninya bebas memilih sesuai selera dan kehendaknyaAllah Ta’ala berfirman,وَفِيهَا مَا تَشْتَهِيهِ الْأَنْفُسُ وَتَلَذُّ الْأَعْيُنُ وَأَنْتُمْ فِيهَا خَالِدُونَ“Dan di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kamu kekal di dalamnya.” (QS. Az-Zukhruf: 71)Di antaranya ada beragam jenis buah-buahan dan daging burung. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,وَفَاكِهَةٍ مِمَّا يَتَخَيَّرُونَ , وَلَحْمِ طَيْرٍ مِمَّا يَشْتَهُونَ“Dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih, dan daging burung dari apa yang mereka inginkan.” (QS. Al-Waqi’ah: 20-21)Terdapat juga segala jenis minuman, di antaranya adalah sungai dan lautan dengan empat rasa: air susu, madu, khamr, dan air segar. Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an, مَّثَلُ ٱلْجَنَّةِ ٱلَّتِى وُعِدَ ٱلْمُتَّقُونَ ۖ فِيهَآ أَنْهَٰرٌ مِّن مَّآءٍ غَيْرِ ءَاسِنٍ وَأَنْهَٰرٌ مِّن لَّبَنٍ لَّمْ يَتَغَيَّرْ طَعْمُهُۥ وَأَنْهَٰرٌ مِّنْ خَمْرٍ لَّذَّةٍ لِّلشَّٰرِبِينَ وَأَنْهَٰرٌ مِّنْ عَسَلٍ مُّصَفًّى ۖ “Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa ialah (seperti taman); mengalir sungai-sungai di dalamnya; sungai-sungai dari air yang tidak berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari arak yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring.” (QS. Muhammad: 15)Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,إنَّ في الجنَّةِ بحرَ الماءِ ، وبحرَ الخمرِ ، وبحرَ العسَلِ ، وبحرَ اللَّبنِ ، ثمَّ تشقَّقُ بعدُ منهُ الأنهارُ“Sesungguhnya di surga ada lautan air, lautan khamr, lautan madu, dan lautan susu. Kemudian sungai-sungai akan mengalir darinya.” (HR. Tirmidzi no. 2571 dan Ahmad no. 20052) Bidadari dan istri-istri yang suciAllah Ta’ala telah berbicara mengenai hal ini dalam firman-Nya, وَحُورٌ عِين #  كَأَمۡثَٰلِ ٱللُّؤۡلُوِٕ ٱلۡمَكۡنُونِ“Dan ada bidadari-bidadari bermata jeli, laksana mutiara yang tersimpan apik.” (QS. Al-Waqi’ah: 22-23)Allah Ta’ala menjelaskan sifat bidadari yang lainnya, إِنَّآ أَنشَأۡنَٰهُنَّ إِنشَآءا # فَجَعَلۡنَٰهُنَّ أَبۡكَارًا # عُرُبًا أَتۡرَابا“Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) tanpa proses melahirkan. Dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan. Penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (QS. Al-Waaqi’ah: 35-37)Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bercerita,وَلَوْ أَنَّ امْرَأَةً مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ اطَّلَعَتْ إِلَى أَهْلِ الْأَرْضِ لَأَضَاءَتْ مَا بَيْنَهُمَا وَلَمَلَأَتْهُ رِيحًا وَلَنَصِيفُهَا عَلَى رَأْسِهَا خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا“Kalau seandainya wanita penduduk surga melongokkan kepalanya ke dunia, tentu cahayanya akan menerangi langit dan bumi, serta menyebarkan aroma wangi ke seluruh sudutnya. Dan sungguh penutup kepala yang dipakai (bidadari) itu lebih baik dari dunia dan seisinya.“ (HR. Bukhari no. 2796) Melihat wajah AllahMelihat wajah Sang Pencipta merupakan puncak dari segala bentuk kenikmatan, hal ini Allah khususkan bagi para penghuni surga, sebagai bentuk pemuliaan kepada mereka. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadis sahih yang diriwayatkan dari sahabat Shuhaib Ar-Rumi radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,  إِذَا دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ – قَالَ – يَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى تُرِيدُونَ شَيْئًا أَزِيدُكُمْ فَيَقُولُونَ أَلَمْ تُبَيِّضْ وُجُوهَنَا أَلَمْ تُدْخِلْنَا الْجَنَّةَ وَتُنَجِّنَا مِنَ النَّارِ – قَالَ – فَيَكْشِفُ الْحِجَابَ فَمَا أُعْطُوا شَيْئًا أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنَ النَّظَرِ إِلَى رَبِّهِمْ عَزَّ وَجَلَّ ثم تَلَا هَذِهِ الْآيَةَ { لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ } “Apabila penduduk surga telah masuk ke dalamnya, maka Allah Tabaraka wa Ta’ala berkata, ‘Apakah kalian menginginkan sesuatu yang Aku tambah lagi bagi kalian?’ Mereka menjawab, ‘Bukankah Engkau telah menjadikan wajah kami putih berkilau? Bukankah Engkau telah memasukkan kami ke dalam surga serta menyelamatkan kami dari neraka?’ Nabi meneruskan, ‘Pada saat itu, Allah membuka tabir yang menutupi-Nya. Dan tidak ada yang diberikan kepada mereka sesuatu yang paling mereka cintai melainkan diberinya kenikmatan bisa melihat Rabbnya.’ Kemudian beliau membaca firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahan (kenikmatan melihat Allah).” (QS. Yunus: 26). (HR. Muslim no. 181)Allah Ta’ala juga berfirman,وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ # إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Rabbnyalah mereka melihat.” (QS. Al-Qiyamah: 22-23)Baca juga: Empat Kunci Masuk SurgaGambaran nerakaSebaliknya, gambaran neraka tidak jauh dari segala azabnya yang sangat-sangat mengerikan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,عُرِضَتْ عَلَيَّ الْجَنَّةُ وَالنَّارُ فَلَمْ أَرَ كَالْيَوْمِ فِي الْخَيْرِ وَالشَّرِّ وَلَوْ تَعْلَمُوْنَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيْلاً وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيرًا قَالَ فَمَا أَتَى عَلَى أَصْحَابِ رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمٌ أَشَدُّ مِنْهُ قَالَ غَطَّوْا رُءُوْسَهُمْ وَلَهُمْ خَنِيْنٌ“Surga dan neraka ditampakkan kepadaku, maka aku tidak melihat tentang kebaikan dan keburukan seperti hari ini. Seandainya kamu mengetahui apa yang aku ketahui, kamu benar-benar akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” (HR Muslim no. 2359)Berikut adalah beberapa gambaran kengerian neraka: Penghuninya akan menjadi bahan bakar api nerakaAllah Ta’ala berfirman,يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6)Disebutkan dalam sebuah hadis, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan perbandingan untuk menjelaskan betapa panasnya api neraka. Beliau bersabda, نَارُكُمْ هَذِهِ الَّتِى يُوقِدُ ابْنُ آدَمَ جُزْءٌ مِنْ سَبْعِينَ جُزْءًا مِنْ حَرِّ جَهَنَّمَ “Api yang dipergunakan untuk memasak oleh anak cucu Adam, panasnya hanyalah bagian dari tujuh puluh cabang dari panasnya neraka Jahanam.“ (HR. Bukhari no. 3265 dan Muslim no. 2843) Makanan dan minuman penduduk neraka sangatlah menjijikkanDisebutkan beberapa makanan mereka, di antaranya adalah pohon dhari’, sebagaimana firman Allah Ta’ala, لَّيۡسَ لَهُمۡ طَعَامٌ إِلَّا مِن ضَرِيع“Mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri.” (QS. Al-Ghasyiyah: 6)Dhari’ adalah sejenis pohon yang memiliki duri besar, yang rasanya sangat pahit dan sangat panas lagi berbau busuk.Allah Ta’ala juga berfirman,إِنَّ شَجَرَتَ ٱلزَّقُّومِ * طَعَامُ الْاَثِيْمِ * كَالْمُهْلِ ۛ يَغْلِيْ فِى الْبُطُوْنِۙ * كَغَلْيِ الْحَمِيْمِ“Sesungguhnya pohon zaqqum itu (adalah) makanan orang yang banyak berdosa. (Ia) sebagai kotoran minyak yang mendidih di dalam perut. Seperti mendidihnya air yang amat panas.“ (QS. Ad-Dukhan: 43-46)Dan masih banyak lagi dalil dalil yang menjelaskan makanan menjijikkan lainnya bagi penghuni neraka.Allah Ta’ala berfirman menggambarkan minuman penduduk neraka,وَسُقُوا مَاءً حَمِيماً فَقَطَّعَ أَمْعَاءَهُمْ “…dan mereka diberi minum air yang mendidih sehingga memotong usus mereka.” (QS. Muhammad: 15)Nanah dan darah juga menjadi minuman mereka. Allah Ta’ala berfirman,وَلَا طَعَامٌ إِلَّا مِنۡ غِسۡلِين “Dan tiada (pula) makanan sedikitpun (baginya) kecuali dari darah dan nanah.” (QS. Al-Haqqah: 36)Adapula cairan tembaga yang mendidih yang menjadi minuman mereka. Allah Ta’ala berfirman,وَإِنْ يَسْتَغِيثُوا يُغَاثُوا بِمَاءٍ كَالْمُهْلِ يَشْوِي الْوُجُوهَ بِئْسَ الشَّرَابُ وَسَاءَتْ مُرْتَفَقاً “Dan jika mereka meminta pertolongan, mereka akan diberi pertolongan dengan air seperti cairan tembaga yang mendidih yang membakar wajah. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.” (QS. Al-Kahfi: 29) Azab yang pedih dan bertingkat-tingkatSebagaimana di surga, balasan di neraka akan sesuai dengan amalnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda tentang penghuni neraka, مِنْهُمْ مَنْ تَأْخُذُهُ النَّارُ إِلَى كَعْبَيْهِ وَمِنْهُمْ مَنْ تَأْخُذُهُ النَّارُ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَمِنْهُمْ مَنْ تَأْخُذُهُ النَّارُ إِلَى حُجْزَتِهِ وَمِنْهُمْ مَنْ تَأْخُذُهُ النَّارُ إِلَى تَرْقُوَتِهِ “Di antara para penghuni neraka, ada yang disiksa dengan tenggelam dalam api sampai mata kakinya, ada yang sampai ke lututnya, ada lagi yang sampai ke pusar, dan ada yang tenggelam sampai ke lehernya.“ (HR. Muslim no. 2845)Sedangkan azab neraka yang paling ringan adalah dengan diletakkan bara api pada telapak kaki penghuninya hingga mendidihlah otaknya, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,إنَّ أهْوَنَ أهْلِ النَّارِ عَذابًا يَومَ القِيامَةِ، لَرَجُلٌ تُوضَعُ في أَخْمَصِ قَدَمَيْهِ جَمْرَةٌ، يَغْلِي مِنْها دِماغُهُ“Sesungguhnya orang yang paling ringan azabnya di neraka pada hari kiamat adalah seseorang yang diletakkan bara api di telapak kakinya sehingga otaknya mendidih.” (HR. Bukhari no. 6561 dan Muslim no. 213)Waliyadzubillah.PenutupSetelah kita merenungi dahsyatnya azab neraka dan indahnya kenikmatan surga, sudah sepantasnya hati ini tergerak untuk bertobat, memperbanyak amal saleh, dan memperkuat iman. Surga bukanlah tempat bagi orang yang hanya berharap tanpa usaha, dan neraka bukanlah takdir yang tak dapat dihindari bagi mereka yang bersungguh-sungguh memperbaiki diri. Allah Ta’ala mengingatkan dalam firman-Nya,وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Āli ‘Imrān: 133)Jadikan surga sebagai cita-cita tertinggi dan jadikan takut kepada neraka sebagai pengingat agar langkah kita tidak menyimpang. Semoga Allah Ta’ala meneguhkan hati kita di atas ketaatan, melindungi kita dari godaan dunia yang menipu, dan mengumpulkan kita kelak di dalam surga-Nya. Āmīn Yā Rabbal ‘Ālamīn.Baca juga: Empat Permohonan Penduduk Neraka***Penulis: Muhammad Idris, Lc.Artikel Muslim.or.id

Beginilah Gambaran Surga dan Neraka

Daftar Isi ToggleGambaran surgaPenghuni surga akan memiliki paras yang tampan atau cantik jelita dan tidak pernah menuaSeluruhnya adalah keabadianSegala hal yang diinginkan hati tersedia, penghuninya bebas memilih sesuai selera dan kehendaknyaBidadari dan istri-istri yang suciMelihat wajah AllahGambaran nerakaPenghuninya akan menjadi bahan bakar api nerakaMakanan dan minuman penduduk neraka sangatlah menjijikkanAzab yang pedih dan bertingkat-tingkatPenutupSetiap insan yang beriman tentu meyakini bahwa kehidupan dunia ini bukanlah tujuan akhir. Dunia hanyalah tempat singgah sementara, tempat manusia diuji dengan ketaatan dan kesabaran sebelum menuju tempat kembali yang abadi: surga atau neraka. Dua tempat ini bukan sekadar kisah simbolik, melainkan realita yang pasti terjadi, sebagaimana diberitakan dalam Al-Qur’an dan hadis-hadis Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.Dengan memahami gambaran surga dan neraka sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an dan sunnah, seorang mukmin akan terdorong untuk berlomba dalam ketaatan dan menjauh dari maksiat. Ia tidak lagi tertipu oleh gemerlap dunia, karena ia menyadari bahwa di balik kehidupan fana ini, ada balasan kekal yang menanti setiap amal perbuatan dan gerak geriknya.Gambaran surgaTentu saja gambaran surga tidak akan terlepas dari segala kenikmatannya yang tiada tara sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam hadis qudsi,أَعْدَدْتُ لِعِبَادِي الصَّالِحِينَ مَا لَا عَيْنٌ رَأَتْ وَلَا أُذُنٌ سَمِعَتْ وَلَا خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ اقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ“Allah Ta’ala berfirman, ‘Aku siapkan bagi para hamba-Ku yang saleh (kenikmatan) yang tidak pernah mereka lihat, tidak pernah terdengar sebelumnya oleh telinga, dan tidak pernah terlintas dalam benak manusia.” (HR. Bukhari no. 4779 dan Muslim no. 2824)Berikut ini adalah beberapa gambaran singkat mengenai surga dan beragam kenikmatan di dalamnya yang telah dijelaskan oleh Allah Ta’ala dan Nabi-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam: Penghuni surga akan memiliki paras yang tampan atau cantik jelita dan tidak pernah menuaNabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,إِنَّ أَوَّلَ زُمْرَةٍ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ عَلَى صُورَةِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ عَلَى أَشَدِّ كَوْكَبٍ دُرِّيٍّ فِي السَّمَاءِ إِضَاءَةً لَا يَبُولُونَ وَلَا يَتَغَوَّطُونَ وَلَا يَتْفِلُونَ وَلَا يَمْتَخِطُونَ أَمْشَاطُهُمْ الذَّهَبُ وَرَشْحُهُمْ الْمِسْكُ وَمَجَامِرُهُمْ الْأَلُوَّةُ الْأَنْجُوجُ عُودُ الطِّيبِ وَأَزْوَاجُهُمْ الْحُورُ الْعِينُ عَلَى خَلْقِ رَجُلٍ وَاحِدٍ عَلَى صُورَةِ أَبِيهِمْ آدَمَ سِتُّونَ ذِرَاعًا فِي السَّمَاءِ “Sesungguhnya kelompok pertama yang akan masuk surga adalah orang-orang yang wajahnya bagaikan rembulan di malam purnama. Kemudian yang setelahnya, bagaikan bintang di atas langit yang sangat terang cahayanya, mereka tidak pernah buang hajat dan air kecil, tidak buang ingus dan ludah. Sisir yang mereka pakai terbuat dari emas, keringat yang keluar dari tubuhnya seperti misk, sanggulnya berupa kayu gaharu, istri-istri mereka adalah bidadari, mereka diciptakan di atas satu orang, dengan paras bapak mereka Adam, sepanjang enam puluh dira’ menjulang ke langit.“ (HR Bukhari no. 3245 dan Muslim no. 2834)Ketampanan atau kecantikan penghuni surga selalu diperbarui setiap hari dengan angin sepoi-sepoi yang berembus ke arah mereka. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,إنَّ في الجَنَّةِ لَسُوقًا، يَأْتُونَها كُلَّ جُمُعَةٍ، فَتَهُبُّ رِيحُ الشَّمالِ فَتَحْثُو في وُجُوهِهِمْ وثِيابِهِمْ، فَيَزْدادُونَ حُسْنًا وجَمالًا، فَيَرْجِعُونَ إلى أهْلِيهِمْ وقَدِ ازْدادُوا حُسْنًا وجَمالًا، فيَقولُ لهمْ أهْلُوهُمْ: واللَّهِ لَقَدِ ازْدَدْتُمْ بَعْدَنا حُسْنًا وجَمالًا، فيَقولونَ: وأَنْتُمْ، واللَّهِ لَقَدِ ازْدَدْتُمْ بَعْدَنا حُسْنًا وجَمالًا“Sesungguhnya di surga terdapat pasar yang mereka datangi setiap Jumat. Angin utara berembus ke wajah dan pakaian mereka sehingga mereka bertambah cantik dan tampan. Ketika mereka kembali kepada keluarga mereka, mereka telah bertambah cantik dan tampan. Keluarga mereka berkata, ‘Demi Allah, kalian telah bertambah cantik dan tampan sepeninggal kami.’ Mereka menjawab, ‘Demi Allah, kalian juga telah bertambah cantik dan tampan.'” (HR. Muslim no. 2833) Seluruhnya adalah keabadianPara penghuni surga akan kekal di dalamnya selama-lamanya dengan segala kenikmatannya yang abadi. Allah Ta’ala berfirman,أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ“Allah telah menyediakan bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah: 89) Segala hal yang diinginkan hati tersedia, penghuninya bebas memilih sesuai selera dan kehendaknyaAllah Ta’ala berfirman,وَفِيهَا مَا تَشْتَهِيهِ الْأَنْفُسُ وَتَلَذُّ الْأَعْيُنُ وَأَنْتُمْ فِيهَا خَالِدُونَ“Dan di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kamu kekal di dalamnya.” (QS. Az-Zukhruf: 71)Di antaranya ada beragam jenis buah-buahan dan daging burung. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,وَفَاكِهَةٍ مِمَّا يَتَخَيَّرُونَ , وَلَحْمِ طَيْرٍ مِمَّا يَشْتَهُونَ“Dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih, dan daging burung dari apa yang mereka inginkan.” (QS. Al-Waqi’ah: 20-21)Terdapat juga segala jenis minuman, di antaranya adalah sungai dan lautan dengan empat rasa: air susu, madu, khamr, dan air segar. Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an, مَّثَلُ ٱلْجَنَّةِ ٱلَّتِى وُعِدَ ٱلْمُتَّقُونَ ۖ فِيهَآ أَنْهَٰرٌ مِّن مَّآءٍ غَيْرِ ءَاسِنٍ وَأَنْهَٰرٌ مِّن لَّبَنٍ لَّمْ يَتَغَيَّرْ طَعْمُهُۥ وَأَنْهَٰرٌ مِّنْ خَمْرٍ لَّذَّةٍ لِّلشَّٰرِبِينَ وَأَنْهَٰرٌ مِّنْ عَسَلٍ مُّصَفًّى ۖ “Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa ialah (seperti taman); mengalir sungai-sungai di dalamnya; sungai-sungai dari air yang tidak berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari arak yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring.” (QS. Muhammad: 15)Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,إنَّ في الجنَّةِ بحرَ الماءِ ، وبحرَ الخمرِ ، وبحرَ العسَلِ ، وبحرَ اللَّبنِ ، ثمَّ تشقَّقُ بعدُ منهُ الأنهارُ“Sesungguhnya di surga ada lautan air, lautan khamr, lautan madu, dan lautan susu. Kemudian sungai-sungai akan mengalir darinya.” (HR. Tirmidzi no. 2571 dan Ahmad no. 20052) Bidadari dan istri-istri yang suciAllah Ta’ala telah berbicara mengenai hal ini dalam firman-Nya, وَحُورٌ عِين #  كَأَمۡثَٰلِ ٱللُّؤۡلُوِٕ ٱلۡمَكۡنُونِ“Dan ada bidadari-bidadari bermata jeli, laksana mutiara yang tersimpan apik.” (QS. Al-Waqi’ah: 22-23)Allah Ta’ala menjelaskan sifat bidadari yang lainnya, إِنَّآ أَنشَأۡنَٰهُنَّ إِنشَآءا # فَجَعَلۡنَٰهُنَّ أَبۡكَارًا # عُرُبًا أَتۡرَابا“Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) tanpa proses melahirkan. Dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan. Penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (QS. Al-Waaqi’ah: 35-37)Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bercerita,وَلَوْ أَنَّ امْرَأَةً مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ اطَّلَعَتْ إِلَى أَهْلِ الْأَرْضِ لَأَضَاءَتْ مَا بَيْنَهُمَا وَلَمَلَأَتْهُ رِيحًا وَلَنَصِيفُهَا عَلَى رَأْسِهَا خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا“Kalau seandainya wanita penduduk surga melongokkan kepalanya ke dunia, tentu cahayanya akan menerangi langit dan bumi, serta menyebarkan aroma wangi ke seluruh sudutnya. Dan sungguh penutup kepala yang dipakai (bidadari) itu lebih baik dari dunia dan seisinya.“ (HR. Bukhari no. 2796) Melihat wajah AllahMelihat wajah Sang Pencipta merupakan puncak dari segala bentuk kenikmatan, hal ini Allah khususkan bagi para penghuni surga, sebagai bentuk pemuliaan kepada mereka. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadis sahih yang diriwayatkan dari sahabat Shuhaib Ar-Rumi radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,  إِذَا دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ – قَالَ – يَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى تُرِيدُونَ شَيْئًا أَزِيدُكُمْ فَيَقُولُونَ أَلَمْ تُبَيِّضْ وُجُوهَنَا أَلَمْ تُدْخِلْنَا الْجَنَّةَ وَتُنَجِّنَا مِنَ النَّارِ – قَالَ – فَيَكْشِفُ الْحِجَابَ فَمَا أُعْطُوا شَيْئًا أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنَ النَّظَرِ إِلَى رَبِّهِمْ عَزَّ وَجَلَّ ثم تَلَا هَذِهِ الْآيَةَ { لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ } “Apabila penduduk surga telah masuk ke dalamnya, maka Allah Tabaraka wa Ta’ala berkata, ‘Apakah kalian menginginkan sesuatu yang Aku tambah lagi bagi kalian?’ Mereka menjawab, ‘Bukankah Engkau telah menjadikan wajah kami putih berkilau? Bukankah Engkau telah memasukkan kami ke dalam surga serta menyelamatkan kami dari neraka?’ Nabi meneruskan, ‘Pada saat itu, Allah membuka tabir yang menutupi-Nya. Dan tidak ada yang diberikan kepada mereka sesuatu yang paling mereka cintai melainkan diberinya kenikmatan bisa melihat Rabbnya.’ Kemudian beliau membaca firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahan (kenikmatan melihat Allah).” (QS. Yunus: 26). (HR. Muslim no. 181)Allah Ta’ala juga berfirman,وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ # إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Rabbnyalah mereka melihat.” (QS. Al-Qiyamah: 22-23)Baca juga: Empat Kunci Masuk SurgaGambaran nerakaSebaliknya, gambaran neraka tidak jauh dari segala azabnya yang sangat-sangat mengerikan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,عُرِضَتْ عَلَيَّ الْجَنَّةُ وَالنَّارُ فَلَمْ أَرَ كَالْيَوْمِ فِي الْخَيْرِ وَالشَّرِّ وَلَوْ تَعْلَمُوْنَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيْلاً وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيرًا قَالَ فَمَا أَتَى عَلَى أَصْحَابِ رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمٌ أَشَدُّ مِنْهُ قَالَ غَطَّوْا رُءُوْسَهُمْ وَلَهُمْ خَنِيْنٌ“Surga dan neraka ditampakkan kepadaku, maka aku tidak melihat tentang kebaikan dan keburukan seperti hari ini. Seandainya kamu mengetahui apa yang aku ketahui, kamu benar-benar akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” (HR Muslim no. 2359)Berikut adalah beberapa gambaran kengerian neraka: Penghuninya akan menjadi bahan bakar api nerakaAllah Ta’ala berfirman,يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6)Disebutkan dalam sebuah hadis, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan perbandingan untuk menjelaskan betapa panasnya api neraka. Beliau bersabda, نَارُكُمْ هَذِهِ الَّتِى يُوقِدُ ابْنُ آدَمَ جُزْءٌ مِنْ سَبْعِينَ جُزْءًا مِنْ حَرِّ جَهَنَّمَ “Api yang dipergunakan untuk memasak oleh anak cucu Adam, panasnya hanyalah bagian dari tujuh puluh cabang dari panasnya neraka Jahanam.“ (HR. Bukhari no. 3265 dan Muslim no. 2843) Makanan dan minuman penduduk neraka sangatlah menjijikkanDisebutkan beberapa makanan mereka, di antaranya adalah pohon dhari’, sebagaimana firman Allah Ta’ala, لَّيۡسَ لَهُمۡ طَعَامٌ إِلَّا مِن ضَرِيع“Mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri.” (QS. Al-Ghasyiyah: 6)Dhari’ adalah sejenis pohon yang memiliki duri besar, yang rasanya sangat pahit dan sangat panas lagi berbau busuk.Allah Ta’ala juga berfirman,إِنَّ شَجَرَتَ ٱلزَّقُّومِ * طَعَامُ الْاَثِيْمِ * كَالْمُهْلِ ۛ يَغْلِيْ فِى الْبُطُوْنِۙ * كَغَلْيِ الْحَمِيْمِ“Sesungguhnya pohon zaqqum itu (adalah) makanan orang yang banyak berdosa. (Ia) sebagai kotoran minyak yang mendidih di dalam perut. Seperti mendidihnya air yang amat panas.“ (QS. Ad-Dukhan: 43-46)Dan masih banyak lagi dalil dalil yang menjelaskan makanan menjijikkan lainnya bagi penghuni neraka.Allah Ta’ala berfirman menggambarkan minuman penduduk neraka,وَسُقُوا مَاءً حَمِيماً فَقَطَّعَ أَمْعَاءَهُمْ “…dan mereka diberi minum air yang mendidih sehingga memotong usus mereka.” (QS. Muhammad: 15)Nanah dan darah juga menjadi minuman mereka. Allah Ta’ala berfirman,وَلَا طَعَامٌ إِلَّا مِنۡ غِسۡلِين “Dan tiada (pula) makanan sedikitpun (baginya) kecuali dari darah dan nanah.” (QS. Al-Haqqah: 36)Adapula cairan tembaga yang mendidih yang menjadi minuman mereka. Allah Ta’ala berfirman,وَإِنْ يَسْتَغِيثُوا يُغَاثُوا بِمَاءٍ كَالْمُهْلِ يَشْوِي الْوُجُوهَ بِئْسَ الشَّرَابُ وَسَاءَتْ مُرْتَفَقاً “Dan jika mereka meminta pertolongan, mereka akan diberi pertolongan dengan air seperti cairan tembaga yang mendidih yang membakar wajah. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.” (QS. Al-Kahfi: 29) Azab yang pedih dan bertingkat-tingkatSebagaimana di surga, balasan di neraka akan sesuai dengan amalnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda tentang penghuni neraka, مِنْهُمْ مَنْ تَأْخُذُهُ النَّارُ إِلَى كَعْبَيْهِ وَمِنْهُمْ مَنْ تَأْخُذُهُ النَّارُ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَمِنْهُمْ مَنْ تَأْخُذُهُ النَّارُ إِلَى حُجْزَتِهِ وَمِنْهُمْ مَنْ تَأْخُذُهُ النَّارُ إِلَى تَرْقُوَتِهِ “Di antara para penghuni neraka, ada yang disiksa dengan tenggelam dalam api sampai mata kakinya, ada yang sampai ke lututnya, ada lagi yang sampai ke pusar, dan ada yang tenggelam sampai ke lehernya.“ (HR. Muslim no. 2845)Sedangkan azab neraka yang paling ringan adalah dengan diletakkan bara api pada telapak kaki penghuninya hingga mendidihlah otaknya, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,إنَّ أهْوَنَ أهْلِ النَّارِ عَذابًا يَومَ القِيامَةِ، لَرَجُلٌ تُوضَعُ في أَخْمَصِ قَدَمَيْهِ جَمْرَةٌ، يَغْلِي مِنْها دِماغُهُ“Sesungguhnya orang yang paling ringan azabnya di neraka pada hari kiamat adalah seseorang yang diletakkan bara api di telapak kakinya sehingga otaknya mendidih.” (HR. Bukhari no. 6561 dan Muslim no. 213)Waliyadzubillah.PenutupSetelah kita merenungi dahsyatnya azab neraka dan indahnya kenikmatan surga, sudah sepantasnya hati ini tergerak untuk bertobat, memperbanyak amal saleh, dan memperkuat iman. Surga bukanlah tempat bagi orang yang hanya berharap tanpa usaha, dan neraka bukanlah takdir yang tak dapat dihindari bagi mereka yang bersungguh-sungguh memperbaiki diri. Allah Ta’ala mengingatkan dalam firman-Nya,وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Āli ‘Imrān: 133)Jadikan surga sebagai cita-cita tertinggi dan jadikan takut kepada neraka sebagai pengingat agar langkah kita tidak menyimpang. Semoga Allah Ta’ala meneguhkan hati kita di atas ketaatan, melindungi kita dari godaan dunia yang menipu, dan mengumpulkan kita kelak di dalam surga-Nya. Āmīn Yā Rabbal ‘Ālamīn.Baca juga: Empat Permohonan Penduduk Neraka***Penulis: Muhammad Idris, Lc.Artikel Muslim.or.id
Daftar Isi ToggleGambaran surgaPenghuni surga akan memiliki paras yang tampan atau cantik jelita dan tidak pernah menuaSeluruhnya adalah keabadianSegala hal yang diinginkan hati tersedia, penghuninya bebas memilih sesuai selera dan kehendaknyaBidadari dan istri-istri yang suciMelihat wajah AllahGambaran nerakaPenghuninya akan menjadi bahan bakar api nerakaMakanan dan minuman penduduk neraka sangatlah menjijikkanAzab yang pedih dan bertingkat-tingkatPenutupSetiap insan yang beriman tentu meyakini bahwa kehidupan dunia ini bukanlah tujuan akhir. Dunia hanyalah tempat singgah sementara, tempat manusia diuji dengan ketaatan dan kesabaran sebelum menuju tempat kembali yang abadi: surga atau neraka. Dua tempat ini bukan sekadar kisah simbolik, melainkan realita yang pasti terjadi, sebagaimana diberitakan dalam Al-Qur’an dan hadis-hadis Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.Dengan memahami gambaran surga dan neraka sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an dan sunnah, seorang mukmin akan terdorong untuk berlomba dalam ketaatan dan menjauh dari maksiat. Ia tidak lagi tertipu oleh gemerlap dunia, karena ia menyadari bahwa di balik kehidupan fana ini, ada balasan kekal yang menanti setiap amal perbuatan dan gerak geriknya.Gambaran surgaTentu saja gambaran surga tidak akan terlepas dari segala kenikmatannya yang tiada tara sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam hadis qudsi,أَعْدَدْتُ لِعِبَادِي الصَّالِحِينَ مَا لَا عَيْنٌ رَأَتْ وَلَا أُذُنٌ سَمِعَتْ وَلَا خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ اقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ“Allah Ta’ala berfirman, ‘Aku siapkan bagi para hamba-Ku yang saleh (kenikmatan) yang tidak pernah mereka lihat, tidak pernah terdengar sebelumnya oleh telinga, dan tidak pernah terlintas dalam benak manusia.” (HR. Bukhari no. 4779 dan Muslim no. 2824)Berikut ini adalah beberapa gambaran singkat mengenai surga dan beragam kenikmatan di dalamnya yang telah dijelaskan oleh Allah Ta’ala dan Nabi-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam: Penghuni surga akan memiliki paras yang tampan atau cantik jelita dan tidak pernah menuaNabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,إِنَّ أَوَّلَ زُمْرَةٍ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ عَلَى صُورَةِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ عَلَى أَشَدِّ كَوْكَبٍ دُرِّيٍّ فِي السَّمَاءِ إِضَاءَةً لَا يَبُولُونَ وَلَا يَتَغَوَّطُونَ وَلَا يَتْفِلُونَ وَلَا يَمْتَخِطُونَ أَمْشَاطُهُمْ الذَّهَبُ وَرَشْحُهُمْ الْمِسْكُ وَمَجَامِرُهُمْ الْأَلُوَّةُ الْأَنْجُوجُ عُودُ الطِّيبِ وَأَزْوَاجُهُمْ الْحُورُ الْعِينُ عَلَى خَلْقِ رَجُلٍ وَاحِدٍ عَلَى صُورَةِ أَبِيهِمْ آدَمَ سِتُّونَ ذِرَاعًا فِي السَّمَاءِ “Sesungguhnya kelompok pertama yang akan masuk surga adalah orang-orang yang wajahnya bagaikan rembulan di malam purnama. Kemudian yang setelahnya, bagaikan bintang di atas langit yang sangat terang cahayanya, mereka tidak pernah buang hajat dan air kecil, tidak buang ingus dan ludah. Sisir yang mereka pakai terbuat dari emas, keringat yang keluar dari tubuhnya seperti misk, sanggulnya berupa kayu gaharu, istri-istri mereka adalah bidadari, mereka diciptakan di atas satu orang, dengan paras bapak mereka Adam, sepanjang enam puluh dira’ menjulang ke langit.“ (HR Bukhari no. 3245 dan Muslim no. 2834)Ketampanan atau kecantikan penghuni surga selalu diperbarui setiap hari dengan angin sepoi-sepoi yang berembus ke arah mereka. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,إنَّ في الجَنَّةِ لَسُوقًا، يَأْتُونَها كُلَّ جُمُعَةٍ، فَتَهُبُّ رِيحُ الشَّمالِ فَتَحْثُو في وُجُوهِهِمْ وثِيابِهِمْ، فَيَزْدادُونَ حُسْنًا وجَمالًا، فَيَرْجِعُونَ إلى أهْلِيهِمْ وقَدِ ازْدادُوا حُسْنًا وجَمالًا، فيَقولُ لهمْ أهْلُوهُمْ: واللَّهِ لَقَدِ ازْدَدْتُمْ بَعْدَنا حُسْنًا وجَمالًا، فيَقولونَ: وأَنْتُمْ، واللَّهِ لَقَدِ ازْدَدْتُمْ بَعْدَنا حُسْنًا وجَمالًا“Sesungguhnya di surga terdapat pasar yang mereka datangi setiap Jumat. Angin utara berembus ke wajah dan pakaian mereka sehingga mereka bertambah cantik dan tampan. Ketika mereka kembali kepada keluarga mereka, mereka telah bertambah cantik dan tampan. Keluarga mereka berkata, ‘Demi Allah, kalian telah bertambah cantik dan tampan sepeninggal kami.’ Mereka menjawab, ‘Demi Allah, kalian juga telah bertambah cantik dan tampan.'” (HR. Muslim no. 2833) Seluruhnya adalah keabadianPara penghuni surga akan kekal di dalamnya selama-lamanya dengan segala kenikmatannya yang abadi. Allah Ta’ala berfirman,أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ“Allah telah menyediakan bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah: 89) Segala hal yang diinginkan hati tersedia, penghuninya bebas memilih sesuai selera dan kehendaknyaAllah Ta’ala berfirman,وَفِيهَا مَا تَشْتَهِيهِ الْأَنْفُسُ وَتَلَذُّ الْأَعْيُنُ وَأَنْتُمْ فِيهَا خَالِدُونَ“Dan di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kamu kekal di dalamnya.” (QS. Az-Zukhruf: 71)Di antaranya ada beragam jenis buah-buahan dan daging burung. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,وَفَاكِهَةٍ مِمَّا يَتَخَيَّرُونَ , وَلَحْمِ طَيْرٍ مِمَّا يَشْتَهُونَ“Dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih, dan daging burung dari apa yang mereka inginkan.” (QS. Al-Waqi’ah: 20-21)Terdapat juga segala jenis minuman, di antaranya adalah sungai dan lautan dengan empat rasa: air susu, madu, khamr, dan air segar. Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an, مَّثَلُ ٱلْجَنَّةِ ٱلَّتِى وُعِدَ ٱلْمُتَّقُونَ ۖ فِيهَآ أَنْهَٰرٌ مِّن مَّآءٍ غَيْرِ ءَاسِنٍ وَأَنْهَٰرٌ مِّن لَّبَنٍ لَّمْ يَتَغَيَّرْ طَعْمُهُۥ وَأَنْهَٰرٌ مِّنْ خَمْرٍ لَّذَّةٍ لِّلشَّٰرِبِينَ وَأَنْهَٰرٌ مِّنْ عَسَلٍ مُّصَفًّى ۖ “Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa ialah (seperti taman); mengalir sungai-sungai di dalamnya; sungai-sungai dari air yang tidak berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari arak yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring.” (QS. Muhammad: 15)Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,إنَّ في الجنَّةِ بحرَ الماءِ ، وبحرَ الخمرِ ، وبحرَ العسَلِ ، وبحرَ اللَّبنِ ، ثمَّ تشقَّقُ بعدُ منهُ الأنهارُ“Sesungguhnya di surga ada lautan air, lautan khamr, lautan madu, dan lautan susu. Kemudian sungai-sungai akan mengalir darinya.” (HR. Tirmidzi no. 2571 dan Ahmad no. 20052) Bidadari dan istri-istri yang suciAllah Ta’ala telah berbicara mengenai hal ini dalam firman-Nya, وَحُورٌ عِين #  كَأَمۡثَٰلِ ٱللُّؤۡلُوِٕ ٱلۡمَكۡنُونِ“Dan ada bidadari-bidadari bermata jeli, laksana mutiara yang tersimpan apik.” (QS. Al-Waqi’ah: 22-23)Allah Ta’ala menjelaskan sifat bidadari yang lainnya, إِنَّآ أَنشَأۡنَٰهُنَّ إِنشَآءا # فَجَعَلۡنَٰهُنَّ أَبۡكَارًا # عُرُبًا أَتۡرَابا“Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) tanpa proses melahirkan. Dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan. Penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (QS. Al-Waaqi’ah: 35-37)Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bercerita,وَلَوْ أَنَّ امْرَأَةً مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ اطَّلَعَتْ إِلَى أَهْلِ الْأَرْضِ لَأَضَاءَتْ مَا بَيْنَهُمَا وَلَمَلَأَتْهُ رِيحًا وَلَنَصِيفُهَا عَلَى رَأْسِهَا خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا“Kalau seandainya wanita penduduk surga melongokkan kepalanya ke dunia, tentu cahayanya akan menerangi langit dan bumi, serta menyebarkan aroma wangi ke seluruh sudutnya. Dan sungguh penutup kepala yang dipakai (bidadari) itu lebih baik dari dunia dan seisinya.“ (HR. Bukhari no. 2796) Melihat wajah AllahMelihat wajah Sang Pencipta merupakan puncak dari segala bentuk kenikmatan, hal ini Allah khususkan bagi para penghuni surga, sebagai bentuk pemuliaan kepada mereka. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadis sahih yang diriwayatkan dari sahabat Shuhaib Ar-Rumi radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,  إِذَا دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ – قَالَ – يَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى تُرِيدُونَ شَيْئًا أَزِيدُكُمْ فَيَقُولُونَ أَلَمْ تُبَيِّضْ وُجُوهَنَا أَلَمْ تُدْخِلْنَا الْجَنَّةَ وَتُنَجِّنَا مِنَ النَّارِ – قَالَ – فَيَكْشِفُ الْحِجَابَ فَمَا أُعْطُوا شَيْئًا أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنَ النَّظَرِ إِلَى رَبِّهِمْ عَزَّ وَجَلَّ ثم تَلَا هَذِهِ الْآيَةَ { لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ } “Apabila penduduk surga telah masuk ke dalamnya, maka Allah Tabaraka wa Ta’ala berkata, ‘Apakah kalian menginginkan sesuatu yang Aku tambah lagi bagi kalian?’ Mereka menjawab, ‘Bukankah Engkau telah menjadikan wajah kami putih berkilau? Bukankah Engkau telah memasukkan kami ke dalam surga serta menyelamatkan kami dari neraka?’ Nabi meneruskan, ‘Pada saat itu, Allah membuka tabir yang menutupi-Nya. Dan tidak ada yang diberikan kepada mereka sesuatu yang paling mereka cintai melainkan diberinya kenikmatan bisa melihat Rabbnya.’ Kemudian beliau membaca firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahan (kenikmatan melihat Allah).” (QS. Yunus: 26). (HR. Muslim no. 181)Allah Ta’ala juga berfirman,وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ # إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Rabbnyalah mereka melihat.” (QS. Al-Qiyamah: 22-23)Baca juga: Empat Kunci Masuk SurgaGambaran nerakaSebaliknya, gambaran neraka tidak jauh dari segala azabnya yang sangat-sangat mengerikan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,عُرِضَتْ عَلَيَّ الْجَنَّةُ وَالنَّارُ فَلَمْ أَرَ كَالْيَوْمِ فِي الْخَيْرِ وَالشَّرِّ وَلَوْ تَعْلَمُوْنَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيْلاً وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيرًا قَالَ فَمَا أَتَى عَلَى أَصْحَابِ رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمٌ أَشَدُّ مِنْهُ قَالَ غَطَّوْا رُءُوْسَهُمْ وَلَهُمْ خَنِيْنٌ“Surga dan neraka ditampakkan kepadaku, maka aku tidak melihat tentang kebaikan dan keburukan seperti hari ini. Seandainya kamu mengetahui apa yang aku ketahui, kamu benar-benar akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” (HR Muslim no. 2359)Berikut adalah beberapa gambaran kengerian neraka: Penghuninya akan menjadi bahan bakar api nerakaAllah Ta’ala berfirman,يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6)Disebutkan dalam sebuah hadis, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan perbandingan untuk menjelaskan betapa panasnya api neraka. Beliau bersabda, نَارُكُمْ هَذِهِ الَّتِى يُوقِدُ ابْنُ آدَمَ جُزْءٌ مِنْ سَبْعِينَ جُزْءًا مِنْ حَرِّ جَهَنَّمَ “Api yang dipergunakan untuk memasak oleh anak cucu Adam, panasnya hanyalah bagian dari tujuh puluh cabang dari panasnya neraka Jahanam.“ (HR. Bukhari no. 3265 dan Muslim no. 2843) Makanan dan minuman penduduk neraka sangatlah menjijikkanDisebutkan beberapa makanan mereka, di antaranya adalah pohon dhari’, sebagaimana firman Allah Ta’ala, لَّيۡسَ لَهُمۡ طَعَامٌ إِلَّا مِن ضَرِيع“Mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri.” (QS. Al-Ghasyiyah: 6)Dhari’ adalah sejenis pohon yang memiliki duri besar, yang rasanya sangat pahit dan sangat panas lagi berbau busuk.Allah Ta’ala juga berfirman,إِنَّ شَجَرَتَ ٱلزَّقُّومِ * طَعَامُ الْاَثِيْمِ * كَالْمُهْلِ ۛ يَغْلِيْ فِى الْبُطُوْنِۙ * كَغَلْيِ الْحَمِيْمِ“Sesungguhnya pohon zaqqum itu (adalah) makanan orang yang banyak berdosa. (Ia) sebagai kotoran minyak yang mendidih di dalam perut. Seperti mendidihnya air yang amat panas.“ (QS. Ad-Dukhan: 43-46)Dan masih banyak lagi dalil dalil yang menjelaskan makanan menjijikkan lainnya bagi penghuni neraka.Allah Ta’ala berfirman menggambarkan minuman penduduk neraka,وَسُقُوا مَاءً حَمِيماً فَقَطَّعَ أَمْعَاءَهُمْ “…dan mereka diberi minum air yang mendidih sehingga memotong usus mereka.” (QS. Muhammad: 15)Nanah dan darah juga menjadi minuman mereka. Allah Ta’ala berfirman,وَلَا طَعَامٌ إِلَّا مِنۡ غِسۡلِين “Dan tiada (pula) makanan sedikitpun (baginya) kecuali dari darah dan nanah.” (QS. Al-Haqqah: 36)Adapula cairan tembaga yang mendidih yang menjadi minuman mereka. Allah Ta’ala berfirman,وَإِنْ يَسْتَغِيثُوا يُغَاثُوا بِمَاءٍ كَالْمُهْلِ يَشْوِي الْوُجُوهَ بِئْسَ الشَّرَابُ وَسَاءَتْ مُرْتَفَقاً “Dan jika mereka meminta pertolongan, mereka akan diberi pertolongan dengan air seperti cairan tembaga yang mendidih yang membakar wajah. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.” (QS. Al-Kahfi: 29) Azab yang pedih dan bertingkat-tingkatSebagaimana di surga, balasan di neraka akan sesuai dengan amalnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda tentang penghuni neraka, مِنْهُمْ مَنْ تَأْخُذُهُ النَّارُ إِلَى كَعْبَيْهِ وَمِنْهُمْ مَنْ تَأْخُذُهُ النَّارُ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَمِنْهُمْ مَنْ تَأْخُذُهُ النَّارُ إِلَى حُجْزَتِهِ وَمِنْهُمْ مَنْ تَأْخُذُهُ النَّارُ إِلَى تَرْقُوَتِهِ “Di antara para penghuni neraka, ada yang disiksa dengan tenggelam dalam api sampai mata kakinya, ada yang sampai ke lututnya, ada lagi yang sampai ke pusar, dan ada yang tenggelam sampai ke lehernya.“ (HR. Muslim no. 2845)Sedangkan azab neraka yang paling ringan adalah dengan diletakkan bara api pada telapak kaki penghuninya hingga mendidihlah otaknya, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,إنَّ أهْوَنَ أهْلِ النَّارِ عَذابًا يَومَ القِيامَةِ، لَرَجُلٌ تُوضَعُ في أَخْمَصِ قَدَمَيْهِ جَمْرَةٌ، يَغْلِي مِنْها دِماغُهُ“Sesungguhnya orang yang paling ringan azabnya di neraka pada hari kiamat adalah seseorang yang diletakkan bara api di telapak kakinya sehingga otaknya mendidih.” (HR. Bukhari no. 6561 dan Muslim no. 213)Waliyadzubillah.PenutupSetelah kita merenungi dahsyatnya azab neraka dan indahnya kenikmatan surga, sudah sepantasnya hati ini tergerak untuk bertobat, memperbanyak amal saleh, dan memperkuat iman. Surga bukanlah tempat bagi orang yang hanya berharap tanpa usaha, dan neraka bukanlah takdir yang tak dapat dihindari bagi mereka yang bersungguh-sungguh memperbaiki diri. Allah Ta’ala mengingatkan dalam firman-Nya,وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Āli ‘Imrān: 133)Jadikan surga sebagai cita-cita tertinggi dan jadikan takut kepada neraka sebagai pengingat agar langkah kita tidak menyimpang. Semoga Allah Ta’ala meneguhkan hati kita di atas ketaatan, melindungi kita dari godaan dunia yang menipu, dan mengumpulkan kita kelak di dalam surga-Nya. Āmīn Yā Rabbal ‘Ālamīn.Baca juga: Empat Permohonan Penduduk Neraka***Penulis: Muhammad Idris, Lc.Artikel Muslim.or.id


Daftar Isi ToggleGambaran surgaPenghuni surga akan memiliki paras yang tampan atau cantik jelita dan tidak pernah menuaSeluruhnya adalah keabadianSegala hal yang diinginkan hati tersedia, penghuninya bebas memilih sesuai selera dan kehendaknyaBidadari dan istri-istri yang suciMelihat wajah AllahGambaran nerakaPenghuninya akan menjadi bahan bakar api nerakaMakanan dan minuman penduduk neraka sangatlah menjijikkanAzab yang pedih dan bertingkat-tingkatPenutupSetiap insan yang beriman tentu meyakini bahwa kehidupan dunia ini bukanlah tujuan akhir. Dunia hanyalah tempat singgah sementara, tempat manusia diuji dengan ketaatan dan kesabaran sebelum menuju tempat kembali yang abadi: surga atau neraka. Dua tempat ini bukan sekadar kisah simbolik, melainkan realita yang pasti terjadi, sebagaimana diberitakan dalam Al-Qur’an dan hadis-hadis Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.Dengan memahami gambaran surga dan neraka sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an dan sunnah, seorang mukmin akan terdorong untuk berlomba dalam ketaatan dan menjauh dari maksiat. Ia tidak lagi tertipu oleh gemerlap dunia, karena ia menyadari bahwa di balik kehidupan fana ini, ada balasan kekal yang menanti setiap amal perbuatan dan gerak geriknya.Gambaran surgaTentu saja gambaran surga tidak akan terlepas dari segala kenikmatannya yang tiada tara sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam hadis qudsi,أَعْدَدْتُ لِعِبَادِي الصَّالِحِينَ مَا لَا عَيْنٌ رَأَتْ وَلَا أُذُنٌ سَمِعَتْ وَلَا خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ اقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ“Allah Ta’ala berfirman, ‘Aku siapkan bagi para hamba-Ku yang saleh (kenikmatan) yang tidak pernah mereka lihat, tidak pernah terdengar sebelumnya oleh telinga, dan tidak pernah terlintas dalam benak manusia.” (HR. Bukhari no. 4779 dan Muslim no. 2824)Berikut ini adalah beberapa gambaran singkat mengenai surga dan beragam kenikmatan di dalamnya yang telah dijelaskan oleh Allah Ta’ala dan Nabi-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam: Penghuni surga akan memiliki paras yang tampan atau cantik jelita dan tidak pernah menuaNabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,إِنَّ أَوَّلَ زُمْرَةٍ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ عَلَى صُورَةِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ عَلَى أَشَدِّ كَوْكَبٍ دُرِّيٍّ فِي السَّمَاءِ إِضَاءَةً لَا يَبُولُونَ وَلَا يَتَغَوَّطُونَ وَلَا يَتْفِلُونَ وَلَا يَمْتَخِطُونَ أَمْشَاطُهُمْ الذَّهَبُ وَرَشْحُهُمْ الْمِسْكُ وَمَجَامِرُهُمْ الْأَلُوَّةُ الْأَنْجُوجُ عُودُ الطِّيبِ وَأَزْوَاجُهُمْ الْحُورُ الْعِينُ عَلَى خَلْقِ رَجُلٍ وَاحِدٍ عَلَى صُورَةِ أَبِيهِمْ آدَمَ سِتُّونَ ذِرَاعًا فِي السَّمَاءِ “Sesungguhnya kelompok pertama yang akan masuk surga adalah orang-orang yang wajahnya bagaikan rembulan di malam purnama. Kemudian yang setelahnya, bagaikan bintang di atas langit yang sangat terang cahayanya, mereka tidak pernah buang hajat dan air kecil, tidak buang ingus dan ludah. Sisir yang mereka pakai terbuat dari emas, keringat yang keluar dari tubuhnya seperti misk, sanggulnya berupa kayu gaharu, istri-istri mereka adalah bidadari, mereka diciptakan di atas satu orang, dengan paras bapak mereka Adam, sepanjang enam puluh dira’ menjulang ke langit.“ (HR Bukhari no. 3245 dan Muslim no. 2834)Ketampanan atau kecantikan penghuni surga selalu diperbarui setiap hari dengan angin sepoi-sepoi yang berembus ke arah mereka. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,إنَّ في الجَنَّةِ لَسُوقًا، يَأْتُونَها كُلَّ جُمُعَةٍ، فَتَهُبُّ رِيحُ الشَّمالِ فَتَحْثُو في وُجُوهِهِمْ وثِيابِهِمْ، فَيَزْدادُونَ حُسْنًا وجَمالًا، فَيَرْجِعُونَ إلى أهْلِيهِمْ وقَدِ ازْدادُوا حُسْنًا وجَمالًا، فيَقولُ لهمْ أهْلُوهُمْ: واللَّهِ لَقَدِ ازْدَدْتُمْ بَعْدَنا حُسْنًا وجَمالًا، فيَقولونَ: وأَنْتُمْ، واللَّهِ لَقَدِ ازْدَدْتُمْ بَعْدَنا حُسْنًا وجَمالًا“Sesungguhnya di surga terdapat pasar yang mereka datangi setiap Jumat. Angin utara berembus ke wajah dan pakaian mereka sehingga mereka bertambah cantik dan tampan. Ketika mereka kembali kepada keluarga mereka, mereka telah bertambah cantik dan tampan. Keluarga mereka berkata, ‘Demi Allah, kalian telah bertambah cantik dan tampan sepeninggal kami.’ Mereka menjawab, ‘Demi Allah, kalian juga telah bertambah cantik dan tampan.'” (HR. Muslim no. 2833) Seluruhnya adalah keabadianPara penghuni surga akan kekal di dalamnya selama-lamanya dengan segala kenikmatannya yang abadi. Allah Ta’ala berfirman,أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ“Allah telah menyediakan bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah: 89) Segala hal yang diinginkan hati tersedia, penghuninya bebas memilih sesuai selera dan kehendaknyaAllah Ta’ala berfirman,وَفِيهَا مَا تَشْتَهِيهِ الْأَنْفُسُ وَتَلَذُّ الْأَعْيُنُ وَأَنْتُمْ فِيهَا خَالِدُونَ“Dan di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kamu kekal di dalamnya.” (QS. Az-Zukhruf: 71)Di antaranya ada beragam jenis buah-buahan dan daging burung. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,وَفَاكِهَةٍ مِمَّا يَتَخَيَّرُونَ , وَلَحْمِ طَيْرٍ مِمَّا يَشْتَهُونَ“Dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih, dan daging burung dari apa yang mereka inginkan.” (QS. Al-Waqi’ah: 20-21)Terdapat juga segala jenis minuman, di antaranya adalah sungai dan lautan dengan empat rasa: air susu, madu, khamr, dan air segar. Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an, مَّثَلُ ٱلْجَنَّةِ ٱلَّتِى وُعِدَ ٱلْمُتَّقُونَ ۖ فِيهَآ أَنْهَٰرٌ مِّن مَّآءٍ غَيْرِ ءَاسِنٍ وَأَنْهَٰرٌ مِّن لَّبَنٍ لَّمْ يَتَغَيَّرْ طَعْمُهُۥ وَأَنْهَٰرٌ مِّنْ خَمْرٍ لَّذَّةٍ لِّلشَّٰرِبِينَ وَأَنْهَٰرٌ مِّنْ عَسَلٍ مُّصَفًّى ۖ “Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa ialah (seperti taman); mengalir sungai-sungai di dalamnya; sungai-sungai dari air yang tidak berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari arak yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring.” (QS. Muhammad: 15)Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,إنَّ في الجنَّةِ بحرَ الماءِ ، وبحرَ الخمرِ ، وبحرَ العسَلِ ، وبحرَ اللَّبنِ ، ثمَّ تشقَّقُ بعدُ منهُ الأنهارُ“Sesungguhnya di surga ada lautan air, lautan khamr, lautan madu, dan lautan susu. Kemudian sungai-sungai akan mengalir darinya.” (HR. Tirmidzi no. 2571 dan Ahmad no. 20052) Bidadari dan istri-istri yang suciAllah Ta’ala telah berbicara mengenai hal ini dalam firman-Nya, وَحُورٌ عِين #  كَأَمۡثَٰلِ ٱللُّؤۡلُوِٕ ٱلۡمَكۡنُونِ“Dan ada bidadari-bidadari bermata jeli, laksana mutiara yang tersimpan apik.” (QS. Al-Waqi’ah: 22-23)Allah Ta’ala menjelaskan sifat bidadari yang lainnya, إِنَّآ أَنشَأۡنَٰهُنَّ إِنشَآءا # فَجَعَلۡنَٰهُنَّ أَبۡكَارًا # عُرُبًا أَتۡرَابا“Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) tanpa proses melahirkan. Dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan. Penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (QS. Al-Waaqi’ah: 35-37)Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bercerita,وَلَوْ أَنَّ امْرَأَةً مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ اطَّلَعَتْ إِلَى أَهْلِ الْأَرْضِ لَأَضَاءَتْ مَا بَيْنَهُمَا وَلَمَلَأَتْهُ رِيحًا وَلَنَصِيفُهَا عَلَى رَأْسِهَا خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا“Kalau seandainya wanita penduduk surga melongokkan kepalanya ke dunia, tentu cahayanya akan menerangi langit dan bumi, serta menyebarkan aroma wangi ke seluruh sudutnya. Dan sungguh penutup kepala yang dipakai (bidadari) itu lebih baik dari dunia dan seisinya.“ (HR. Bukhari no. 2796) Melihat wajah AllahMelihat wajah Sang Pencipta merupakan puncak dari segala bentuk kenikmatan, hal ini Allah khususkan bagi para penghuni surga, sebagai bentuk pemuliaan kepada mereka. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadis sahih yang diriwayatkan dari sahabat Shuhaib Ar-Rumi radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,  إِذَا دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ – قَالَ – يَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى تُرِيدُونَ شَيْئًا أَزِيدُكُمْ فَيَقُولُونَ أَلَمْ تُبَيِّضْ وُجُوهَنَا أَلَمْ تُدْخِلْنَا الْجَنَّةَ وَتُنَجِّنَا مِنَ النَّارِ – قَالَ – فَيَكْشِفُ الْحِجَابَ فَمَا أُعْطُوا شَيْئًا أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنَ النَّظَرِ إِلَى رَبِّهِمْ عَزَّ وَجَلَّ ثم تَلَا هَذِهِ الْآيَةَ { لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ } “Apabila penduduk surga telah masuk ke dalamnya, maka Allah Tabaraka wa Ta’ala berkata, ‘Apakah kalian menginginkan sesuatu yang Aku tambah lagi bagi kalian?’ Mereka menjawab, ‘Bukankah Engkau telah menjadikan wajah kami putih berkilau? Bukankah Engkau telah memasukkan kami ke dalam surga serta menyelamatkan kami dari neraka?’ Nabi meneruskan, ‘Pada saat itu, Allah membuka tabir yang menutupi-Nya. Dan tidak ada yang diberikan kepada mereka sesuatu yang paling mereka cintai melainkan diberinya kenikmatan bisa melihat Rabbnya.’ Kemudian beliau membaca firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahan (kenikmatan melihat Allah).” (QS. Yunus: 26). (HR. Muslim no. 181)Allah Ta’ala juga berfirman,وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ # إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Rabbnyalah mereka melihat.” (QS. Al-Qiyamah: 22-23)Baca juga: Empat Kunci Masuk SurgaGambaran nerakaSebaliknya, gambaran neraka tidak jauh dari segala azabnya yang sangat-sangat mengerikan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,عُرِضَتْ عَلَيَّ الْجَنَّةُ وَالنَّارُ فَلَمْ أَرَ كَالْيَوْمِ فِي الْخَيْرِ وَالشَّرِّ وَلَوْ تَعْلَمُوْنَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيْلاً وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيرًا قَالَ فَمَا أَتَى عَلَى أَصْحَابِ رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمٌ أَشَدُّ مِنْهُ قَالَ غَطَّوْا رُءُوْسَهُمْ وَلَهُمْ خَنِيْنٌ“Surga dan neraka ditampakkan kepadaku, maka aku tidak melihat tentang kebaikan dan keburukan seperti hari ini. Seandainya kamu mengetahui apa yang aku ketahui, kamu benar-benar akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” (HR Muslim no. 2359)Berikut adalah beberapa gambaran kengerian neraka: Penghuninya akan menjadi bahan bakar api nerakaAllah Ta’ala berfirman,يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6)Disebutkan dalam sebuah hadis, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan perbandingan untuk menjelaskan betapa panasnya api neraka. Beliau bersabda, نَارُكُمْ هَذِهِ الَّتِى يُوقِدُ ابْنُ آدَمَ جُزْءٌ مِنْ سَبْعِينَ جُزْءًا مِنْ حَرِّ جَهَنَّمَ “Api yang dipergunakan untuk memasak oleh anak cucu Adam, panasnya hanyalah bagian dari tujuh puluh cabang dari panasnya neraka Jahanam.“ (HR. Bukhari no. 3265 dan Muslim no. 2843) Makanan dan minuman penduduk neraka sangatlah menjijikkanDisebutkan beberapa makanan mereka, di antaranya adalah pohon dhari’, sebagaimana firman Allah Ta’ala, لَّيۡسَ لَهُمۡ طَعَامٌ إِلَّا مِن ضَرِيع“Mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri.” (QS. Al-Ghasyiyah: 6)Dhari’ adalah sejenis pohon yang memiliki duri besar, yang rasanya sangat pahit dan sangat panas lagi berbau busuk.Allah Ta’ala juga berfirman,إِنَّ شَجَرَتَ ٱلزَّقُّومِ * طَعَامُ الْاَثِيْمِ * كَالْمُهْلِ ۛ يَغْلِيْ فِى الْبُطُوْنِۙ * كَغَلْيِ الْحَمِيْمِ“Sesungguhnya pohon zaqqum itu (adalah) makanan orang yang banyak berdosa. (Ia) sebagai kotoran minyak yang mendidih di dalam perut. Seperti mendidihnya air yang amat panas.“ (QS. Ad-Dukhan: 43-46)Dan masih banyak lagi dalil dalil yang menjelaskan makanan menjijikkan lainnya bagi penghuni neraka.Allah Ta’ala berfirman menggambarkan minuman penduduk neraka,وَسُقُوا مَاءً حَمِيماً فَقَطَّعَ أَمْعَاءَهُمْ “…dan mereka diberi minum air yang mendidih sehingga memotong usus mereka.” (QS. Muhammad: 15)Nanah dan darah juga menjadi minuman mereka. Allah Ta’ala berfirman,وَلَا طَعَامٌ إِلَّا مِنۡ غِسۡلِين “Dan tiada (pula) makanan sedikitpun (baginya) kecuali dari darah dan nanah.” (QS. Al-Haqqah: 36)Adapula cairan tembaga yang mendidih yang menjadi minuman mereka. Allah Ta’ala berfirman,وَإِنْ يَسْتَغِيثُوا يُغَاثُوا بِمَاءٍ كَالْمُهْلِ يَشْوِي الْوُجُوهَ بِئْسَ الشَّرَابُ وَسَاءَتْ مُرْتَفَقاً “Dan jika mereka meminta pertolongan, mereka akan diberi pertolongan dengan air seperti cairan tembaga yang mendidih yang membakar wajah. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.” (QS. Al-Kahfi: 29) Azab yang pedih dan bertingkat-tingkatSebagaimana di surga, balasan di neraka akan sesuai dengan amalnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda tentang penghuni neraka, مِنْهُمْ مَنْ تَأْخُذُهُ النَّارُ إِلَى كَعْبَيْهِ وَمِنْهُمْ مَنْ تَأْخُذُهُ النَّارُ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَمِنْهُمْ مَنْ تَأْخُذُهُ النَّارُ إِلَى حُجْزَتِهِ وَمِنْهُمْ مَنْ تَأْخُذُهُ النَّارُ إِلَى تَرْقُوَتِهِ “Di antara para penghuni neraka, ada yang disiksa dengan tenggelam dalam api sampai mata kakinya, ada yang sampai ke lututnya, ada lagi yang sampai ke pusar, dan ada yang tenggelam sampai ke lehernya.“ (HR. Muslim no. 2845)Sedangkan azab neraka yang paling ringan adalah dengan diletakkan bara api pada telapak kaki penghuninya hingga mendidihlah otaknya, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,إنَّ أهْوَنَ أهْلِ النَّارِ عَذابًا يَومَ القِيامَةِ، لَرَجُلٌ تُوضَعُ في أَخْمَصِ قَدَمَيْهِ جَمْرَةٌ، يَغْلِي مِنْها دِماغُهُ“Sesungguhnya orang yang paling ringan azabnya di neraka pada hari kiamat adalah seseorang yang diletakkan bara api di telapak kakinya sehingga otaknya mendidih.” (HR. Bukhari no. 6561 dan Muslim no. 213)Waliyadzubillah.PenutupSetelah kita merenungi dahsyatnya azab neraka dan indahnya kenikmatan surga, sudah sepantasnya hati ini tergerak untuk bertobat, memperbanyak amal saleh, dan memperkuat iman. Surga bukanlah tempat bagi orang yang hanya berharap tanpa usaha, dan neraka bukanlah takdir yang tak dapat dihindari bagi mereka yang bersungguh-sungguh memperbaiki diri. Allah Ta’ala mengingatkan dalam firman-Nya,وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Āli ‘Imrān: 133)Jadikan surga sebagai cita-cita tertinggi dan jadikan takut kepada neraka sebagai pengingat agar langkah kita tidak menyimpang. Semoga Allah Ta’ala meneguhkan hati kita di atas ketaatan, melindungi kita dari godaan dunia yang menipu, dan mengumpulkan kita kelak di dalam surga-Nya. Āmīn Yā Rabbal ‘Ālamīn.Baca juga: Empat Permohonan Penduduk Neraka***Penulis: Muhammad Idris, Lc.Artikel Muslim.or.id

Siapa Saja Kerabat yang Wajib Disambung Silaturahimnya?

Silaturahim termasuk amal besar yang sangat ditekankan dalam Islam. Namun, banyak di antara kita yang belum memahami siapa saja kerabat yang termasuk dalam lingkaran silaturahim yang wajib disambung. Islam mengajarkan bahwa kewajiban ini tidak terbatas pada kerabat dekat atau ahli waris saja, tetapi mencakup setiap keluarga dari pihak ayah maupun ibu. Tulisan ini menjelaskan siapa saja yang termasuk dalam lingkaran tersebut, serta tingkatan terbaik dalam menjaga hubungan silaturahim. Kerabat yang wajib disambung (silaturahim) ternyata lebih luas dari sekadar lingkaran ahli waris, lebih luas dari lingkaran mahram, bahkan lebih luas dari lingkaran ‘ashabah (garis keturunan laki-laki). Mereka mencakup seluruh kerabat seorang muslim, baik dari pihak ayah maupun pihak ibu.   Daftar Isi tutup 1. 1. Menyambung dan berbuat baik kepada kerabat yang memusuhi dan menyakiti. 2. 2. Menyambung dan berbuat baik kepada kerabat yang memutus hubungan. 3. 3. Menyambung kerabat yang memang sudah menjaga hubungan. 4. 4. Menahan diri dari menyakiti semua kerabat. Adapun tingkatan tertinggi dalam menyambung silaturahim adalah sebagai berikut: 1. Menyambung dan berbuat baik kepada kerabat yang memusuhi dan menyakiti. Inilah tingkat yang paling mulia, sebagaimana sabda Nabi ﷺ: «أَفْضَلُ الصَّدَقَةِ عَلَى ذِي الرَّحِمِ الْكَاشِحِ» “Sedekah yang paling utama adalah kepada kerabat yang memendam kebencian.” (HR. Ahmad, dinilai sahih oleh Al-Albani).   2. Menyambung dan berbuat baik kepada kerabat yang memutus hubungan. Bisa jadi mereka tidak berbuat jahat, hanya saja tidak mau memulai silaturahim. Dalam hal ini, Rasulullah ﷺ bersabda: «لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ، وَلَكِنِ الْوَاصِلُ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا» “Bukanlah orang yang menyambung silaturahim itu yang sekadar membalas (kebaikan). Namun yang benar-benar menyambung adalah orang yang tetap menyambung meski diputuskan.” (HR. Bukhari).   3. Menyambung kerabat yang memang sudah menjaga hubungan. Dalam hal ini, engkau membalas kebaikan dengan kebaikan, meski keutamaan tetap berada pada pihak yang lebih dahulu memulai.   4. Menahan diri dari menyakiti semua kerabat. Inilah tingkatan yang paling rendah, namun tetap bagian dari silaturahim.   Bahasan dari Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid: ‏الأقارب الذين تجب صلتهم دائرتهم أوسع من دائرة الورثة، وأوسع من دائرة المحارم، وأوسع من دائرة العصبة، فهم أقارب المسلم من جهة أبيه وأمه، وأعلى درجات الصلة: ‏١. الصلة والإحسان للقريب المعادي والمسيء، كما جاء في حديث «أفضل الصدقة على ذي الرحم الكاشح» [رواه أحمد، وصححه الألباني]. ‏٢. الصلة والإحسان للقريب القاطع، فقد لا يكون مسيئًا ولكن لا يبادر بالصلة، وفي حديث: «لَيْسَ الوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ، وَلَكِنِ الوَاصِلُ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا» [رواه البخاري]. ‏٣. الصلة للقريب المواصل، ومقابلة الإحسان بالإحسان، فيكون فضل المبادرة له ثم المكافأة منك. ‏٤. كف الأذى عن جميع الأقارب، وهي أدنى المراتب.   Baca juga: Berbuat Baik dan Silaturahim (Hadits Bulughul Maram)   —   Kamis, 1 Jumadilawal 1447 H, 23 Oktober 2025 @ Gunungkidul Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Rumaysho.Com Tagsadab bersilaturahmi bahaya memutus silaturahim keutamaan silaturahim pentingnya silaturahim dalam islam silaturahim silaturahmi

Siapa Saja Kerabat yang Wajib Disambung Silaturahimnya?

Silaturahim termasuk amal besar yang sangat ditekankan dalam Islam. Namun, banyak di antara kita yang belum memahami siapa saja kerabat yang termasuk dalam lingkaran silaturahim yang wajib disambung. Islam mengajarkan bahwa kewajiban ini tidak terbatas pada kerabat dekat atau ahli waris saja, tetapi mencakup setiap keluarga dari pihak ayah maupun ibu. Tulisan ini menjelaskan siapa saja yang termasuk dalam lingkaran tersebut, serta tingkatan terbaik dalam menjaga hubungan silaturahim. Kerabat yang wajib disambung (silaturahim) ternyata lebih luas dari sekadar lingkaran ahli waris, lebih luas dari lingkaran mahram, bahkan lebih luas dari lingkaran ‘ashabah (garis keturunan laki-laki). Mereka mencakup seluruh kerabat seorang muslim, baik dari pihak ayah maupun pihak ibu.   Daftar Isi tutup 1. 1. Menyambung dan berbuat baik kepada kerabat yang memusuhi dan menyakiti. 2. 2. Menyambung dan berbuat baik kepada kerabat yang memutus hubungan. 3. 3. Menyambung kerabat yang memang sudah menjaga hubungan. 4. 4. Menahan diri dari menyakiti semua kerabat. Adapun tingkatan tertinggi dalam menyambung silaturahim adalah sebagai berikut: 1. Menyambung dan berbuat baik kepada kerabat yang memusuhi dan menyakiti. Inilah tingkat yang paling mulia, sebagaimana sabda Nabi ﷺ: «أَفْضَلُ الصَّدَقَةِ عَلَى ذِي الرَّحِمِ الْكَاشِحِ» “Sedekah yang paling utama adalah kepada kerabat yang memendam kebencian.” (HR. Ahmad, dinilai sahih oleh Al-Albani).   2. Menyambung dan berbuat baik kepada kerabat yang memutus hubungan. Bisa jadi mereka tidak berbuat jahat, hanya saja tidak mau memulai silaturahim. Dalam hal ini, Rasulullah ﷺ bersabda: «لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ، وَلَكِنِ الْوَاصِلُ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا» “Bukanlah orang yang menyambung silaturahim itu yang sekadar membalas (kebaikan). Namun yang benar-benar menyambung adalah orang yang tetap menyambung meski diputuskan.” (HR. Bukhari).   3. Menyambung kerabat yang memang sudah menjaga hubungan. Dalam hal ini, engkau membalas kebaikan dengan kebaikan, meski keutamaan tetap berada pada pihak yang lebih dahulu memulai.   4. Menahan diri dari menyakiti semua kerabat. Inilah tingkatan yang paling rendah, namun tetap bagian dari silaturahim.   Bahasan dari Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid: ‏الأقارب الذين تجب صلتهم دائرتهم أوسع من دائرة الورثة، وأوسع من دائرة المحارم، وأوسع من دائرة العصبة، فهم أقارب المسلم من جهة أبيه وأمه، وأعلى درجات الصلة: ‏١. الصلة والإحسان للقريب المعادي والمسيء، كما جاء في حديث «أفضل الصدقة على ذي الرحم الكاشح» [رواه أحمد، وصححه الألباني]. ‏٢. الصلة والإحسان للقريب القاطع، فقد لا يكون مسيئًا ولكن لا يبادر بالصلة، وفي حديث: «لَيْسَ الوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ، وَلَكِنِ الوَاصِلُ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا» [رواه البخاري]. ‏٣. الصلة للقريب المواصل، ومقابلة الإحسان بالإحسان، فيكون فضل المبادرة له ثم المكافأة منك. ‏٤. كف الأذى عن جميع الأقارب، وهي أدنى المراتب.   Baca juga: Berbuat Baik dan Silaturahim (Hadits Bulughul Maram)   —   Kamis, 1 Jumadilawal 1447 H, 23 Oktober 2025 @ Gunungkidul Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Rumaysho.Com Tagsadab bersilaturahmi bahaya memutus silaturahim keutamaan silaturahim pentingnya silaturahim dalam islam silaturahim silaturahmi
Silaturahim termasuk amal besar yang sangat ditekankan dalam Islam. Namun, banyak di antara kita yang belum memahami siapa saja kerabat yang termasuk dalam lingkaran silaturahim yang wajib disambung. Islam mengajarkan bahwa kewajiban ini tidak terbatas pada kerabat dekat atau ahli waris saja, tetapi mencakup setiap keluarga dari pihak ayah maupun ibu. Tulisan ini menjelaskan siapa saja yang termasuk dalam lingkaran tersebut, serta tingkatan terbaik dalam menjaga hubungan silaturahim. Kerabat yang wajib disambung (silaturahim) ternyata lebih luas dari sekadar lingkaran ahli waris, lebih luas dari lingkaran mahram, bahkan lebih luas dari lingkaran ‘ashabah (garis keturunan laki-laki). Mereka mencakup seluruh kerabat seorang muslim, baik dari pihak ayah maupun pihak ibu.   Daftar Isi tutup 1. 1. Menyambung dan berbuat baik kepada kerabat yang memusuhi dan menyakiti. 2. 2. Menyambung dan berbuat baik kepada kerabat yang memutus hubungan. 3. 3. Menyambung kerabat yang memang sudah menjaga hubungan. 4. 4. Menahan diri dari menyakiti semua kerabat. Adapun tingkatan tertinggi dalam menyambung silaturahim adalah sebagai berikut: 1. Menyambung dan berbuat baik kepada kerabat yang memusuhi dan menyakiti. Inilah tingkat yang paling mulia, sebagaimana sabda Nabi ﷺ: «أَفْضَلُ الصَّدَقَةِ عَلَى ذِي الرَّحِمِ الْكَاشِحِ» “Sedekah yang paling utama adalah kepada kerabat yang memendam kebencian.” (HR. Ahmad, dinilai sahih oleh Al-Albani).   2. Menyambung dan berbuat baik kepada kerabat yang memutus hubungan. Bisa jadi mereka tidak berbuat jahat, hanya saja tidak mau memulai silaturahim. Dalam hal ini, Rasulullah ﷺ bersabda: «لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ، وَلَكِنِ الْوَاصِلُ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا» “Bukanlah orang yang menyambung silaturahim itu yang sekadar membalas (kebaikan). Namun yang benar-benar menyambung adalah orang yang tetap menyambung meski diputuskan.” (HR. Bukhari).   3. Menyambung kerabat yang memang sudah menjaga hubungan. Dalam hal ini, engkau membalas kebaikan dengan kebaikan, meski keutamaan tetap berada pada pihak yang lebih dahulu memulai.   4. Menahan diri dari menyakiti semua kerabat. Inilah tingkatan yang paling rendah, namun tetap bagian dari silaturahim.   Bahasan dari Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid: ‏الأقارب الذين تجب صلتهم دائرتهم أوسع من دائرة الورثة، وأوسع من دائرة المحارم، وأوسع من دائرة العصبة، فهم أقارب المسلم من جهة أبيه وأمه، وأعلى درجات الصلة: ‏١. الصلة والإحسان للقريب المعادي والمسيء، كما جاء في حديث «أفضل الصدقة على ذي الرحم الكاشح» [رواه أحمد، وصححه الألباني]. ‏٢. الصلة والإحسان للقريب القاطع، فقد لا يكون مسيئًا ولكن لا يبادر بالصلة، وفي حديث: «لَيْسَ الوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ، وَلَكِنِ الوَاصِلُ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا» [رواه البخاري]. ‏٣. الصلة للقريب المواصل، ومقابلة الإحسان بالإحسان، فيكون فضل المبادرة له ثم المكافأة منك. ‏٤. كف الأذى عن جميع الأقارب، وهي أدنى المراتب.   Baca juga: Berbuat Baik dan Silaturahim (Hadits Bulughul Maram)   —   Kamis, 1 Jumadilawal 1447 H, 23 Oktober 2025 @ Gunungkidul Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Rumaysho.Com Tagsadab bersilaturahmi bahaya memutus silaturahim keutamaan silaturahim pentingnya silaturahim dalam islam silaturahim silaturahmi


Silaturahim termasuk amal besar yang sangat ditekankan dalam Islam. Namun, banyak di antara kita yang belum memahami siapa saja kerabat yang termasuk dalam lingkaran silaturahim yang wajib disambung. Islam mengajarkan bahwa kewajiban ini tidak terbatas pada kerabat dekat atau ahli waris saja, tetapi mencakup setiap keluarga dari pihak ayah maupun ibu. Tulisan ini menjelaskan siapa saja yang termasuk dalam lingkaran tersebut, serta tingkatan terbaik dalam menjaga hubungan silaturahim. Kerabat yang wajib disambung (silaturahim) ternyata lebih luas dari sekadar lingkaran ahli waris, lebih luas dari lingkaran mahram, bahkan lebih luas dari lingkaran ‘ashabah (garis keturunan laki-laki). Mereka mencakup seluruh kerabat seorang muslim, baik dari pihak ayah maupun pihak ibu.   Daftar Isi tutup 1. 1. Menyambung dan berbuat baik kepada kerabat yang memusuhi dan menyakiti. 2. 2. Menyambung dan berbuat baik kepada kerabat yang memutus hubungan. 3. 3. Menyambung kerabat yang memang sudah menjaga hubungan. 4. 4. Menahan diri dari menyakiti semua kerabat. Adapun tingkatan tertinggi dalam menyambung silaturahim adalah sebagai berikut: 1. Menyambung dan berbuat baik kepada kerabat yang memusuhi dan menyakiti. Inilah tingkat yang paling mulia, sebagaimana sabda Nabi ﷺ: «أَفْضَلُ الصَّدَقَةِ عَلَى ذِي الرَّحِمِ الْكَاشِحِ» “Sedekah yang paling utama adalah kepada kerabat yang memendam kebencian.” (HR. Ahmad, dinilai sahih oleh Al-Albani).   2. Menyambung dan berbuat baik kepada kerabat yang memutus hubungan. Bisa jadi mereka tidak berbuat jahat, hanya saja tidak mau memulai silaturahim. Dalam hal ini, Rasulullah ﷺ bersabda: «لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ، وَلَكِنِ الْوَاصِلُ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا» “Bukanlah orang yang menyambung silaturahim itu yang sekadar membalas (kebaikan). Namun yang benar-benar menyambung adalah orang yang tetap menyambung meski diputuskan.” (HR. Bukhari).   3. Menyambung kerabat yang memang sudah menjaga hubungan. Dalam hal ini, engkau membalas kebaikan dengan kebaikan, meski keutamaan tetap berada pada pihak yang lebih dahulu memulai.   4. Menahan diri dari menyakiti semua kerabat. Inilah tingkatan yang paling rendah, namun tetap bagian dari silaturahim.   Bahasan dari Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid: ‏الأقارب الذين تجب صلتهم دائرتهم أوسع من دائرة الورثة، وأوسع من دائرة المحارم، وأوسع من دائرة العصبة، فهم أقارب المسلم من جهة أبيه وأمه، وأعلى درجات الصلة: ‏١. الصلة والإحسان للقريب المعادي والمسيء، كما جاء في حديث «أفضل الصدقة على ذي الرحم الكاشح» [رواه أحمد، وصححه الألباني]. ‏٢. الصلة والإحسان للقريب القاطع، فقد لا يكون مسيئًا ولكن لا يبادر بالصلة، وفي حديث: «لَيْسَ الوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ، وَلَكِنِ الوَاصِلُ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا» [رواه البخاري]. ‏٣. الصلة للقريب المواصل، ومقابلة الإحسان بالإحسان، فيكون فضل المبادرة له ثم المكافأة منك. ‏٤. كف الأذى عن جميع الأقارب، وهي أدنى المراتب.   Baca juga: Berbuat Baik dan Silaturahim (Hadits Bulughul Maram)   —   Kamis, 1 Jumadilawal 1447 H, 23 Oktober 2025 @ Gunungkidul Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Rumaysho.Com Tagsadab bersilaturahmi bahaya memutus silaturahim keutamaan silaturahim pentingnya silaturahim dalam islam silaturahim silaturahmi

Antara Perjalanan Dunia dan Perjalanan Akhirat

بين سفر الدنيا وسفر الآخرة Oleh: Ridha Farhawi رضا فرحاوي الحمد لله الذي خلق فهدى، وأنعم وأسدى، أحمده تعالى وأشكره على آلائه التي لا نحصي لها عددًا، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، إلهًا واحدًا أحدًا، فردًا صمدًا، وأشهد أن نبينا محمدًا عبدُالله ورسوله، أكرِمْ به رسولًا وعبدًا، صلى الله وسلم وبارك عليه، وعلى آله وأصحابه، الذين أكسبهم شرفًا ومجدًا، والتابعين ومن تبعهم بأمثل طريقة، وأقوم سبيل وأهدى؛ أما بعدُ: فلا تمشِ يومًا في ثياب مَخْيَلة فإنك من طينٍ خُلقتَ وماءِ  أزور قبور المترفين فلا أرى بهاءً وكانوا قبلُ أهلَ بهاءِ  يعزُّ دفاع الموت عن كل حيلة ويعيا بداء الموت كل دواءِ  أمامك يا نومانُ دارُ سعادةٍ يدوم البقا فيها ودار شقاءِ  خُلقتَ لإحدى الغايتين فلا تَنَمْ وكُنْ بين خوف منهما ورجاءِ Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang telah menciptakan, lalu memberi petunjuk dan melimpahkan kenikmatan. Saya haturkan puji syukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas nikmat-nikmat-Nya yang tidak terhitung jumlahnya. Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah Subhanahu Wa Ta’ala semata yang tidak memiliki sekutu, Tuhan Yang Maha Esa Yang menjadi tempat bergantung. Saya juga bersaksi bahwa Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah hamba dan rasul Allah, sungguh rasul dan hamba yang paling mulia, semoga salawat, salam, dan keberkahan selalu tercurah kepada beliau, dan kepada keluarga dan para sahabat – yang beliau tularkan kemuliaan kepada mereka – serta para Tabi’in dan orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan sebaik-baiknya dan menapaki jalan yang berpetunjuk. Amma ba’du: فَلَا تَمْشِ يَوْمًا فِي ثِيَابِ مَخِيلَة فَإِنَّكَ مِنْ طِينٍ خُلِقَْتَ وَمَاءِ Jangan pernah berjalan dengan penuh kesombongan Karena kamu tercipta dari tanah dan air أَزُورُ قُبُورَ الْمُتْرَفِينَ فَلَا أَرَى بَهَاءً وَكَانُوا قَبْلُ أَهْلَ بَهَاء Saya mengunjungi kuburan orang-orang yang hidup mewah, tapi tidak melihat. Kemewahan, padahal dulu mereka berlimpah kemewahan يَعِزّ دِفَاعَ الْمَوْتِ عَنْ كُلِّ حِيلَة وَيَعْيا بِدَاءِ الْمَوْتِ كُلُّ دَوَاء Tidak mampu menolak kematian dengan segala cara Dan segala obat tidak dapat mengobati penyakit maut أَمَامَكَ يَا نَوْمَانُ دَارُ سَعَادَة يَدُومُ الْبَقَا فِيهَا وَدَارُ شَقَاء Di depanmu, wahai tukang tidur! Ada negeri kebahagiaan. Yang kekal abadi, juga negeri kesengsaraan. خُلِقَْتَ لِإِحْدَى الْغَايَتَيْنِ فَلَا تَنَمْ وَكُنْ بَيْنَ خَوْفِ مِنْهُمَا وَرَجَاء Kamu tercipta untuk salah satu tujuan itu, maka janganlah tidur! Dan tetaplah di antara takut dan harap terhadap keduanya! أيها الأحبة في الله: لي معكم اليوم ثلاث وقفات: أما الوقفة الأولى فهي: وقفة مع السفر: السفر سفران؛ فأعظم سفر هو سفر إلى الله والدار الآخرة، وإن من الأمور التي يوافقك عليها جميع المؤمنين، ولا يخالفك فيها أحد من المسلمين، أن هذه الدنيا إنما هي جسرٌ يعبره العابرون، ويجتازه المارُّون، قد قدموا من دار لينتقلوا إلى دار، قد قدموا من عالم العدم؛ لينتقلوا إلى دار الخلود: ﴿ هَلْ أَتَى عَلَى الْإِنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُنْ شَيْئًا مَذْكُورًا ﴾ [الإنسان: 1]، ويقول الله تعالى: ﴿ ثُمَّ رُدُّوا إِلَى اللَّهِ ﴾ [الأنعام: 62]، ثم هم إما إلى نعيم مقيم، أو جحيم أليم؛ قال العلي الخبير: ﴿ فَرِيقٌ فِي الْجَنَّةِ وَفَرِيقٌ فِي السَّعِيرِ ﴾ [الشورى: 7]، فنحن في هذه الدنيا في سفر دائم، لا أحد منا يعلم متى يُقال له: حطَّ رحالك، وودِّع أهلك ومالك، واعرض علينا أعمالك؛ عندئذٍ ينتهي السفر؛ قال تعالى: ﴿ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ ﴾ [الأعراف: 34]. ولئن كان السفر الذي نسافره في هذه الدنيا قطعةً من العذاب، فكيف بالسفر لملاقاة العزيز الوهاب؟! فالسفر شاقٌّ وطويل، والزاد ضئيل وقليل، ونهاية السفر، إما إلى نار وجحيم، وإما إلى جنات النعيم: فحيَّ على جنات عدن فإنها منازلُك الأولى وفيها المخيَّمُ  ولكننا سبيُ العدوِّ فهل ترى نعود إلى أوطاننا فنسلَمُ  فإن كنت لا تدري فتلك مصيبة وإن كنت تدري فالمصيبة أعظمُ Wahai saudara-saudara yang saya cintai karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala! Pada kesempatan ini, saya akan menyampaikan tiga pembahasan kepada kalian: Pembahasan pertama: jenis perjalanan Perjalanan kita terdiri atas dua perjalanan, dan yang paling agung adalah perjalanan menuju Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan negeri akhirat.  Suatu hal yang seluruh kaum Mukminin pasti bersepakat denganmu tanpa ada yang menyelisihinya adalah bahwa dunia ini merupakan jembatan yang diseberangi dan dilalui oleh manusia, mereka datang dari suatu kehidupan dan berpindah ke kehidupan lainnya, karena datang dari negeri yang fana menuju negeri yang kekal. “Bukankah telah datang kepada manusia suatu waktu dari masa yang ia belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?” (QS. Al-Insan: 1). Allah Subhanahu Wa Ta’ala juga berfirman: “Kemudian mereka dikembalikan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala” (QS. Al-An’am: 62).  Setelah itu, antara mereka menuju kenikmatan yang kekal atau azab yang pedih. Allah Subhanahu Wa Ta’ala Yang Maha Tinggi dan Maha Mengetahui berfirman: “Satu golongan di surga dan satu golongan di neraka yang menyala-nyala.” (QS. Asy-Syura: 7). Kita di dunia ini sedang dalam perjalanan yang tiada henti. Tidak ada seorang pun dari kita yang mengetahui kapan akan dikatakan kepadanya, “Turunkan barang-barangmu, sampaikan perpisahan dengan keluarga dan hartamu, dan serahkan kepada kami amalan-amalanmu.” Ketika itulah perjalanan di dunia usai, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “Jika ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan sesaat pun dan tidak dapat (pula) meminta percepatan.” (QS. Al-A’raf: 34). Sungguh perjalanan yang kita lakukan di dunia ini sudah menjadi potongan dari siksaan, lalu bagaimana lagi dengan perjalanan untuk berjumpa dengan Yang Maha Perkasa dan Maha Pemberi karunia? Perjalanan ini amatlah berat dan panjang, sedangkan perbekalan masih sedikit dan terbatas. Lalu ujung dari perjalanan ini antara menuju neraka dan siksaan, atau menuju surga yang penuh dengan kenikmatan. فَحَيَّ عَلَى جَنَّاتِ عَدْنٍ فَإِنَّهَا مَنَازِلُكَ الْأُولَى وَفِيْهَا الْمُخَيَّمُ Marilah menuju surga Adn, karena ia adalah Tempat asalmu, dan di dalamnya terdapat kemah وَلَكِنَّنَا سَبِيُ الْعَدُوِّ فَهْلْ تَرَى نَعُودُ إِلَى أَوْطَانِنَا فَنَسْلَمُ Namun kita tersandera oleh musuh, apakah menurutmu Kita dapat kembali ke tanah air kita dengan selamat? فَإِنْ كُنْتَ لاَ تَدْرِي فَتِلْكَ مُصِيْبَةٌ وَإِنْ كُنْتَ تَدْرِي فَالْمُصِيْبَةُ أَعْظَمُ Apabila kamu tidak mengetahuinya, maka itu musibah Dan apabila kamu mengetahui, maka itu musibah lebih besar lagi والنوع الثاني من السفر: سفر راحةٍ واستجمام، فسافر لترى البُلدان والأمصار، سافر لترى العجائب والآثار: تلك الطبيعةُ قِفْ بنا يا سارِ حتى أريَك بديع صنع الباري  فالأرض حولك والسماء اهتزَّتا لروائع الآيات والآثارِ  الماء الذي لا يجري يتغير ويحمل الأنجاس، والشمس لو بقيت واقفة في السماء لملَّها الناس، والأُسْدُ لولا فراقُ الغاب ما افترست، والسهم لولا فراق القوس لم يُصِب. فمن آداب السفر ألَّا تسافر إلى بلدان مشبوهة، وأماكن بالفساد معروفة، فهذا ليس سفرَ طاعةٍ، بل هو سفر معصية، وكل لحظة تقضيها في تلك البلدان، فأنت في سخط وغضب من الواحد الديان، ألَا تخشى أن تُقبَضَ روحك هناك، وأن تموت في سخط ومعصية مولاك: مشيناها خطًى كُتِبت علينا ومن كُتبت عليه خطًى مشاها  ومن كانت منيَّتُه بأرضٍ فليس يموت في أرضٍ سواها Sedangkan jenis kedua yaitu perjalanan untuk rekreasi. Lakukanlah perjalanan, agar dapat melihat berbagai negeri! Lakukanlah perjalanan, agar dapat melihat berbagai keajaiban dan peninggalan. تِلْكَ الطَّبِيْعَةُ قِفْ بِنَا يَا سَارِِ حَتَّى أُرِيَكَ بَدِيْعَ صُنْعِ الْبَارِي  Inilah alam, berhentilah sejenak bersama kami, wahai musafir! Agar Kutunjukkan kepadamu keajaiban ciptaan Sang Pencipta فَالْأَرْضُ حَوْلَكَ وَالسَّمَاءُ اهْتَزَّتَا لِرَوَائِعِ الْآيَاتِ وَالآثَارِِ Bumi di sekelilingmu dan langit bergetar Karena luar biasanya tanda-tanda kekuasaan dan penciptaan-Nya Air yang tidak mengalir akan berbau dan menampung banyak najis, seandainya matahari diam di tempat pasti manusia bosan padanya, seandainya singa-singa tidak meninggalkan liangnya pasti tidak bisa mendapatkan mangsa, dan seandainya anak panah tidak meninggalkan busurnya pasti tidak akan menepati sasarannya. Di antara adab bepergian adalah tidak pergi ke negeri yang banyak syubhat di dalamnya, dan tempat-tempat yang dikenal dengan kerusakannya. Ini bukanlah perjalanan untuk ketaatan, tapi justru perjalanan untuk kemaksiatan. Setiap saat yang kamu lalui di negeri-negeri seperti itu, kamu berada dalam kemarahan dan kemurkaan Sang Kuasa. Tidakkah kamu takut nyawamu dicabut di sana, dan meninggal dunia dalam kemurkaan dan kemaksiatan terhadap Tuhanmu? مَشَيْنَاهَا خُطًى كُتِبَتْ عَلَيْنَا وَمَنْ كُتِبَتْ عَلَيْهِ خُطًى مَشَاهَا  Dicatat atas kami, langkah-langkah yang kita ayunkan Juga dicatat bagi pelakunya, setiap langkah yang dia ayunkan وَمَنْ كَانَتْ مَنِيَّتُهُ بِأَرْضٍ فَلَيْسَ يَمُوتُ فِي أَرْضٍ سِوَاهَا Siapa yang kematiannya telah ditetapkan di suatu negeri Maka tidak akan mati di negeri lainnya الوقفة الثانية: مع سفر المعصية: السفر إلى شواطئ العُرْيِ والفجور، وإلى أماكن التبرج والسُّفور، منكرات مخزية ومبكية، نراها في شواطئنا البحرية، فما يحدث على شواطئنا منكَرٌ، لا يرضاه عاقل ولا رب البشر، الله تبارك وتعالى سخر لنا البحر وجعله نعمة، بل هو آية من آياته ومنة؛ مناظر لغروب الشمس جميلة، ولوحة يرسمها المبدع كل ليلة، مياه ورمال، حسن وجمال؛ قال تعالى: ﴿ اللَّهُ الَّذِي سَخَّرَ لَكُمُ الْبَحْرَ لِتَجْرِيَ الْفُلْكُ فِيهِ بِأَمْرِهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ ﴾ [الجاثية: 12]، ولكن مع كل أسف، جاء الإنسان فأفسد، وعصى الواحد الأحد؛ اختلاط وفجور، عُرْي وسفور: فيا عجبًا كيف يُعصَى الإله أم كيف يجحده الجاحدُ  وله في كل شيء آية تدل على أنه واحدُ Pembahasan kedua: perjalanan untuk kemaksiatan Perjalanan menuju pantai dan tempat-tempat terpampangnya aurat dan menyimpang dari kehormatan diri merupakan kemungkaran yang hina dan menyedihkan. Pemandangan ini dapat kita saksikan di pantai-pantai laut kita. Apa yang ada di pantai-pantai itu merupakan kemungkaran, tidak akan diterima oleh akal sehat, terlebih lagi oleh Tuhan segenap manusia. Allah Subhanahu Wa Ta’ala menciptakan laut bagi kita dan menjadikannya sebagai kenikmatan. Ia merupakan salah satu tanda kekuasaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan karunia-Nya. Pemandangan matahari tenggelam yang begitu indah, kanvas yang dilukis oleh Sang Pencipta setiap malam menjelang. Juga air dan pasirnya, sungguh keindahan yang mempesona. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: اللَّهُ الَّذِي سَخَّرَ لَكُمُ الْبَحْرَ لِتَجْرِيَ الْفُلْكُ فِيهِ بِأَمْرِهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ “Allahlah yang telah menundukkan laut untukmu agar kapal-kapal dapat berlayar di atasnya dengan perintah-Nya, agar kamu dapat mencari sebagian karunia-Nya, dan agar kamu bersyukur.” (QS. Al-Jatsiyah: 12). Namun, sangat disayangkan, manusia hadir dan berbuat kerusakan di sana, melakukan kemaksiatan terhadap Sang Kuasa, bercampur-baur laki-laki dan perempuan, perbuatan keji, pengumbaran aurat, dan tindakan-tindakan asusila lainnya. فَيَا عَجَبًا كَيْفَ يُعْصَى الْإِلَهُ أَمْ كَيْفَ يَجْحَدُهُ اْلجَاحِدُ  Sungguh mengherankan, bagaimana Tuhan dimaksiati Dan bagaimana ada orang yang mengingkari-Nya? وَلَهُ فِي كُلِّ شَيءٍ آيَةٌ تَدُلُّ عَلَى أَنَّهُ وَاحِدُ Padahal, dalam segala hal terdapat tanda kekuasaan-Nya Yang menunjukkan bahwa Dialah Yang Maha Esa أسر تزعُم أنها مسلمة متمسكة بدينها، تتفنن نساؤها وبناتها في إبراز مفاتنها، أين المروءة؟ أين الرجولة؟ ما هذه المنكرات؟ أين الشهامة؟ أين الغَيرة على الحُرُمات؟ رجل يسبح شبه عارٍ أمام بناته، أمٌّ تسبح شبه عارية أمام أبنائها، وبنت تفنَّنت في إبراز مفاتنها؛ جاء في مسند الإمام أحمد عن أم الدرداء رضي الله عنها، قالت: ((خرجتُ من الحمَّام، فلقِيَني النبي صلى الله عليه وسلم فقال: من أين يا أم الدرداء؟ فقالت: من الحمام، فقال: والذي نفسي بيده، ما من امرأة تنزِع ثيابها في غير بيت أحد من أمهاتها، إلا وهي هاتكةٌ كلَّ سترٍ بينها وبين الرحمن عز وجل)). هذا حمام فقط، قال فيه ما قال، فكيف بالتي تنزع ثيابها في الشواطئ أمام الرجال؟ عيون للشباب تترصدها، وقلوب مريضة تنهَش جسدها، سقط الحياء، وهُتِكَ السِّتار، وغضِبَ الجبَّار. Ada banyak keluarga yang mengaku sebagai keluarga Muslim dan teguh berpegang pada agamanya, tapi istri dan putri-putrinya menebar fitnah dengan menampakkan auratnya. Di mana harga diri? Di mana kejantanan suami? Mengapa terjadi berbagai kemungkaran ini? Di mana kehormatan diri? Di mana kecemburuan terhadap hal-hal yang terhormat? Ada ayah yang berenang setengah telanjang di depan putri-putrinya, ibu berenang setengah telanjang di hadapan putra-putranya, dan putri yang menebar fitnah dengan mengumbar auratnya! Diriwayatkan dalam Musnad Imam Ahmad dari Ummu ad-Darda Radhiyallahu ‘anha, ia menceritakan, “Aku pernah pulang dari pemandian umum. Lalu aku berpapasan dengan Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam dan beliau pun bertanya, ‘Dari mana, wahai Ummu Ad-Darda?’ Aku menjawab, ‘Dari pemandian umum.’ Beliau lalu bersabda, ‘Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya! Tidaklah ada seorang wanita yang melepas pakaiannya selain di rumah salah satu ibunya, melainkan ia telah merenggut seluruh penutup antara dirinya dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.’” (HR. Ahmad). Di pemandian umum saja, Nabi mengucapkan hal yang demikian, lalu bagaimana dengan wanita yang melepas pakaiannya di pantai-pantai di hadapan para pria? Mata para pemuda mengamatinya dan hati-hati yang berpenyakit melahap jasadnya, telah runtuh rasa malu, telah terenggut tabir, dan telah murka Sang Kuasa. الوقفة الثالثة: رسالة شكر وعتاب للشابات والشباب: أما شكري، فأوجِّهه لمن عرَف ربَّه، وسلك طريقه ودربه: أُهْدِي الشباب تحية الإكبار هم كَنْزُنا الغالي وسرُّ فَخاري  هل كان أصحاب النبي محمدٍ إلا شبابًا شامخَ الأفكارِ   أيها الشاب، انتبِهْ؛ فالشباب فترة تمر ولا تعود، ومرحلة للنجاح والصعود، الشباب ساعة، فاغتنمها في الطاعة، الشباب قوة، فلا تفسدها في الشهوة، الشباب مرحلة ستُسأل عنها فيما قضيتها، وفيما أفنيتها، الشاب المسلم لا يعرف الفراغ؛ فهو يستغل وقته قدر المستطاع، الشباب عافية وصحة كأنها تاج من ذهب، والكل حتمًا سيزول ويذهب، أيها الشاب، اغتنم شبابك قبل الهَرَمِ، فسيأتي يومًا على شبابك ستندم، لو سألتَ شيخًا: ماذا تتمنى؟ لتمنَّى أن يعيش يومًا من شبابه، يومًا من عافيته وصحته وقوته، يومًا بلا أمراض ولا آلام، يومًا بلا تعب ولا أسقام، يومًا يستطيع فيه أن يقف على قدميه، أن يمشي أن يجري، فهذا أقصى أمانيه. Pembahasan ketiga: ucapan rasa syukur sekaligus kritik bagi para pemuda-pemudi Adapun rasa syukurku saya tujukan kepada pemuda dan pemudi yang mengenal Tuhannya dan menempuh jalan-Nya: أُهْدِي الشَّبَابَ تَحِيَّةَ الْإِكْبَارِ هُمْ كَنْزُنَا الْغَالِي وَسِرُّ فَخَارَي  Saya hadiahkan bagi para pemuda salam hormatku Merekalah harta simpanan kita yang berharga dan rahasia rasa banggaku هَلْ كَانَ أَصْحَابُ النَّبِي مُحَمّدٍ إِلَّا شَبَابًا شَامِخَ الْأَفْكَارِِ Bukankah para sahabat Nabi Muhammad dahulu Tidak lain adalah para pemuda yang berpikiran luhur Wahai para pemuda, waspadalah! karena masa muda adalah masa yang akan berlalu dan tidak akan kembali. Fase untuk meraih kesuksesan dan kebangkitan. Masa muda hanya sekejap, maka manfaatkanlah untuk berbuat taat. Masa muda adalah masa kuat, maka jangan merusaknya dalam syahwat. Masa muda adalah fase hidup yang akan dimintai pertanggungjawabannya, untuk apa digunakan dan dalam hal apa dihabiskan. Pemuda Muslim tidak mengenal waktu kosong, karena ia akan memanfaatkan waktunya sebaik mungkin. Masa muda adalah masa sehat, seakan-akan ia adalah mahkota emas. Namun, semua itu akan hilang dan lenyap. Wahai para pemuda, manfaatkanlah masa mudamu sebelum masa tua, karena akan datang hari ketika kamu menyesali masa mudamu. Seandainya kamu bertanya orang yang sudah sepuh, “Apa yang Anda harapkan?” Pasti dia berharap dapat hidup sehari lagi di masa mudanya, hidup sehari dengan kesehatan dan kekuatannya, sehari tanpa penyakit dan rasa sakit, sehari tanpa rasa letih dan perih, sehari yang dia mampu berdiri dengan dua kakinya, berjalan dan berlari. Inilah puncak angan-angannya. أما عتابي فإليك أيها الشاب، يا من فتَّشنا عنك في المسجد فما وجدناك، وبحثنا عنك بين الصفوف فما رأيناك، زُرْتَنا في رمضان والآن هجرتنا، سُرِرْنا بإقبالك في تلك الأيام والآن أحزنتنا، مكان سجودك اشتاق إليك، والمؤذِّن خمس مرات في اليوم يناديك، أقْبِلْ على ربِّك، أقبِل على الفلاح، أقبل على سعادتك، فهنا السر، وهنا المفتاح؛ مفتاح سعادتك في خطوات تمشيها، ودقائق في بيت الله تقضيها. أيها الشاب، إياك وأصدقاءَ السوء، أصحابك جنتك، وأصحابك نارك، فاختر بين أصحاب وأصحاب، فالنار دركات، والجنة درجات وأبواب، صاحبك قد يكون طريقك إلى الجنة؛ فبه تسعَد والله عنك يرضى، وقد يكون طريقك إلى النار فبه تخسر وتشقى. أنت في نعمة أيها الشاب؛ ﴿ وَمَنْ يُبَدِّلْ نِعْمَةَ اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُ فَإِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ ﴾ [البقرة: 211]. Adapun kritikku kepadamu, wahai pemuda! Wahai orang yang kami cari di masjid tapi kami tidak menemukannya! Kami cari di antara shaf-shaf salat tapi kami tidak melihatnya! Kamu mengunjungi kami pada bulan Ramadhan, tapi sekarang kami campakkan kami lagi. Kami bahagia dengan kehadiranmu pada masa-masa itu, tapi sekarang kami bersedih kembali. Tempat sujudmu sudah rindu padamu. Muazin yang mengumandangkan azan lima kali sehari itu memanggilmu.  Kembalilah kepada Tuhanmu! Sambutlah kesuksesanmu! Datanglah menuju kebahagiaanmu! Di sinilah rahasianya, dan di sinilah kuncinya, kunci kebahagiaanmu ada di setiap langkah yang kamu ayunkan menuju masjid dan setiap menit yang kamu habiskan di Rumah Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Wahai pemuda, jauhilah teman-teman yang buruk, karena temanmu adalah surgamu, atau sebaliknya, temanmu adalah nerakamu, maka pilihlah teman yang baik di antara teman-teman itu. Neraka itu punya tingkat-tingkat kedalaman, dan surga juga punya tingkat-tingkat derajat dan punya pintu-pintu. Temanmu bisa jadi adalah jalanmu menuju surga, sehingga dengannyalah kamu dapat bahagia dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dapat ridha kepadamu. Temanmu juga bisa menjadi jalanmu menuju neraka, sehingga dengannyalah kamu merugi dan sengsara. Kamu sekarang berada dalam kenikmatan, wahai pemuda! “Dan siapa yang menukar nikmat Allah (dengan kekufuran) setelah (nikmat itu) datang kepadanya, sesungguhnya Allah Maha Keras hukuman-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 211). يا رب، أكرمتنا فلك الحمد، ورزقتنا فلك الحمد، وعافَيْتَنا فلك الحمد، وسترتنا فلك الحمد، فلك الحمد دائمًا وأبدًا. اللهم إنا نعوذ بك من زوال نعمتك، وتحوُّل عافيتك، وفُجاءة نقمتك، وجميع سخطك، اللهم اشفِ مرضانا، وارحم موتانا، وبلغنا فيما يرضيك آمالنا، واختم بالصالحات أعمالنا، ربنا ظلمنا أنفسنا وإن لم تغفر لنا وترحمنا لنكونن من الخاسرين، ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار. Ya Tuhanku, Engkau telah memuliakan kami, maka segala puji bagi-Mu, telah memberi rezeki kepada kami, maka segala puji bagi-Mu, telah menutup aib kami, maka segala puji bagi bagi-Mu, segala puji hanya bagi-Mu selama-lamanya. Ya Allah, kami berlindung kepada-Mu dari lenyapnya kenikmatan-Mu, berubahnya keselamatan-Mu, mendadaknya azab-Mu, dan segala kemurkaan-Mu! Ya Allah, sembuhkanlah orang-orang sakit di antara kami, rahmatilah orang-orang yang telah wafat di antara kami, sampaikanlah kami pada harapan-harapan kami yang Engkau ridhai, dan tutuplah usia kami dengan amal saleh. Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami, dan apabila Engkau tidak mengampuni dan merahmati kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang merugi. Ya Tuhan kami, berilah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka. Sumber: https://www.alukah.net/sharia/1001/164615/بين-سفر-الدنيا-وسفر-الآخرة/ Sumber artikel PDF 🔍 Tulisan In Shaa Allah, Ayat Kursi Gambar, Benarkah Saat Haid Tidak Boleh Keramas, Catur Haram, Cewek Tidur Ngangkang Visited 162 times, 1 visit(s) today Post Views: 144 QRIS donasi Yufid

Antara Perjalanan Dunia dan Perjalanan Akhirat

بين سفر الدنيا وسفر الآخرة Oleh: Ridha Farhawi رضا فرحاوي الحمد لله الذي خلق فهدى، وأنعم وأسدى، أحمده تعالى وأشكره على آلائه التي لا نحصي لها عددًا، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، إلهًا واحدًا أحدًا، فردًا صمدًا، وأشهد أن نبينا محمدًا عبدُالله ورسوله، أكرِمْ به رسولًا وعبدًا، صلى الله وسلم وبارك عليه، وعلى آله وأصحابه، الذين أكسبهم شرفًا ومجدًا، والتابعين ومن تبعهم بأمثل طريقة، وأقوم سبيل وأهدى؛ أما بعدُ: فلا تمشِ يومًا في ثياب مَخْيَلة فإنك من طينٍ خُلقتَ وماءِ  أزور قبور المترفين فلا أرى بهاءً وكانوا قبلُ أهلَ بهاءِ  يعزُّ دفاع الموت عن كل حيلة ويعيا بداء الموت كل دواءِ  أمامك يا نومانُ دارُ سعادةٍ يدوم البقا فيها ودار شقاءِ  خُلقتَ لإحدى الغايتين فلا تَنَمْ وكُنْ بين خوف منهما ورجاءِ Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang telah menciptakan, lalu memberi petunjuk dan melimpahkan kenikmatan. Saya haturkan puji syukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas nikmat-nikmat-Nya yang tidak terhitung jumlahnya. Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah Subhanahu Wa Ta’ala semata yang tidak memiliki sekutu, Tuhan Yang Maha Esa Yang menjadi tempat bergantung. Saya juga bersaksi bahwa Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah hamba dan rasul Allah, sungguh rasul dan hamba yang paling mulia, semoga salawat, salam, dan keberkahan selalu tercurah kepada beliau, dan kepada keluarga dan para sahabat – yang beliau tularkan kemuliaan kepada mereka – serta para Tabi’in dan orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan sebaik-baiknya dan menapaki jalan yang berpetunjuk. Amma ba’du: فَلَا تَمْشِ يَوْمًا فِي ثِيَابِ مَخِيلَة فَإِنَّكَ مِنْ طِينٍ خُلِقَْتَ وَمَاءِ Jangan pernah berjalan dengan penuh kesombongan Karena kamu tercipta dari tanah dan air أَزُورُ قُبُورَ الْمُتْرَفِينَ فَلَا أَرَى بَهَاءً وَكَانُوا قَبْلُ أَهْلَ بَهَاء Saya mengunjungi kuburan orang-orang yang hidup mewah, tapi tidak melihat. Kemewahan, padahal dulu mereka berlimpah kemewahan يَعِزّ دِفَاعَ الْمَوْتِ عَنْ كُلِّ حِيلَة وَيَعْيا بِدَاءِ الْمَوْتِ كُلُّ دَوَاء Tidak mampu menolak kematian dengan segala cara Dan segala obat tidak dapat mengobati penyakit maut أَمَامَكَ يَا نَوْمَانُ دَارُ سَعَادَة يَدُومُ الْبَقَا فِيهَا وَدَارُ شَقَاء Di depanmu, wahai tukang tidur! Ada negeri kebahagiaan. Yang kekal abadi, juga negeri kesengsaraan. خُلِقَْتَ لِإِحْدَى الْغَايَتَيْنِ فَلَا تَنَمْ وَكُنْ بَيْنَ خَوْفِ مِنْهُمَا وَرَجَاء Kamu tercipta untuk salah satu tujuan itu, maka janganlah tidur! Dan tetaplah di antara takut dan harap terhadap keduanya! أيها الأحبة في الله: لي معكم اليوم ثلاث وقفات: أما الوقفة الأولى فهي: وقفة مع السفر: السفر سفران؛ فأعظم سفر هو سفر إلى الله والدار الآخرة، وإن من الأمور التي يوافقك عليها جميع المؤمنين، ولا يخالفك فيها أحد من المسلمين، أن هذه الدنيا إنما هي جسرٌ يعبره العابرون، ويجتازه المارُّون، قد قدموا من دار لينتقلوا إلى دار، قد قدموا من عالم العدم؛ لينتقلوا إلى دار الخلود: ﴿ هَلْ أَتَى عَلَى الْإِنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُنْ شَيْئًا مَذْكُورًا ﴾ [الإنسان: 1]، ويقول الله تعالى: ﴿ ثُمَّ رُدُّوا إِلَى اللَّهِ ﴾ [الأنعام: 62]، ثم هم إما إلى نعيم مقيم، أو جحيم أليم؛ قال العلي الخبير: ﴿ فَرِيقٌ فِي الْجَنَّةِ وَفَرِيقٌ فِي السَّعِيرِ ﴾ [الشورى: 7]، فنحن في هذه الدنيا في سفر دائم، لا أحد منا يعلم متى يُقال له: حطَّ رحالك، وودِّع أهلك ومالك، واعرض علينا أعمالك؛ عندئذٍ ينتهي السفر؛ قال تعالى: ﴿ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ ﴾ [الأعراف: 34]. ولئن كان السفر الذي نسافره في هذه الدنيا قطعةً من العذاب، فكيف بالسفر لملاقاة العزيز الوهاب؟! فالسفر شاقٌّ وطويل، والزاد ضئيل وقليل، ونهاية السفر، إما إلى نار وجحيم، وإما إلى جنات النعيم: فحيَّ على جنات عدن فإنها منازلُك الأولى وفيها المخيَّمُ  ولكننا سبيُ العدوِّ فهل ترى نعود إلى أوطاننا فنسلَمُ  فإن كنت لا تدري فتلك مصيبة وإن كنت تدري فالمصيبة أعظمُ Wahai saudara-saudara yang saya cintai karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala! Pada kesempatan ini, saya akan menyampaikan tiga pembahasan kepada kalian: Pembahasan pertama: jenis perjalanan Perjalanan kita terdiri atas dua perjalanan, dan yang paling agung adalah perjalanan menuju Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan negeri akhirat.  Suatu hal yang seluruh kaum Mukminin pasti bersepakat denganmu tanpa ada yang menyelisihinya adalah bahwa dunia ini merupakan jembatan yang diseberangi dan dilalui oleh manusia, mereka datang dari suatu kehidupan dan berpindah ke kehidupan lainnya, karena datang dari negeri yang fana menuju negeri yang kekal. “Bukankah telah datang kepada manusia suatu waktu dari masa yang ia belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?” (QS. Al-Insan: 1). Allah Subhanahu Wa Ta’ala juga berfirman: “Kemudian mereka dikembalikan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala” (QS. Al-An’am: 62).  Setelah itu, antara mereka menuju kenikmatan yang kekal atau azab yang pedih. Allah Subhanahu Wa Ta’ala Yang Maha Tinggi dan Maha Mengetahui berfirman: “Satu golongan di surga dan satu golongan di neraka yang menyala-nyala.” (QS. Asy-Syura: 7). Kita di dunia ini sedang dalam perjalanan yang tiada henti. Tidak ada seorang pun dari kita yang mengetahui kapan akan dikatakan kepadanya, “Turunkan barang-barangmu, sampaikan perpisahan dengan keluarga dan hartamu, dan serahkan kepada kami amalan-amalanmu.” Ketika itulah perjalanan di dunia usai, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “Jika ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan sesaat pun dan tidak dapat (pula) meminta percepatan.” (QS. Al-A’raf: 34). Sungguh perjalanan yang kita lakukan di dunia ini sudah menjadi potongan dari siksaan, lalu bagaimana lagi dengan perjalanan untuk berjumpa dengan Yang Maha Perkasa dan Maha Pemberi karunia? Perjalanan ini amatlah berat dan panjang, sedangkan perbekalan masih sedikit dan terbatas. Lalu ujung dari perjalanan ini antara menuju neraka dan siksaan, atau menuju surga yang penuh dengan kenikmatan. فَحَيَّ عَلَى جَنَّاتِ عَدْنٍ فَإِنَّهَا مَنَازِلُكَ الْأُولَى وَفِيْهَا الْمُخَيَّمُ Marilah menuju surga Adn, karena ia adalah Tempat asalmu, dan di dalamnya terdapat kemah وَلَكِنَّنَا سَبِيُ الْعَدُوِّ فَهْلْ تَرَى نَعُودُ إِلَى أَوْطَانِنَا فَنَسْلَمُ Namun kita tersandera oleh musuh, apakah menurutmu Kita dapat kembali ke tanah air kita dengan selamat? فَإِنْ كُنْتَ لاَ تَدْرِي فَتِلْكَ مُصِيْبَةٌ وَإِنْ كُنْتَ تَدْرِي فَالْمُصِيْبَةُ أَعْظَمُ Apabila kamu tidak mengetahuinya, maka itu musibah Dan apabila kamu mengetahui, maka itu musibah lebih besar lagi والنوع الثاني من السفر: سفر راحةٍ واستجمام، فسافر لترى البُلدان والأمصار، سافر لترى العجائب والآثار: تلك الطبيعةُ قِفْ بنا يا سارِ حتى أريَك بديع صنع الباري  فالأرض حولك والسماء اهتزَّتا لروائع الآيات والآثارِ  الماء الذي لا يجري يتغير ويحمل الأنجاس، والشمس لو بقيت واقفة في السماء لملَّها الناس، والأُسْدُ لولا فراقُ الغاب ما افترست، والسهم لولا فراق القوس لم يُصِب. فمن آداب السفر ألَّا تسافر إلى بلدان مشبوهة، وأماكن بالفساد معروفة، فهذا ليس سفرَ طاعةٍ، بل هو سفر معصية، وكل لحظة تقضيها في تلك البلدان، فأنت في سخط وغضب من الواحد الديان، ألَا تخشى أن تُقبَضَ روحك هناك، وأن تموت في سخط ومعصية مولاك: مشيناها خطًى كُتِبت علينا ومن كُتبت عليه خطًى مشاها  ومن كانت منيَّتُه بأرضٍ فليس يموت في أرضٍ سواها Sedangkan jenis kedua yaitu perjalanan untuk rekreasi. Lakukanlah perjalanan, agar dapat melihat berbagai negeri! Lakukanlah perjalanan, agar dapat melihat berbagai keajaiban dan peninggalan. تِلْكَ الطَّبِيْعَةُ قِفْ بِنَا يَا سَارِِ حَتَّى أُرِيَكَ بَدِيْعَ صُنْعِ الْبَارِي  Inilah alam, berhentilah sejenak bersama kami, wahai musafir! Agar Kutunjukkan kepadamu keajaiban ciptaan Sang Pencipta فَالْأَرْضُ حَوْلَكَ وَالسَّمَاءُ اهْتَزَّتَا لِرَوَائِعِ الْآيَاتِ وَالآثَارِِ Bumi di sekelilingmu dan langit bergetar Karena luar biasanya tanda-tanda kekuasaan dan penciptaan-Nya Air yang tidak mengalir akan berbau dan menampung banyak najis, seandainya matahari diam di tempat pasti manusia bosan padanya, seandainya singa-singa tidak meninggalkan liangnya pasti tidak bisa mendapatkan mangsa, dan seandainya anak panah tidak meninggalkan busurnya pasti tidak akan menepati sasarannya. Di antara adab bepergian adalah tidak pergi ke negeri yang banyak syubhat di dalamnya, dan tempat-tempat yang dikenal dengan kerusakannya. Ini bukanlah perjalanan untuk ketaatan, tapi justru perjalanan untuk kemaksiatan. Setiap saat yang kamu lalui di negeri-negeri seperti itu, kamu berada dalam kemarahan dan kemurkaan Sang Kuasa. Tidakkah kamu takut nyawamu dicabut di sana, dan meninggal dunia dalam kemurkaan dan kemaksiatan terhadap Tuhanmu? مَشَيْنَاهَا خُطًى كُتِبَتْ عَلَيْنَا وَمَنْ كُتِبَتْ عَلَيْهِ خُطًى مَشَاهَا  Dicatat atas kami, langkah-langkah yang kita ayunkan Juga dicatat bagi pelakunya, setiap langkah yang dia ayunkan وَمَنْ كَانَتْ مَنِيَّتُهُ بِأَرْضٍ فَلَيْسَ يَمُوتُ فِي أَرْضٍ سِوَاهَا Siapa yang kematiannya telah ditetapkan di suatu negeri Maka tidak akan mati di negeri lainnya الوقفة الثانية: مع سفر المعصية: السفر إلى شواطئ العُرْيِ والفجور، وإلى أماكن التبرج والسُّفور، منكرات مخزية ومبكية، نراها في شواطئنا البحرية، فما يحدث على شواطئنا منكَرٌ، لا يرضاه عاقل ولا رب البشر، الله تبارك وتعالى سخر لنا البحر وجعله نعمة، بل هو آية من آياته ومنة؛ مناظر لغروب الشمس جميلة، ولوحة يرسمها المبدع كل ليلة، مياه ورمال، حسن وجمال؛ قال تعالى: ﴿ اللَّهُ الَّذِي سَخَّرَ لَكُمُ الْبَحْرَ لِتَجْرِيَ الْفُلْكُ فِيهِ بِأَمْرِهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ ﴾ [الجاثية: 12]، ولكن مع كل أسف، جاء الإنسان فأفسد، وعصى الواحد الأحد؛ اختلاط وفجور، عُرْي وسفور: فيا عجبًا كيف يُعصَى الإله أم كيف يجحده الجاحدُ  وله في كل شيء آية تدل على أنه واحدُ Pembahasan kedua: perjalanan untuk kemaksiatan Perjalanan menuju pantai dan tempat-tempat terpampangnya aurat dan menyimpang dari kehormatan diri merupakan kemungkaran yang hina dan menyedihkan. Pemandangan ini dapat kita saksikan di pantai-pantai laut kita. Apa yang ada di pantai-pantai itu merupakan kemungkaran, tidak akan diterima oleh akal sehat, terlebih lagi oleh Tuhan segenap manusia. Allah Subhanahu Wa Ta’ala menciptakan laut bagi kita dan menjadikannya sebagai kenikmatan. Ia merupakan salah satu tanda kekuasaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan karunia-Nya. Pemandangan matahari tenggelam yang begitu indah, kanvas yang dilukis oleh Sang Pencipta setiap malam menjelang. Juga air dan pasirnya, sungguh keindahan yang mempesona. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: اللَّهُ الَّذِي سَخَّرَ لَكُمُ الْبَحْرَ لِتَجْرِيَ الْفُلْكُ فِيهِ بِأَمْرِهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ “Allahlah yang telah menundukkan laut untukmu agar kapal-kapal dapat berlayar di atasnya dengan perintah-Nya, agar kamu dapat mencari sebagian karunia-Nya, dan agar kamu bersyukur.” (QS. Al-Jatsiyah: 12). Namun, sangat disayangkan, manusia hadir dan berbuat kerusakan di sana, melakukan kemaksiatan terhadap Sang Kuasa, bercampur-baur laki-laki dan perempuan, perbuatan keji, pengumbaran aurat, dan tindakan-tindakan asusila lainnya. فَيَا عَجَبًا كَيْفَ يُعْصَى الْإِلَهُ أَمْ كَيْفَ يَجْحَدُهُ اْلجَاحِدُ  Sungguh mengherankan, bagaimana Tuhan dimaksiati Dan bagaimana ada orang yang mengingkari-Nya? وَلَهُ فِي كُلِّ شَيءٍ آيَةٌ تَدُلُّ عَلَى أَنَّهُ وَاحِدُ Padahal, dalam segala hal terdapat tanda kekuasaan-Nya Yang menunjukkan bahwa Dialah Yang Maha Esa أسر تزعُم أنها مسلمة متمسكة بدينها، تتفنن نساؤها وبناتها في إبراز مفاتنها، أين المروءة؟ أين الرجولة؟ ما هذه المنكرات؟ أين الشهامة؟ أين الغَيرة على الحُرُمات؟ رجل يسبح شبه عارٍ أمام بناته، أمٌّ تسبح شبه عارية أمام أبنائها، وبنت تفنَّنت في إبراز مفاتنها؛ جاء في مسند الإمام أحمد عن أم الدرداء رضي الله عنها، قالت: ((خرجتُ من الحمَّام، فلقِيَني النبي صلى الله عليه وسلم فقال: من أين يا أم الدرداء؟ فقالت: من الحمام، فقال: والذي نفسي بيده، ما من امرأة تنزِع ثيابها في غير بيت أحد من أمهاتها، إلا وهي هاتكةٌ كلَّ سترٍ بينها وبين الرحمن عز وجل)). هذا حمام فقط، قال فيه ما قال، فكيف بالتي تنزع ثيابها في الشواطئ أمام الرجال؟ عيون للشباب تترصدها، وقلوب مريضة تنهَش جسدها، سقط الحياء، وهُتِكَ السِّتار، وغضِبَ الجبَّار. Ada banyak keluarga yang mengaku sebagai keluarga Muslim dan teguh berpegang pada agamanya, tapi istri dan putri-putrinya menebar fitnah dengan menampakkan auratnya. Di mana harga diri? Di mana kejantanan suami? Mengapa terjadi berbagai kemungkaran ini? Di mana kehormatan diri? Di mana kecemburuan terhadap hal-hal yang terhormat? Ada ayah yang berenang setengah telanjang di depan putri-putrinya, ibu berenang setengah telanjang di hadapan putra-putranya, dan putri yang menebar fitnah dengan mengumbar auratnya! Diriwayatkan dalam Musnad Imam Ahmad dari Ummu ad-Darda Radhiyallahu ‘anha, ia menceritakan, “Aku pernah pulang dari pemandian umum. Lalu aku berpapasan dengan Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam dan beliau pun bertanya, ‘Dari mana, wahai Ummu Ad-Darda?’ Aku menjawab, ‘Dari pemandian umum.’ Beliau lalu bersabda, ‘Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya! Tidaklah ada seorang wanita yang melepas pakaiannya selain di rumah salah satu ibunya, melainkan ia telah merenggut seluruh penutup antara dirinya dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.’” (HR. Ahmad). Di pemandian umum saja, Nabi mengucapkan hal yang demikian, lalu bagaimana dengan wanita yang melepas pakaiannya di pantai-pantai di hadapan para pria? Mata para pemuda mengamatinya dan hati-hati yang berpenyakit melahap jasadnya, telah runtuh rasa malu, telah terenggut tabir, dan telah murka Sang Kuasa. الوقفة الثالثة: رسالة شكر وعتاب للشابات والشباب: أما شكري، فأوجِّهه لمن عرَف ربَّه، وسلك طريقه ودربه: أُهْدِي الشباب تحية الإكبار هم كَنْزُنا الغالي وسرُّ فَخاري  هل كان أصحاب النبي محمدٍ إلا شبابًا شامخَ الأفكارِ   أيها الشاب، انتبِهْ؛ فالشباب فترة تمر ولا تعود، ومرحلة للنجاح والصعود، الشباب ساعة، فاغتنمها في الطاعة، الشباب قوة، فلا تفسدها في الشهوة، الشباب مرحلة ستُسأل عنها فيما قضيتها، وفيما أفنيتها، الشاب المسلم لا يعرف الفراغ؛ فهو يستغل وقته قدر المستطاع، الشباب عافية وصحة كأنها تاج من ذهب، والكل حتمًا سيزول ويذهب، أيها الشاب، اغتنم شبابك قبل الهَرَمِ، فسيأتي يومًا على شبابك ستندم، لو سألتَ شيخًا: ماذا تتمنى؟ لتمنَّى أن يعيش يومًا من شبابه، يومًا من عافيته وصحته وقوته، يومًا بلا أمراض ولا آلام، يومًا بلا تعب ولا أسقام، يومًا يستطيع فيه أن يقف على قدميه، أن يمشي أن يجري، فهذا أقصى أمانيه. Pembahasan ketiga: ucapan rasa syukur sekaligus kritik bagi para pemuda-pemudi Adapun rasa syukurku saya tujukan kepada pemuda dan pemudi yang mengenal Tuhannya dan menempuh jalan-Nya: أُهْدِي الشَّبَابَ تَحِيَّةَ الْإِكْبَارِ هُمْ كَنْزُنَا الْغَالِي وَسِرُّ فَخَارَي  Saya hadiahkan bagi para pemuda salam hormatku Merekalah harta simpanan kita yang berharga dan rahasia rasa banggaku هَلْ كَانَ أَصْحَابُ النَّبِي مُحَمّدٍ إِلَّا شَبَابًا شَامِخَ الْأَفْكَارِِ Bukankah para sahabat Nabi Muhammad dahulu Tidak lain adalah para pemuda yang berpikiran luhur Wahai para pemuda, waspadalah! karena masa muda adalah masa yang akan berlalu dan tidak akan kembali. Fase untuk meraih kesuksesan dan kebangkitan. Masa muda hanya sekejap, maka manfaatkanlah untuk berbuat taat. Masa muda adalah masa kuat, maka jangan merusaknya dalam syahwat. Masa muda adalah fase hidup yang akan dimintai pertanggungjawabannya, untuk apa digunakan dan dalam hal apa dihabiskan. Pemuda Muslim tidak mengenal waktu kosong, karena ia akan memanfaatkan waktunya sebaik mungkin. Masa muda adalah masa sehat, seakan-akan ia adalah mahkota emas. Namun, semua itu akan hilang dan lenyap. Wahai para pemuda, manfaatkanlah masa mudamu sebelum masa tua, karena akan datang hari ketika kamu menyesali masa mudamu. Seandainya kamu bertanya orang yang sudah sepuh, “Apa yang Anda harapkan?” Pasti dia berharap dapat hidup sehari lagi di masa mudanya, hidup sehari dengan kesehatan dan kekuatannya, sehari tanpa penyakit dan rasa sakit, sehari tanpa rasa letih dan perih, sehari yang dia mampu berdiri dengan dua kakinya, berjalan dan berlari. Inilah puncak angan-angannya. أما عتابي فإليك أيها الشاب، يا من فتَّشنا عنك في المسجد فما وجدناك، وبحثنا عنك بين الصفوف فما رأيناك، زُرْتَنا في رمضان والآن هجرتنا، سُرِرْنا بإقبالك في تلك الأيام والآن أحزنتنا، مكان سجودك اشتاق إليك، والمؤذِّن خمس مرات في اليوم يناديك، أقْبِلْ على ربِّك، أقبِل على الفلاح، أقبل على سعادتك، فهنا السر، وهنا المفتاح؛ مفتاح سعادتك في خطوات تمشيها، ودقائق في بيت الله تقضيها. أيها الشاب، إياك وأصدقاءَ السوء، أصحابك جنتك، وأصحابك نارك، فاختر بين أصحاب وأصحاب، فالنار دركات، والجنة درجات وأبواب، صاحبك قد يكون طريقك إلى الجنة؛ فبه تسعَد والله عنك يرضى، وقد يكون طريقك إلى النار فبه تخسر وتشقى. أنت في نعمة أيها الشاب؛ ﴿ وَمَنْ يُبَدِّلْ نِعْمَةَ اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُ فَإِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ ﴾ [البقرة: 211]. Adapun kritikku kepadamu, wahai pemuda! Wahai orang yang kami cari di masjid tapi kami tidak menemukannya! Kami cari di antara shaf-shaf salat tapi kami tidak melihatnya! Kamu mengunjungi kami pada bulan Ramadhan, tapi sekarang kami campakkan kami lagi. Kami bahagia dengan kehadiranmu pada masa-masa itu, tapi sekarang kami bersedih kembali. Tempat sujudmu sudah rindu padamu. Muazin yang mengumandangkan azan lima kali sehari itu memanggilmu.  Kembalilah kepada Tuhanmu! Sambutlah kesuksesanmu! Datanglah menuju kebahagiaanmu! Di sinilah rahasianya, dan di sinilah kuncinya, kunci kebahagiaanmu ada di setiap langkah yang kamu ayunkan menuju masjid dan setiap menit yang kamu habiskan di Rumah Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Wahai pemuda, jauhilah teman-teman yang buruk, karena temanmu adalah surgamu, atau sebaliknya, temanmu adalah nerakamu, maka pilihlah teman yang baik di antara teman-teman itu. Neraka itu punya tingkat-tingkat kedalaman, dan surga juga punya tingkat-tingkat derajat dan punya pintu-pintu. Temanmu bisa jadi adalah jalanmu menuju surga, sehingga dengannyalah kamu dapat bahagia dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dapat ridha kepadamu. Temanmu juga bisa menjadi jalanmu menuju neraka, sehingga dengannyalah kamu merugi dan sengsara. Kamu sekarang berada dalam kenikmatan, wahai pemuda! “Dan siapa yang menukar nikmat Allah (dengan kekufuran) setelah (nikmat itu) datang kepadanya, sesungguhnya Allah Maha Keras hukuman-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 211). يا رب، أكرمتنا فلك الحمد، ورزقتنا فلك الحمد، وعافَيْتَنا فلك الحمد، وسترتنا فلك الحمد، فلك الحمد دائمًا وأبدًا. اللهم إنا نعوذ بك من زوال نعمتك، وتحوُّل عافيتك، وفُجاءة نقمتك، وجميع سخطك، اللهم اشفِ مرضانا، وارحم موتانا، وبلغنا فيما يرضيك آمالنا، واختم بالصالحات أعمالنا، ربنا ظلمنا أنفسنا وإن لم تغفر لنا وترحمنا لنكونن من الخاسرين، ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار. Ya Tuhanku, Engkau telah memuliakan kami, maka segala puji bagi-Mu, telah memberi rezeki kepada kami, maka segala puji bagi-Mu, telah menutup aib kami, maka segala puji bagi bagi-Mu, segala puji hanya bagi-Mu selama-lamanya. Ya Allah, kami berlindung kepada-Mu dari lenyapnya kenikmatan-Mu, berubahnya keselamatan-Mu, mendadaknya azab-Mu, dan segala kemurkaan-Mu! Ya Allah, sembuhkanlah orang-orang sakit di antara kami, rahmatilah orang-orang yang telah wafat di antara kami, sampaikanlah kami pada harapan-harapan kami yang Engkau ridhai, dan tutuplah usia kami dengan amal saleh. Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami, dan apabila Engkau tidak mengampuni dan merahmati kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang merugi. Ya Tuhan kami, berilah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka. Sumber: https://www.alukah.net/sharia/1001/164615/بين-سفر-الدنيا-وسفر-الآخرة/ Sumber artikel PDF 🔍 Tulisan In Shaa Allah, Ayat Kursi Gambar, Benarkah Saat Haid Tidak Boleh Keramas, Catur Haram, Cewek Tidur Ngangkang Visited 162 times, 1 visit(s) today Post Views: 144 QRIS donasi Yufid
بين سفر الدنيا وسفر الآخرة Oleh: Ridha Farhawi رضا فرحاوي الحمد لله الذي خلق فهدى، وأنعم وأسدى، أحمده تعالى وأشكره على آلائه التي لا نحصي لها عددًا، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، إلهًا واحدًا أحدًا، فردًا صمدًا، وأشهد أن نبينا محمدًا عبدُالله ورسوله، أكرِمْ به رسولًا وعبدًا، صلى الله وسلم وبارك عليه، وعلى آله وأصحابه، الذين أكسبهم شرفًا ومجدًا، والتابعين ومن تبعهم بأمثل طريقة، وأقوم سبيل وأهدى؛ أما بعدُ: فلا تمشِ يومًا في ثياب مَخْيَلة فإنك من طينٍ خُلقتَ وماءِ  أزور قبور المترفين فلا أرى بهاءً وكانوا قبلُ أهلَ بهاءِ  يعزُّ دفاع الموت عن كل حيلة ويعيا بداء الموت كل دواءِ  أمامك يا نومانُ دارُ سعادةٍ يدوم البقا فيها ودار شقاءِ  خُلقتَ لإحدى الغايتين فلا تَنَمْ وكُنْ بين خوف منهما ورجاءِ Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang telah menciptakan, lalu memberi petunjuk dan melimpahkan kenikmatan. Saya haturkan puji syukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas nikmat-nikmat-Nya yang tidak terhitung jumlahnya. Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah Subhanahu Wa Ta’ala semata yang tidak memiliki sekutu, Tuhan Yang Maha Esa Yang menjadi tempat bergantung. Saya juga bersaksi bahwa Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah hamba dan rasul Allah, sungguh rasul dan hamba yang paling mulia, semoga salawat, salam, dan keberkahan selalu tercurah kepada beliau, dan kepada keluarga dan para sahabat – yang beliau tularkan kemuliaan kepada mereka – serta para Tabi’in dan orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan sebaik-baiknya dan menapaki jalan yang berpetunjuk. Amma ba’du: فَلَا تَمْشِ يَوْمًا فِي ثِيَابِ مَخِيلَة فَإِنَّكَ مِنْ طِينٍ خُلِقَْتَ وَمَاءِ Jangan pernah berjalan dengan penuh kesombongan Karena kamu tercipta dari tanah dan air أَزُورُ قُبُورَ الْمُتْرَفِينَ فَلَا أَرَى بَهَاءً وَكَانُوا قَبْلُ أَهْلَ بَهَاء Saya mengunjungi kuburan orang-orang yang hidup mewah, tapi tidak melihat. Kemewahan, padahal dulu mereka berlimpah kemewahan يَعِزّ دِفَاعَ الْمَوْتِ عَنْ كُلِّ حِيلَة وَيَعْيا بِدَاءِ الْمَوْتِ كُلُّ دَوَاء Tidak mampu menolak kematian dengan segala cara Dan segala obat tidak dapat mengobati penyakit maut أَمَامَكَ يَا نَوْمَانُ دَارُ سَعَادَة يَدُومُ الْبَقَا فِيهَا وَدَارُ شَقَاء Di depanmu, wahai tukang tidur! Ada negeri kebahagiaan. Yang kekal abadi, juga negeri kesengsaraan. خُلِقَْتَ لِإِحْدَى الْغَايَتَيْنِ فَلَا تَنَمْ وَكُنْ بَيْنَ خَوْفِ مِنْهُمَا وَرَجَاء Kamu tercipta untuk salah satu tujuan itu, maka janganlah tidur! Dan tetaplah di antara takut dan harap terhadap keduanya! أيها الأحبة في الله: لي معكم اليوم ثلاث وقفات: أما الوقفة الأولى فهي: وقفة مع السفر: السفر سفران؛ فأعظم سفر هو سفر إلى الله والدار الآخرة، وإن من الأمور التي يوافقك عليها جميع المؤمنين، ولا يخالفك فيها أحد من المسلمين، أن هذه الدنيا إنما هي جسرٌ يعبره العابرون، ويجتازه المارُّون، قد قدموا من دار لينتقلوا إلى دار، قد قدموا من عالم العدم؛ لينتقلوا إلى دار الخلود: ﴿ هَلْ أَتَى عَلَى الْإِنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُنْ شَيْئًا مَذْكُورًا ﴾ [الإنسان: 1]، ويقول الله تعالى: ﴿ ثُمَّ رُدُّوا إِلَى اللَّهِ ﴾ [الأنعام: 62]، ثم هم إما إلى نعيم مقيم، أو جحيم أليم؛ قال العلي الخبير: ﴿ فَرِيقٌ فِي الْجَنَّةِ وَفَرِيقٌ فِي السَّعِيرِ ﴾ [الشورى: 7]، فنحن في هذه الدنيا في سفر دائم، لا أحد منا يعلم متى يُقال له: حطَّ رحالك، وودِّع أهلك ومالك، واعرض علينا أعمالك؛ عندئذٍ ينتهي السفر؛ قال تعالى: ﴿ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ ﴾ [الأعراف: 34]. ولئن كان السفر الذي نسافره في هذه الدنيا قطعةً من العذاب، فكيف بالسفر لملاقاة العزيز الوهاب؟! فالسفر شاقٌّ وطويل، والزاد ضئيل وقليل، ونهاية السفر، إما إلى نار وجحيم، وإما إلى جنات النعيم: فحيَّ على جنات عدن فإنها منازلُك الأولى وفيها المخيَّمُ  ولكننا سبيُ العدوِّ فهل ترى نعود إلى أوطاننا فنسلَمُ  فإن كنت لا تدري فتلك مصيبة وإن كنت تدري فالمصيبة أعظمُ Wahai saudara-saudara yang saya cintai karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala! Pada kesempatan ini, saya akan menyampaikan tiga pembahasan kepada kalian: Pembahasan pertama: jenis perjalanan Perjalanan kita terdiri atas dua perjalanan, dan yang paling agung adalah perjalanan menuju Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan negeri akhirat.  Suatu hal yang seluruh kaum Mukminin pasti bersepakat denganmu tanpa ada yang menyelisihinya adalah bahwa dunia ini merupakan jembatan yang diseberangi dan dilalui oleh manusia, mereka datang dari suatu kehidupan dan berpindah ke kehidupan lainnya, karena datang dari negeri yang fana menuju negeri yang kekal. “Bukankah telah datang kepada manusia suatu waktu dari masa yang ia belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?” (QS. Al-Insan: 1). Allah Subhanahu Wa Ta’ala juga berfirman: “Kemudian mereka dikembalikan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala” (QS. Al-An’am: 62).  Setelah itu, antara mereka menuju kenikmatan yang kekal atau azab yang pedih. Allah Subhanahu Wa Ta’ala Yang Maha Tinggi dan Maha Mengetahui berfirman: “Satu golongan di surga dan satu golongan di neraka yang menyala-nyala.” (QS. Asy-Syura: 7). Kita di dunia ini sedang dalam perjalanan yang tiada henti. Tidak ada seorang pun dari kita yang mengetahui kapan akan dikatakan kepadanya, “Turunkan barang-barangmu, sampaikan perpisahan dengan keluarga dan hartamu, dan serahkan kepada kami amalan-amalanmu.” Ketika itulah perjalanan di dunia usai, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “Jika ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan sesaat pun dan tidak dapat (pula) meminta percepatan.” (QS. Al-A’raf: 34). Sungguh perjalanan yang kita lakukan di dunia ini sudah menjadi potongan dari siksaan, lalu bagaimana lagi dengan perjalanan untuk berjumpa dengan Yang Maha Perkasa dan Maha Pemberi karunia? Perjalanan ini amatlah berat dan panjang, sedangkan perbekalan masih sedikit dan terbatas. Lalu ujung dari perjalanan ini antara menuju neraka dan siksaan, atau menuju surga yang penuh dengan kenikmatan. فَحَيَّ عَلَى جَنَّاتِ عَدْنٍ فَإِنَّهَا مَنَازِلُكَ الْأُولَى وَفِيْهَا الْمُخَيَّمُ Marilah menuju surga Adn, karena ia adalah Tempat asalmu, dan di dalamnya terdapat kemah وَلَكِنَّنَا سَبِيُ الْعَدُوِّ فَهْلْ تَرَى نَعُودُ إِلَى أَوْطَانِنَا فَنَسْلَمُ Namun kita tersandera oleh musuh, apakah menurutmu Kita dapat kembali ke tanah air kita dengan selamat? فَإِنْ كُنْتَ لاَ تَدْرِي فَتِلْكَ مُصِيْبَةٌ وَإِنْ كُنْتَ تَدْرِي فَالْمُصِيْبَةُ أَعْظَمُ Apabila kamu tidak mengetahuinya, maka itu musibah Dan apabila kamu mengetahui, maka itu musibah lebih besar lagi والنوع الثاني من السفر: سفر راحةٍ واستجمام، فسافر لترى البُلدان والأمصار، سافر لترى العجائب والآثار: تلك الطبيعةُ قِفْ بنا يا سارِ حتى أريَك بديع صنع الباري  فالأرض حولك والسماء اهتزَّتا لروائع الآيات والآثارِ  الماء الذي لا يجري يتغير ويحمل الأنجاس، والشمس لو بقيت واقفة في السماء لملَّها الناس، والأُسْدُ لولا فراقُ الغاب ما افترست، والسهم لولا فراق القوس لم يُصِب. فمن آداب السفر ألَّا تسافر إلى بلدان مشبوهة، وأماكن بالفساد معروفة، فهذا ليس سفرَ طاعةٍ، بل هو سفر معصية، وكل لحظة تقضيها في تلك البلدان، فأنت في سخط وغضب من الواحد الديان، ألَا تخشى أن تُقبَضَ روحك هناك، وأن تموت في سخط ومعصية مولاك: مشيناها خطًى كُتِبت علينا ومن كُتبت عليه خطًى مشاها  ومن كانت منيَّتُه بأرضٍ فليس يموت في أرضٍ سواها Sedangkan jenis kedua yaitu perjalanan untuk rekreasi. Lakukanlah perjalanan, agar dapat melihat berbagai negeri! Lakukanlah perjalanan, agar dapat melihat berbagai keajaiban dan peninggalan. تِلْكَ الطَّبِيْعَةُ قِفْ بِنَا يَا سَارِِ حَتَّى أُرِيَكَ بَدِيْعَ صُنْعِ الْبَارِي  Inilah alam, berhentilah sejenak bersama kami, wahai musafir! Agar Kutunjukkan kepadamu keajaiban ciptaan Sang Pencipta فَالْأَرْضُ حَوْلَكَ وَالسَّمَاءُ اهْتَزَّتَا لِرَوَائِعِ الْآيَاتِ وَالآثَارِِ Bumi di sekelilingmu dan langit bergetar Karena luar biasanya tanda-tanda kekuasaan dan penciptaan-Nya Air yang tidak mengalir akan berbau dan menampung banyak najis, seandainya matahari diam di tempat pasti manusia bosan padanya, seandainya singa-singa tidak meninggalkan liangnya pasti tidak bisa mendapatkan mangsa, dan seandainya anak panah tidak meninggalkan busurnya pasti tidak akan menepati sasarannya. Di antara adab bepergian adalah tidak pergi ke negeri yang banyak syubhat di dalamnya, dan tempat-tempat yang dikenal dengan kerusakannya. Ini bukanlah perjalanan untuk ketaatan, tapi justru perjalanan untuk kemaksiatan. Setiap saat yang kamu lalui di negeri-negeri seperti itu, kamu berada dalam kemarahan dan kemurkaan Sang Kuasa. Tidakkah kamu takut nyawamu dicabut di sana, dan meninggal dunia dalam kemurkaan dan kemaksiatan terhadap Tuhanmu? مَشَيْنَاهَا خُطًى كُتِبَتْ عَلَيْنَا وَمَنْ كُتِبَتْ عَلَيْهِ خُطًى مَشَاهَا  Dicatat atas kami, langkah-langkah yang kita ayunkan Juga dicatat bagi pelakunya, setiap langkah yang dia ayunkan وَمَنْ كَانَتْ مَنِيَّتُهُ بِأَرْضٍ فَلَيْسَ يَمُوتُ فِي أَرْضٍ سِوَاهَا Siapa yang kematiannya telah ditetapkan di suatu negeri Maka tidak akan mati di negeri lainnya الوقفة الثانية: مع سفر المعصية: السفر إلى شواطئ العُرْيِ والفجور، وإلى أماكن التبرج والسُّفور، منكرات مخزية ومبكية، نراها في شواطئنا البحرية، فما يحدث على شواطئنا منكَرٌ، لا يرضاه عاقل ولا رب البشر، الله تبارك وتعالى سخر لنا البحر وجعله نعمة، بل هو آية من آياته ومنة؛ مناظر لغروب الشمس جميلة، ولوحة يرسمها المبدع كل ليلة، مياه ورمال، حسن وجمال؛ قال تعالى: ﴿ اللَّهُ الَّذِي سَخَّرَ لَكُمُ الْبَحْرَ لِتَجْرِيَ الْفُلْكُ فِيهِ بِأَمْرِهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ ﴾ [الجاثية: 12]، ولكن مع كل أسف، جاء الإنسان فأفسد، وعصى الواحد الأحد؛ اختلاط وفجور، عُرْي وسفور: فيا عجبًا كيف يُعصَى الإله أم كيف يجحده الجاحدُ  وله في كل شيء آية تدل على أنه واحدُ Pembahasan kedua: perjalanan untuk kemaksiatan Perjalanan menuju pantai dan tempat-tempat terpampangnya aurat dan menyimpang dari kehormatan diri merupakan kemungkaran yang hina dan menyedihkan. Pemandangan ini dapat kita saksikan di pantai-pantai laut kita. Apa yang ada di pantai-pantai itu merupakan kemungkaran, tidak akan diterima oleh akal sehat, terlebih lagi oleh Tuhan segenap manusia. Allah Subhanahu Wa Ta’ala menciptakan laut bagi kita dan menjadikannya sebagai kenikmatan. Ia merupakan salah satu tanda kekuasaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan karunia-Nya. Pemandangan matahari tenggelam yang begitu indah, kanvas yang dilukis oleh Sang Pencipta setiap malam menjelang. Juga air dan pasirnya, sungguh keindahan yang mempesona. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: اللَّهُ الَّذِي سَخَّرَ لَكُمُ الْبَحْرَ لِتَجْرِيَ الْفُلْكُ فِيهِ بِأَمْرِهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ “Allahlah yang telah menundukkan laut untukmu agar kapal-kapal dapat berlayar di atasnya dengan perintah-Nya, agar kamu dapat mencari sebagian karunia-Nya, dan agar kamu bersyukur.” (QS. Al-Jatsiyah: 12). Namun, sangat disayangkan, manusia hadir dan berbuat kerusakan di sana, melakukan kemaksiatan terhadap Sang Kuasa, bercampur-baur laki-laki dan perempuan, perbuatan keji, pengumbaran aurat, dan tindakan-tindakan asusila lainnya. فَيَا عَجَبًا كَيْفَ يُعْصَى الْإِلَهُ أَمْ كَيْفَ يَجْحَدُهُ اْلجَاحِدُ  Sungguh mengherankan, bagaimana Tuhan dimaksiati Dan bagaimana ada orang yang mengingkari-Nya? وَلَهُ فِي كُلِّ شَيءٍ آيَةٌ تَدُلُّ عَلَى أَنَّهُ وَاحِدُ Padahal, dalam segala hal terdapat tanda kekuasaan-Nya Yang menunjukkan bahwa Dialah Yang Maha Esa أسر تزعُم أنها مسلمة متمسكة بدينها، تتفنن نساؤها وبناتها في إبراز مفاتنها، أين المروءة؟ أين الرجولة؟ ما هذه المنكرات؟ أين الشهامة؟ أين الغَيرة على الحُرُمات؟ رجل يسبح شبه عارٍ أمام بناته، أمٌّ تسبح شبه عارية أمام أبنائها، وبنت تفنَّنت في إبراز مفاتنها؛ جاء في مسند الإمام أحمد عن أم الدرداء رضي الله عنها، قالت: ((خرجتُ من الحمَّام، فلقِيَني النبي صلى الله عليه وسلم فقال: من أين يا أم الدرداء؟ فقالت: من الحمام، فقال: والذي نفسي بيده، ما من امرأة تنزِع ثيابها في غير بيت أحد من أمهاتها، إلا وهي هاتكةٌ كلَّ سترٍ بينها وبين الرحمن عز وجل)). هذا حمام فقط، قال فيه ما قال، فكيف بالتي تنزع ثيابها في الشواطئ أمام الرجال؟ عيون للشباب تترصدها، وقلوب مريضة تنهَش جسدها، سقط الحياء، وهُتِكَ السِّتار، وغضِبَ الجبَّار. Ada banyak keluarga yang mengaku sebagai keluarga Muslim dan teguh berpegang pada agamanya, tapi istri dan putri-putrinya menebar fitnah dengan menampakkan auratnya. Di mana harga diri? Di mana kejantanan suami? Mengapa terjadi berbagai kemungkaran ini? Di mana kehormatan diri? Di mana kecemburuan terhadap hal-hal yang terhormat? Ada ayah yang berenang setengah telanjang di depan putri-putrinya, ibu berenang setengah telanjang di hadapan putra-putranya, dan putri yang menebar fitnah dengan mengumbar auratnya! Diriwayatkan dalam Musnad Imam Ahmad dari Ummu ad-Darda Radhiyallahu ‘anha, ia menceritakan, “Aku pernah pulang dari pemandian umum. Lalu aku berpapasan dengan Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam dan beliau pun bertanya, ‘Dari mana, wahai Ummu Ad-Darda?’ Aku menjawab, ‘Dari pemandian umum.’ Beliau lalu bersabda, ‘Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya! Tidaklah ada seorang wanita yang melepas pakaiannya selain di rumah salah satu ibunya, melainkan ia telah merenggut seluruh penutup antara dirinya dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.’” (HR. Ahmad). Di pemandian umum saja, Nabi mengucapkan hal yang demikian, lalu bagaimana dengan wanita yang melepas pakaiannya di pantai-pantai di hadapan para pria? Mata para pemuda mengamatinya dan hati-hati yang berpenyakit melahap jasadnya, telah runtuh rasa malu, telah terenggut tabir, dan telah murka Sang Kuasa. الوقفة الثالثة: رسالة شكر وعتاب للشابات والشباب: أما شكري، فأوجِّهه لمن عرَف ربَّه، وسلك طريقه ودربه: أُهْدِي الشباب تحية الإكبار هم كَنْزُنا الغالي وسرُّ فَخاري  هل كان أصحاب النبي محمدٍ إلا شبابًا شامخَ الأفكارِ   أيها الشاب، انتبِهْ؛ فالشباب فترة تمر ولا تعود، ومرحلة للنجاح والصعود، الشباب ساعة، فاغتنمها في الطاعة، الشباب قوة، فلا تفسدها في الشهوة، الشباب مرحلة ستُسأل عنها فيما قضيتها، وفيما أفنيتها، الشاب المسلم لا يعرف الفراغ؛ فهو يستغل وقته قدر المستطاع، الشباب عافية وصحة كأنها تاج من ذهب، والكل حتمًا سيزول ويذهب، أيها الشاب، اغتنم شبابك قبل الهَرَمِ، فسيأتي يومًا على شبابك ستندم، لو سألتَ شيخًا: ماذا تتمنى؟ لتمنَّى أن يعيش يومًا من شبابه، يومًا من عافيته وصحته وقوته، يومًا بلا أمراض ولا آلام، يومًا بلا تعب ولا أسقام، يومًا يستطيع فيه أن يقف على قدميه، أن يمشي أن يجري، فهذا أقصى أمانيه. Pembahasan ketiga: ucapan rasa syukur sekaligus kritik bagi para pemuda-pemudi Adapun rasa syukurku saya tujukan kepada pemuda dan pemudi yang mengenal Tuhannya dan menempuh jalan-Nya: أُهْدِي الشَّبَابَ تَحِيَّةَ الْإِكْبَارِ هُمْ كَنْزُنَا الْغَالِي وَسِرُّ فَخَارَي  Saya hadiahkan bagi para pemuda salam hormatku Merekalah harta simpanan kita yang berharga dan rahasia rasa banggaku هَلْ كَانَ أَصْحَابُ النَّبِي مُحَمّدٍ إِلَّا شَبَابًا شَامِخَ الْأَفْكَارِِ Bukankah para sahabat Nabi Muhammad dahulu Tidak lain adalah para pemuda yang berpikiran luhur Wahai para pemuda, waspadalah! karena masa muda adalah masa yang akan berlalu dan tidak akan kembali. Fase untuk meraih kesuksesan dan kebangkitan. Masa muda hanya sekejap, maka manfaatkanlah untuk berbuat taat. Masa muda adalah masa kuat, maka jangan merusaknya dalam syahwat. Masa muda adalah fase hidup yang akan dimintai pertanggungjawabannya, untuk apa digunakan dan dalam hal apa dihabiskan. Pemuda Muslim tidak mengenal waktu kosong, karena ia akan memanfaatkan waktunya sebaik mungkin. Masa muda adalah masa sehat, seakan-akan ia adalah mahkota emas. Namun, semua itu akan hilang dan lenyap. Wahai para pemuda, manfaatkanlah masa mudamu sebelum masa tua, karena akan datang hari ketika kamu menyesali masa mudamu. Seandainya kamu bertanya orang yang sudah sepuh, “Apa yang Anda harapkan?” Pasti dia berharap dapat hidup sehari lagi di masa mudanya, hidup sehari dengan kesehatan dan kekuatannya, sehari tanpa penyakit dan rasa sakit, sehari tanpa rasa letih dan perih, sehari yang dia mampu berdiri dengan dua kakinya, berjalan dan berlari. Inilah puncak angan-angannya. أما عتابي فإليك أيها الشاب، يا من فتَّشنا عنك في المسجد فما وجدناك، وبحثنا عنك بين الصفوف فما رأيناك، زُرْتَنا في رمضان والآن هجرتنا، سُرِرْنا بإقبالك في تلك الأيام والآن أحزنتنا، مكان سجودك اشتاق إليك، والمؤذِّن خمس مرات في اليوم يناديك، أقْبِلْ على ربِّك، أقبِل على الفلاح، أقبل على سعادتك، فهنا السر، وهنا المفتاح؛ مفتاح سعادتك في خطوات تمشيها، ودقائق في بيت الله تقضيها. أيها الشاب، إياك وأصدقاءَ السوء، أصحابك جنتك، وأصحابك نارك، فاختر بين أصحاب وأصحاب، فالنار دركات، والجنة درجات وأبواب، صاحبك قد يكون طريقك إلى الجنة؛ فبه تسعَد والله عنك يرضى، وقد يكون طريقك إلى النار فبه تخسر وتشقى. أنت في نعمة أيها الشاب؛ ﴿ وَمَنْ يُبَدِّلْ نِعْمَةَ اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُ فَإِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ ﴾ [البقرة: 211]. Adapun kritikku kepadamu, wahai pemuda! Wahai orang yang kami cari di masjid tapi kami tidak menemukannya! Kami cari di antara shaf-shaf salat tapi kami tidak melihatnya! Kamu mengunjungi kami pada bulan Ramadhan, tapi sekarang kami campakkan kami lagi. Kami bahagia dengan kehadiranmu pada masa-masa itu, tapi sekarang kami bersedih kembali. Tempat sujudmu sudah rindu padamu. Muazin yang mengumandangkan azan lima kali sehari itu memanggilmu.  Kembalilah kepada Tuhanmu! Sambutlah kesuksesanmu! Datanglah menuju kebahagiaanmu! Di sinilah rahasianya, dan di sinilah kuncinya, kunci kebahagiaanmu ada di setiap langkah yang kamu ayunkan menuju masjid dan setiap menit yang kamu habiskan di Rumah Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Wahai pemuda, jauhilah teman-teman yang buruk, karena temanmu adalah surgamu, atau sebaliknya, temanmu adalah nerakamu, maka pilihlah teman yang baik di antara teman-teman itu. Neraka itu punya tingkat-tingkat kedalaman, dan surga juga punya tingkat-tingkat derajat dan punya pintu-pintu. Temanmu bisa jadi adalah jalanmu menuju surga, sehingga dengannyalah kamu dapat bahagia dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dapat ridha kepadamu. Temanmu juga bisa menjadi jalanmu menuju neraka, sehingga dengannyalah kamu merugi dan sengsara. Kamu sekarang berada dalam kenikmatan, wahai pemuda! “Dan siapa yang menukar nikmat Allah (dengan kekufuran) setelah (nikmat itu) datang kepadanya, sesungguhnya Allah Maha Keras hukuman-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 211). يا رب، أكرمتنا فلك الحمد، ورزقتنا فلك الحمد، وعافَيْتَنا فلك الحمد، وسترتنا فلك الحمد، فلك الحمد دائمًا وأبدًا. اللهم إنا نعوذ بك من زوال نعمتك، وتحوُّل عافيتك، وفُجاءة نقمتك، وجميع سخطك، اللهم اشفِ مرضانا، وارحم موتانا، وبلغنا فيما يرضيك آمالنا، واختم بالصالحات أعمالنا، ربنا ظلمنا أنفسنا وإن لم تغفر لنا وترحمنا لنكونن من الخاسرين، ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار. Ya Tuhanku, Engkau telah memuliakan kami, maka segala puji bagi-Mu, telah memberi rezeki kepada kami, maka segala puji bagi-Mu, telah menutup aib kami, maka segala puji bagi bagi-Mu, segala puji hanya bagi-Mu selama-lamanya. Ya Allah, kami berlindung kepada-Mu dari lenyapnya kenikmatan-Mu, berubahnya keselamatan-Mu, mendadaknya azab-Mu, dan segala kemurkaan-Mu! Ya Allah, sembuhkanlah orang-orang sakit di antara kami, rahmatilah orang-orang yang telah wafat di antara kami, sampaikanlah kami pada harapan-harapan kami yang Engkau ridhai, dan tutuplah usia kami dengan amal saleh. Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami, dan apabila Engkau tidak mengampuni dan merahmati kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang merugi. Ya Tuhan kami, berilah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka. Sumber: https://www.alukah.net/sharia/1001/164615/بين-سفر-الدنيا-وسفر-الآخرة/ Sumber artikel PDF 🔍 Tulisan In Shaa Allah, Ayat Kursi Gambar, Benarkah Saat Haid Tidak Boleh Keramas, Catur Haram, Cewek Tidur Ngangkang Visited 162 times, 1 visit(s) today Post Views: 144 QRIS donasi Yufid


بين سفر الدنيا وسفر الآخرة Oleh: Ridha Farhawi رضا فرحاوي الحمد لله الذي خلق فهدى، وأنعم وأسدى، أحمده تعالى وأشكره على آلائه التي لا نحصي لها عددًا، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، إلهًا واحدًا أحدًا، فردًا صمدًا، وأشهد أن نبينا محمدًا عبدُالله ورسوله، أكرِمْ به رسولًا وعبدًا، صلى الله وسلم وبارك عليه، وعلى آله وأصحابه، الذين أكسبهم شرفًا ومجدًا، والتابعين ومن تبعهم بأمثل طريقة، وأقوم سبيل وأهدى؛ أما بعدُ: فلا تمشِ يومًا في ثياب مَخْيَلة فإنك من طينٍ خُلقتَ وماءِ  أزور قبور المترفين فلا أرى بهاءً وكانوا قبلُ أهلَ بهاءِ  يعزُّ دفاع الموت عن كل حيلة ويعيا بداء الموت كل دواءِ  أمامك يا نومانُ دارُ سعادةٍ يدوم البقا فيها ودار شقاءِ  خُلقتَ لإحدى الغايتين فلا تَنَمْ وكُنْ بين خوف منهما ورجاءِ Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang telah menciptakan, lalu memberi petunjuk dan melimpahkan kenikmatan. Saya haturkan puji syukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas nikmat-nikmat-Nya yang tidak terhitung jumlahnya. Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah Subhanahu Wa Ta’ala semata yang tidak memiliki sekutu, Tuhan Yang Maha Esa Yang menjadi tempat bergantung. Saya juga bersaksi bahwa Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah hamba dan rasul Allah, sungguh rasul dan hamba yang paling mulia, semoga salawat, salam, dan keberkahan selalu tercurah kepada beliau, dan kepada keluarga dan para sahabat – yang beliau tularkan kemuliaan kepada mereka – serta para Tabi’in dan orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan sebaik-baiknya dan menapaki jalan yang berpetunjuk. Amma ba’du: فَلَا تَمْشِ يَوْمًا فِي ثِيَابِ مَخِيلَة فَإِنَّكَ مِنْ طِينٍ خُلِقَْتَ وَمَاءِ Jangan pernah berjalan dengan penuh kesombongan Karena kamu tercipta dari tanah dan air أَزُورُ قُبُورَ الْمُتْرَفِينَ فَلَا أَرَى بَهَاءً وَكَانُوا قَبْلُ أَهْلَ بَهَاء Saya mengunjungi kuburan orang-orang yang hidup mewah, tapi tidak melihat. Kemewahan, padahal dulu mereka berlimpah kemewahan يَعِزّ دِفَاعَ الْمَوْتِ عَنْ كُلِّ حِيلَة وَيَعْيا بِدَاءِ الْمَوْتِ كُلُّ دَوَاء Tidak mampu menolak kematian dengan segala cara Dan segala obat tidak dapat mengobati penyakit maut أَمَامَكَ يَا نَوْمَانُ دَارُ سَعَادَة يَدُومُ الْبَقَا فِيهَا وَدَارُ شَقَاء Di depanmu, wahai tukang tidur! Ada negeri kebahagiaan. Yang kekal abadi, juga negeri kesengsaraan. خُلِقَْتَ لِإِحْدَى الْغَايَتَيْنِ فَلَا تَنَمْ وَكُنْ بَيْنَ خَوْفِ مِنْهُمَا وَرَجَاء Kamu tercipta untuk salah satu tujuan itu, maka janganlah tidur! Dan tetaplah di antara takut dan harap terhadap keduanya! أيها الأحبة في الله: لي معكم اليوم ثلاث وقفات: أما الوقفة الأولى فهي: وقفة مع السفر: السفر سفران؛ فأعظم سفر هو سفر إلى الله والدار الآخرة، وإن من الأمور التي يوافقك عليها جميع المؤمنين، ولا يخالفك فيها أحد من المسلمين، أن هذه الدنيا إنما هي جسرٌ يعبره العابرون، ويجتازه المارُّون، قد قدموا من دار لينتقلوا إلى دار، قد قدموا من عالم العدم؛ لينتقلوا إلى دار الخلود: ﴿ هَلْ أَتَى عَلَى الْإِنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُنْ شَيْئًا مَذْكُورًا ﴾ [الإنسان: 1]، ويقول الله تعالى: ﴿ ثُمَّ رُدُّوا إِلَى اللَّهِ ﴾ [الأنعام: 62]، ثم هم إما إلى نعيم مقيم، أو جحيم أليم؛ قال العلي الخبير: ﴿ فَرِيقٌ فِي الْجَنَّةِ وَفَرِيقٌ فِي السَّعِيرِ ﴾ [الشورى: 7]، فنحن في هذه الدنيا في سفر دائم، لا أحد منا يعلم متى يُقال له: حطَّ رحالك، وودِّع أهلك ومالك، واعرض علينا أعمالك؛ عندئذٍ ينتهي السفر؛ قال تعالى: ﴿ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ ﴾ [الأعراف: 34]. ولئن كان السفر الذي نسافره في هذه الدنيا قطعةً من العذاب، فكيف بالسفر لملاقاة العزيز الوهاب؟! فالسفر شاقٌّ وطويل، والزاد ضئيل وقليل، ونهاية السفر، إما إلى نار وجحيم، وإما إلى جنات النعيم: فحيَّ على جنات عدن فإنها منازلُك الأولى وفيها المخيَّمُ  ولكننا سبيُ العدوِّ فهل ترى نعود إلى أوطاننا فنسلَمُ  فإن كنت لا تدري فتلك مصيبة وإن كنت تدري فالمصيبة أعظمُ Wahai saudara-saudara yang saya cintai karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala! Pada kesempatan ini, saya akan menyampaikan tiga pembahasan kepada kalian: Pembahasan pertama: jenis perjalanan Perjalanan kita terdiri atas dua perjalanan, dan yang paling agung adalah perjalanan menuju Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan negeri akhirat.  Suatu hal yang seluruh kaum Mukminin pasti bersepakat denganmu tanpa ada yang menyelisihinya adalah bahwa dunia ini merupakan jembatan yang diseberangi dan dilalui oleh manusia, mereka datang dari suatu kehidupan dan berpindah ke kehidupan lainnya, karena datang dari negeri yang fana menuju negeri yang kekal. “Bukankah telah datang kepada manusia suatu waktu dari masa yang ia belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?” (QS. Al-Insan: 1). Allah Subhanahu Wa Ta’ala juga berfirman: “Kemudian mereka dikembalikan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala” (QS. Al-An’am: 62).  Setelah itu, antara mereka menuju kenikmatan yang kekal atau azab yang pedih. Allah Subhanahu Wa Ta’ala Yang Maha Tinggi dan Maha Mengetahui berfirman: “Satu golongan di surga dan satu golongan di neraka yang menyala-nyala.” (QS. Asy-Syura: 7). Kita di dunia ini sedang dalam perjalanan yang tiada henti. Tidak ada seorang pun dari kita yang mengetahui kapan akan dikatakan kepadanya, “Turunkan barang-barangmu, sampaikan perpisahan dengan keluarga dan hartamu, dan serahkan kepada kami amalan-amalanmu.” Ketika itulah perjalanan di dunia usai, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “Jika ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan sesaat pun dan tidak dapat (pula) meminta percepatan.” (QS. Al-A’raf: 34). Sungguh perjalanan yang kita lakukan di dunia ini sudah menjadi potongan dari siksaan, lalu bagaimana lagi dengan perjalanan untuk berjumpa dengan Yang Maha Perkasa dan Maha Pemberi karunia? Perjalanan ini amatlah berat dan panjang, sedangkan perbekalan masih sedikit dan terbatas. Lalu ujung dari perjalanan ini antara menuju neraka dan siksaan, atau menuju surga yang penuh dengan kenikmatan. فَحَيَّ عَلَى جَنَّاتِ عَدْنٍ فَإِنَّهَا مَنَازِلُكَ الْأُولَى وَفِيْهَا الْمُخَيَّمُ Marilah menuju surga Adn, karena ia adalah Tempat asalmu, dan di dalamnya terdapat kemah وَلَكِنَّنَا سَبِيُ الْعَدُوِّ فَهْلْ تَرَى نَعُودُ إِلَى أَوْطَانِنَا فَنَسْلَمُ Namun kita tersandera oleh musuh, apakah menurutmu Kita dapat kembali ke tanah air kita dengan selamat? فَإِنْ كُنْتَ لاَ تَدْرِي فَتِلْكَ مُصِيْبَةٌ وَإِنْ كُنْتَ تَدْرِي فَالْمُصِيْبَةُ أَعْظَمُ Apabila kamu tidak mengetahuinya, maka itu musibah Dan apabila kamu mengetahui, maka itu musibah lebih besar lagi والنوع الثاني من السفر: سفر راحةٍ واستجمام، فسافر لترى البُلدان والأمصار، سافر لترى العجائب والآثار: تلك الطبيعةُ قِفْ بنا يا سارِ حتى أريَك بديع صنع الباري  فالأرض حولك والسماء اهتزَّتا لروائع الآيات والآثارِ  الماء الذي لا يجري يتغير ويحمل الأنجاس، والشمس لو بقيت واقفة في السماء لملَّها الناس، والأُسْدُ لولا فراقُ الغاب ما افترست، والسهم لولا فراق القوس لم يُصِب. فمن آداب السفر ألَّا تسافر إلى بلدان مشبوهة، وأماكن بالفساد معروفة، فهذا ليس سفرَ طاعةٍ، بل هو سفر معصية، وكل لحظة تقضيها في تلك البلدان، فأنت في سخط وغضب من الواحد الديان، ألَا تخشى أن تُقبَضَ روحك هناك، وأن تموت في سخط ومعصية مولاك: مشيناها خطًى كُتِبت علينا ومن كُتبت عليه خطًى مشاها  ومن كانت منيَّتُه بأرضٍ فليس يموت في أرضٍ سواها Sedangkan jenis kedua yaitu perjalanan untuk rekreasi. Lakukanlah perjalanan, agar dapat melihat berbagai negeri! Lakukanlah perjalanan, agar dapat melihat berbagai keajaiban dan peninggalan. تِلْكَ الطَّبِيْعَةُ قِفْ بِنَا يَا سَارِِ حَتَّى أُرِيَكَ بَدِيْعَ صُنْعِ الْبَارِي  Inilah alam, berhentilah sejenak bersama kami, wahai musafir! Agar Kutunjukkan kepadamu keajaiban ciptaan Sang Pencipta فَالْأَرْضُ حَوْلَكَ وَالسَّمَاءُ اهْتَزَّتَا لِرَوَائِعِ الْآيَاتِ وَالآثَارِِ Bumi di sekelilingmu dan langit bergetar Karena luar biasanya tanda-tanda kekuasaan dan penciptaan-Nya Air yang tidak mengalir akan berbau dan menampung banyak najis, seandainya matahari diam di tempat pasti manusia bosan padanya, seandainya singa-singa tidak meninggalkan liangnya pasti tidak bisa mendapatkan mangsa, dan seandainya anak panah tidak meninggalkan busurnya pasti tidak akan menepati sasarannya. Di antara adab bepergian adalah tidak pergi ke negeri yang banyak syubhat di dalamnya, dan tempat-tempat yang dikenal dengan kerusakannya. Ini bukanlah perjalanan untuk ketaatan, tapi justru perjalanan untuk kemaksiatan. Setiap saat yang kamu lalui di negeri-negeri seperti itu, kamu berada dalam kemarahan dan kemurkaan Sang Kuasa. Tidakkah kamu takut nyawamu dicabut di sana, dan meninggal dunia dalam kemurkaan dan kemaksiatan terhadap Tuhanmu? مَشَيْنَاهَا خُطًى كُتِبَتْ عَلَيْنَا وَمَنْ كُتِبَتْ عَلَيْهِ خُطًى مَشَاهَا  Dicatat atas kami, langkah-langkah yang kita ayunkan Juga dicatat bagi pelakunya, setiap langkah yang dia ayunkan وَمَنْ كَانَتْ مَنِيَّتُهُ بِأَرْضٍ فَلَيْسَ يَمُوتُ فِي أَرْضٍ سِوَاهَا Siapa yang kematiannya telah ditetapkan di suatu negeri Maka tidak akan mati di negeri lainnya الوقفة الثانية: مع سفر المعصية: السفر إلى شواطئ العُرْيِ والفجور، وإلى أماكن التبرج والسُّفور، منكرات مخزية ومبكية، نراها في شواطئنا البحرية، فما يحدث على شواطئنا منكَرٌ، لا يرضاه عاقل ولا رب البشر، الله تبارك وتعالى سخر لنا البحر وجعله نعمة، بل هو آية من آياته ومنة؛ مناظر لغروب الشمس جميلة، ولوحة يرسمها المبدع كل ليلة، مياه ورمال، حسن وجمال؛ قال تعالى: ﴿ اللَّهُ الَّذِي سَخَّرَ لَكُمُ الْبَحْرَ لِتَجْرِيَ الْفُلْكُ فِيهِ بِأَمْرِهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ ﴾ [الجاثية: 12]، ولكن مع كل أسف، جاء الإنسان فأفسد، وعصى الواحد الأحد؛ اختلاط وفجور، عُرْي وسفور: فيا عجبًا كيف يُعصَى الإله أم كيف يجحده الجاحدُ  وله في كل شيء آية تدل على أنه واحدُ Pembahasan kedua: perjalanan untuk kemaksiatan Perjalanan menuju pantai dan tempat-tempat terpampangnya aurat dan menyimpang dari kehormatan diri merupakan kemungkaran yang hina dan menyedihkan. Pemandangan ini dapat kita saksikan di pantai-pantai laut kita. Apa yang ada di pantai-pantai itu merupakan kemungkaran, tidak akan diterima oleh akal sehat, terlebih lagi oleh Tuhan segenap manusia. Allah Subhanahu Wa Ta’ala menciptakan laut bagi kita dan menjadikannya sebagai kenikmatan. Ia merupakan salah satu tanda kekuasaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan karunia-Nya. Pemandangan matahari tenggelam yang begitu indah, kanvas yang dilukis oleh Sang Pencipta setiap malam menjelang. Juga air dan pasirnya, sungguh keindahan yang mempesona. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: اللَّهُ الَّذِي سَخَّرَ لَكُمُ الْبَحْرَ لِتَجْرِيَ الْفُلْكُ فِيهِ بِأَمْرِهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ “Allahlah yang telah menundukkan laut untukmu agar kapal-kapal dapat berlayar di atasnya dengan perintah-Nya, agar kamu dapat mencari sebagian karunia-Nya, dan agar kamu bersyukur.” (QS. Al-Jatsiyah: 12). Namun, sangat disayangkan, manusia hadir dan berbuat kerusakan di sana, melakukan kemaksiatan terhadap Sang Kuasa, bercampur-baur laki-laki dan perempuan, perbuatan keji, pengumbaran aurat, dan tindakan-tindakan asusila lainnya. فَيَا عَجَبًا كَيْفَ يُعْصَى الْإِلَهُ أَمْ كَيْفَ يَجْحَدُهُ اْلجَاحِدُ  Sungguh mengherankan, bagaimana Tuhan dimaksiati Dan bagaimana ada orang yang mengingkari-Nya? وَلَهُ فِي كُلِّ شَيءٍ آيَةٌ تَدُلُّ عَلَى أَنَّهُ وَاحِدُ Padahal, dalam segala hal terdapat tanda kekuasaan-Nya Yang menunjukkan bahwa Dialah Yang Maha Esa أسر تزعُم أنها مسلمة متمسكة بدينها، تتفنن نساؤها وبناتها في إبراز مفاتنها، أين المروءة؟ أين الرجولة؟ ما هذه المنكرات؟ أين الشهامة؟ أين الغَيرة على الحُرُمات؟ رجل يسبح شبه عارٍ أمام بناته، أمٌّ تسبح شبه عارية أمام أبنائها، وبنت تفنَّنت في إبراز مفاتنها؛ جاء في مسند الإمام أحمد عن أم الدرداء رضي الله عنها، قالت: ((خرجتُ من الحمَّام، فلقِيَني النبي صلى الله عليه وسلم فقال: من أين يا أم الدرداء؟ فقالت: من الحمام، فقال: والذي نفسي بيده، ما من امرأة تنزِع ثيابها في غير بيت أحد من أمهاتها، إلا وهي هاتكةٌ كلَّ سترٍ بينها وبين الرحمن عز وجل)). هذا حمام فقط، قال فيه ما قال، فكيف بالتي تنزع ثيابها في الشواطئ أمام الرجال؟ عيون للشباب تترصدها، وقلوب مريضة تنهَش جسدها، سقط الحياء، وهُتِكَ السِّتار، وغضِبَ الجبَّار. Ada banyak keluarga yang mengaku sebagai keluarga Muslim dan teguh berpegang pada agamanya, tapi istri dan putri-putrinya menebar fitnah dengan menampakkan auratnya. Di mana harga diri? Di mana kejantanan suami? Mengapa terjadi berbagai kemungkaran ini? Di mana kehormatan diri? Di mana kecemburuan terhadap hal-hal yang terhormat? Ada ayah yang berenang setengah telanjang di depan putri-putrinya, ibu berenang setengah telanjang di hadapan putra-putranya, dan putri yang menebar fitnah dengan mengumbar auratnya! Diriwayatkan dalam Musnad Imam Ahmad dari Ummu ad-Darda Radhiyallahu ‘anha, ia menceritakan, “Aku pernah pulang dari pemandian umum. Lalu aku berpapasan dengan Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam dan beliau pun bertanya, ‘Dari mana, wahai Ummu Ad-Darda?’ Aku menjawab, ‘Dari pemandian umum.’ Beliau lalu bersabda, ‘Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya! Tidaklah ada seorang wanita yang melepas pakaiannya selain di rumah salah satu ibunya, melainkan ia telah merenggut seluruh penutup antara dirinya dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.’” (HR. Ahmad). Di pemandian umum saja, Nabi mengucapkan hal yang demikian, lalu bagaimana dengan wanita yang melepas pakaiannya di pantai-pantai di hadapan para pria? Mata para pemuda mengamatinya dan hati-hati yang berpenyakit melahap jasadnya, telah runtuh rasa malu, telah terenggut tabir, dan telah murka Sang Kuasa. الوقفة الثالثة: رسالة شكر وعتاب للشابات والشباب: أما شكري، فأوجِّهه لمن عرَف ربَّه، وسلك طريقه ودربه: أُهْدِي الشباب تحية الإكبار هم كَنْزُنا الغالي وسرُّ فَخاري  هل كان أصحاب النبي محمدٍ إلا شبابًا شامخَ الأفكارِ   أيها الشاب، انتبِهْ؛ فالشباب فترة تمر ولا تعود، ومرحلة للنجاح والصعود، الشباب ساعة، فاغتنمها في الطاعة، الشباب قوة، فلا تفسدها في الشهوة، الشباب مرحلة ستُسأل عنها فيما قضيتها، وفيما أفنيتها، الشاب المسلم لا يعرف الفراغ؛ فهو يستغل وقته قدر المستطاع، الشباب عافية وصحة كأنها تاج من ذهب، والكل حتمًا سيزول ويذهب، أيها الشاب، اغتنم شبابك قبل الهَرَمِ، فسيأتي يومًا على شبابك ستندم، لو سألتَ شيخًا: ماذا تتمنى؟ لتمنَّى أن يعيش يومًا من شبابه، يومًا من عافيته وصحته وقوته، يومًا بلا أمراض ولا آلام، يومًا بلا تعب ولا أسقام، يومًا يستطيع فيه أن يقف على قدميه، أن يمشي أن يجري، فهذا أقصى أمانيه. Pembahasan ketiga: ucapan rasa syukur sekaligus kritik bagi para pemuda-pemudi Adapun rasa syukurku saya tujukan kepada pemuda dan pemudi yang mengenal Tuhannya dan menempuh jalan-Nya: أُهْدِي الشَّبَابَ تَحِيَّةَ الْإِكْبَارِ هُمْ كَنْزُنَا الْغَالِي وَسِرُّ فَخَارَي  Saya hadiahkan bagi para pemuda salam hormatku Merekalah harta simpanan kita yang berharga dan rahasia rasa banggaku هَلْ كَانَ أَصْحَابُ النَّبِي مُحَمّدٍ إِلَّا شَبَابًا شَامِخَ الْأَفْكَارِِ Bukankah para sahabat Nabi Muhammad dahulu Tidak lain adalah para pemuda yang berpikiran luhur Wahai para pemuda, waspadalah! karena masa muda adalah masa yang akan berlalu dan tidak akan kembali. Fase untuk meraih kesuksesan dan kebangkitan. Masa muda hanya sekejap, maka manfaatkanlah untuk berbuat taat. Masa muda adalah masa kuat, maka jangan merusaknya dalam syahwat. Masa muda adalah fase hidup yang akan dimintai pertanggungjawabannya, untuk apa digunakan dan dalam hal apa dihabiskan. Pemuda Muslim tidak mengenal waktu kosong, karena ia akan memanfaatkan waktunya sebaik mungkin. Masa muda adalah masa sehat, seakan-akan ia adalah mahkota emas. Namun, semua itu akan hilang dan lenyap. Wahai para pemuda, manfaatkanlah masa mudamu sebelum masa tua, karena akan datang hari ketika kamu menyesali masa mudamu. Seandainya kamu bertanya orang yang sudah sepuh, “Apa yang Anda harapkan?” Pasti dia berharap dapat hidup sehari lagi di masa mudanya, hidup sehari dengan kesehatan dan kekuatannya, sehari tanpa penyakit dan rasa sakit, sehari tanpa rasa letih dan perih, sehari yang dia mampu berdiri dengan dua kakinya, berjalan dan berlari. Inilah puncak angan-angannya. أما عتابي فإليك أيها الشاب، يا من فتَّشنا عنك في المسجد فما وجدناك، وبحثنا عنك بين الصفوف فما رأيناك، زُرْتَنا في رمضان والآن هجرتنا، سُرِرْنا بإقبالك في تلك الأيام والآن أحزنتنا، مكان سجودك اشتاق إليك، والمؤذِّن خمس مرات في اليوم يناديك، أقْبِلْ على ربِّك، أقبِل على الفلاح، أقبل على سعادتك، فهنا السر، وهنا المفتاح؛ مفتاح سعادتك في خطوات تمشيها، ودقائق في بيت الله تقضيها. أيها الشاب، إياك وأصدقاءَ السوء، أصحابك جنتك، وأصحابك نارك، فاختر بين أصحاب وأصحاب، فالنار دركات، والجنة درجات وأبواب، صاحبك قد يكون طريقك إلى الجنة؛ فبه تسعَد والله عنك يرضى، وقد يكون طريقك إلى النار فبه تخسر وتشقى. أنت في نعمة أيها الشاب؛ ﴿ وَمَنْ يُبَدِّلْ نِعْمَةَ اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُ فَإِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ ﴾ [البقرة: 211]. Adapun kritikku kepadamu, wahai pemuda! Wahai orang yang kami cari di masjid tapi kami tidak menemukannya! Kami cari di antara shaf-shaf salat tapi kami tidak melihatnya! Kamu mengunjungi kami pada bulan Ramadhan, tapi sekarang kami campakkan kami lagi. Kami bahagia dengan kehadiranmu pada masa-masa itu, tapi sekarang kami bersedih kembali. Tempat sujudmu sudah rindu padamu. Muazin yang mengumandangkan azan lima kali sehari itu memanggilmu.  Kembalilah kepada Tuhanmu! Sambutlah kesuksesanmu! Datanglah menuju kebahagiaanmu! Di sinilah rahasianya, dan di sinilah kuncinya, kunci kebahagiaanmu ada di setiap langkah yang kamu ayunkan menuju masjid dan setiap menit yang kamu habiskan di Rumah Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Wahai pemuda, jauhilah teman-teman yang buruk, karena temanmu adalah surgamu, atau sebaliknya, temanmu adalah nerakamu, maka pilihlah teman yang baik di antara teman-teman itu. Neraka itu punya tingkat-tingkat kedalaman, dan surga juga punya tingkat-tingkat derajat dan punya pintu-pintu. Temanmu bisa jadi adalah jalanmu menuju surga, sehingga dengannyalah kamu dapat bahagia dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dapat ridha kepadamu. Temanmu juga bisa menjadi jalanmu menuju neraka, sehingga dengannyalah kamu merugi dan sengsara. Kamu sekarang berada dalam kenikmatan, wahai pemuda! “Dan siapa yang menukar nikmat Allah (dengan kekufuran) setelah (nikmat itu) datang kepadanya, sesungguhnya Allah Maha Keras hukuman-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 211). يا رب، أكرمتنا فلك الحمد، ورزقتنا فلك الحمد، وعافَيْتَنا فلك الحمد، وسترتنا فلك الحمد، فلك الحمد دائمًا وأبدًا. اللهم إنا نعوذ بك من زوال نعمتك، وتحوُّل عافيتك، وفُجاءة نقمتك، وجميع سخطك، اللهم اشفِ مرضانا، وارحم موتانا، وبلغنا فيما يرضيك آمالنا، واختم بالصالحات أعمالنا، ربنا ظلمنا أنفسنا وإن لم تغفر لنا وترحمنا لنكونن من الخاسرين، ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار. Ya Tuhanku, Engkau telah memuliakan kami, maka segala puji bagi-Mu, telah memberi rezeki kepada kami, maka segala puji bagi-Mu, telah menutup aib kami, maka segala puji bagi bagi-Mu, segala puji hanya bagi-Mu selama-lamanya. Ya Allah, kami berlindung kepada-Mu dari lenyapnya kenikmatan-Mu, berubahnya keselamatan-Mu, mendadaknya azab-Mu, dan segala kemurkaan-Mu! Ya Allah, sembuhkanlah orang-orang sakit di antara kami, rahmatilah orang-orang yang telah wafat di antara kami, sampaikanlah kami pada harapan-harapan kami yang Engkau ridhai, dan tutuplah usia kami dengan amal saleh. Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami, dan apabila Engkau tidak mengampuni dan merahmati kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang merugi. Ya Tuhan kami, berilah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka. Sumber: https://www.alukah.net/sharia/1001/164615/بين-سفر-الدنيا-وسفر-الآخرة/ Sumber artikel PDF 🔍 Tulisan In Shaa Allah, Ayat Kursi Gambar, Benarkah Saat Haid Tidak Boleh Keramas, Catur Haram, Cewek Tidur Ngangkang Visited 162 times, 1 visit(s) today Post Views: 144 <img class="aligncenter wp-image-43307" src="https://i0.wp.com/konsultasisyariah.com/wp-content/uploads/2023/10/qris-donasi-yufid-resized.jpeg" alt="QRIS donasi Yufid" width="741" height="1024" />

Argumentasi Atas Tuduhan bahwa Syariat Islam Itu Kejam

Daftar Isi ToggleMengambil hikmah penegakan hukuman hadd dari Maiz bin MalikHikmah yang lebih besar: Mencegah tersebarnya keburukanHukuman hadd adalah bentuk menjaga hak Allah ﷻPenegakan hukuman hadd menampilkan ketegasan dan kelembutan syariatHukuman hadd menolong pelakunyaSyariat Islam memiliki ragam bentuk pengaplikasian dalam merespon kondisi umat. Mulai dari himbauan penuh kelembutan hingga hukuman yang bersifat tegas. Semua bentuk syariat ini memiliki hikmah untuk perbaikan umat manusia. Imam Al ‘Izz bin Abdissalam rahimahullah berkata,إن الشريعة كلها مصالح؛ إمَّا درء مفاسد، أو جلب مصالح“Sesungguhnya seluruh syariat adalah untuk tujuan maslahat, baik dalam bentuk menolak mafsadat (keburukan) ataupun meraih mashlahat (kebaikan).” (Al-Qawaid, 1: 9; dalam Ushul Dakwah, hal. 301) [1]Dakwah yang berisi ilmu yang jelas beserta penyampaian yang lemah-lembut ditujukan untuk mengajak manusia ke jalan kebaikan. Namun, tumpuan Islam tidak hanya kepada dakwah yang lemah-lembut. Dalam Islam, kehangatan dakwah tersebut disertai dengan ketegasan dalam sistem hukumnya.Hukum hadd [2] dan ta’zir yang ditetapkan dalam konteks syariat Islam, pada perspektif sebagian orang di masa kini terkesan keras sekali. Hal ini karena penilaiannya ditinjau pada bentuk hukumannya yang fisikal, seperti potong tangan bahkan penyembelihan. Oleh karena itu, dalam artikel ini, penulis akan menguraikan perspektif lain dari penegakan hukuman -khususnya hadd- dalam Islam yang membawa rahmat dalam praktiknya.Mengambil hikmah penegakan hukuman hadd dari Maiz bin MalikSalah satu sahabat yang pernah terjatuh dalam dosa besar adalah Maiz bin Malik radhiyallahu ‘anhu. Beliau pernah berzina dengan salah satu wanita dalam tanggungan Hazzal Al-Aslami radhiyallahu ‘anhu. Maiz sangat bingung atas dosa yang ia lakukan tatkala seluruh kaum muslimin berangkat berjihad. Akhirnya, beliau melapor kepada Hazzal sang Tuan, lalu Hazzal menyarankan untuk mencari solusi kepada Nabi ﷺ. Akhirnya, setelah Rasulullah ﷺ berusaha berpaling dari persaksian itu, mau tidak mau Rasulullah menegakkan hukuman hadd atasnya.Pada malam hari setelah hukum hadd ditegakkan kepada Maiz, Rasulullah ﷺ berkhotbah di hadapan kaum muslimin tentang apa hikmah dari kejadian ini.قال رسول الله ﷺ في خطبته: أَوَ كُلَّمَا انْطَلَقْنَا غُزَاةً فِي سَبِيلِ اللَّهِ تَخَلَّفَ رَجُلٌ فِي عِيَالِنَا لَهُ نَبِيبٌ كَنَبِيبِ التَّيْسِ !! عَلَيَّ أَنْ لَا أُوتَى بِرَجُلٍ فَعَلَ ذَلِكَ إِلَّا نَكَلْتُ بِهِRasulullah ﷺ berkata dalam khotbahnya, “Mengapa ketika kami berangkat berjihad di jalan Allah, salah seorang dari kalian ada yang tidak ikut berangkat dan bersama keluarga kami, ia memiliki desahan seperti kambing jantan (saat kawin). Maka tidaklah kalian menghadapkan kepadaku orang yang melakukan perbuatan itu melainkan aku akan memberinya sanksi.” (HR. Muslim no. 1694, terjemahan disandarkan kepada “Nabi Sang Penyayang” cet. Al-Kautsar, hal. 212)Isi khotbah beliau mengajak umat untuk menyelaraskan akal dan perasaan. Bagaimana jika dalam keadaan seluruh orang berjuang, tetapi ada salah satu dari kelompok tersebut yang berkhianat, yakni berzina dengan salah satu keluarga pejuang tersebut? Hal ini yang menjadi konteks Maiz saat berzina. Pada saat itu, orang-orang keluar berperang sementara Maiz berzina dengan budaknya Hazzal. [3]Hikmah yang lebih besar: Mencegah tersebarnya keburukanMaka, bayangkanlah keburukan yang dapat tersebar dengan tidak ditegakkannya hukuman hadd! Sebuah momen perjuangan di jalan Allah ﷻ yang mulia dimanfaatkan oleh seseorang untuk berkhianat bermaksiat kepada Allah ﷻ. Rasulullah ﷺ jelaskan bahwa hal ini bisa terjadi kepada siapa saja. Bahkan korbannya pun bisa siapa saja dan dari keluarga siapapun. Tentu seorang manusia yang berakal akan marah jika keluarganya dinodai!Saat seseorang berzina, ia telah menodai kehormatan banyak pihak. Ia telah kehilangan akal kemanusiaannya, sehingga sudah berlaku layaknya hewan. Karena itulah, permisalan Nabi ﷺ dalam khotbah tersebut adalah “layaknya desahan kambing”. Selain karena ketepatan permisalan, juga karena hinanya perilaku tersebut.Hukuman hadd ditegakkan juga agar terjaga keadilan yang lebih luas. Saat seseorang berzina, ia telah menodai kehormatan banyak pihak. Jika tidak dihukum, maka betapa banyak hak orang yang tidak ditegakkan? Belum lagi dampaknya ketika hukum hadd tidak ditegakkan karena alasan pelakunya sudah tobat, misalnya, maka orang-orang akan menyepelekan perkara ini. Akan muncul pemikiran, “Tidak apa-apa berzina, tidak apa-apa orang lain tahu, yang penting aku bertobat!” Hal ini akan merusak tatanan moral masyarakat.Sebagaimana Nabi ﷺ memberikan pernyataan tegas di akhir khotbahnya, bahwa yang berzina semisal Maiz akan tetap dirajam sampai mati. Tujuannya adalah agar mencegah umat secara umum dari perbuatan ini. Adapun praktiknya ketika kasusnya benar-benar terjadi, terbukti Rasulullah ﷺ mengedepankan pengampunan dan tidak mau tahu dengan maksiat yang dilakukan pribadi tersebut.Hukuman hadd adalah bentuk menjaga hak Allah ﷻTidak hanya hak manusia yang ternodai, asalnya hak Allah ﷻ yang pertama kali ternodai saat seseorang bermaksiat. Oleh sebab itu, Allah menentukan langsung bentuk hukuman hadd bagi pelaku maksiat zina. Maka, penegakan hukuman hadd adalah bentuk penjagaan terhadap hak Allah ﷻ.Sebagaimana yang kita ketahui, hak Allah ﷻ jauh lebih utama dibandingkan hak manusia. Namun, terdapat pertimbangan rahmat kepada pelaku, sehingga dalam praktiknya, Nabi ﷺ tidak langsung menghukum Maiz. Nabi ﷺ berulang kali beralih dari persaksian Maiz. Tujuannya adalah:Agar persaksiannya kokoh dan tegak sebagai hujjah dalam menghukum;Menyelamatkan pelaku dari hukuman dan mencukupkan dengan tobat kepada Allah ﷻ.Akan tetapi, dalam konteks Maiz, beliau berulang kali menekankan persaksiannya sehingga persaksiannya sudah kokoh, keteguhan hatinya untuk dihukum besar, serta sudah diketahui oleh umat.Penegakan hukuman hadd menampilkan ketegasan dan kelembutan syariatSikap Nabi ﷺ ini mengandung hikmah yang luas, menunjukkan keseimbangan dalam ketegasan dan kelembutan. Keadaan seseorang bermaksiat dan menyimpan untuk dirinya sendiri tidak akan berdampak luas secara langsung kepada masyarakat. Oleh karena itu, Nabi ﷺ mendorong seseorang untuk menutupi aibnya.Adapun ketika maksiat itu sudah terangkat di depan hakim seperti Nabi ﷺ atau tersebar luas di masyarakat, terdapat dampak besar, yakni:Timbulnya gonjang-ganjing di masyarakat;Terhinanya pelaku;Beratnya hukuman hadd yang akan menimpa pelaku.Ketahuilah, tujuan utama syariat Islam bukanlah untuk menghukum manusia. Namun, untuk melahirkan kedamaian dan ketentraman dengan mencegah dari perbuatan buruk, sebab ancamannya teramat berat. Atas dasar inilah, syariat Islam dalam praktiknya begitu mendetail dalam penetapannya, mengedepankan rahmat dan kasih sayang dalam putusannya, serta berimbang (wasath) juga hikmah dalam penerapannya.Hukuman hadd menolong pelakunyaSelain itu, hukuman hadd yang ditegakkan akan menolong pelakunya di dunia dan akhirat. Karena hukuman hadd akan menjadi tiang pancang pertobatannya di hadapan Allah ﷻ. Hukuman hadd yang ditegakkan juga akan menjadi bukti di hadapan manusia bahwa pelaku telah menerima hukuman, maka tidak ada lagi peluang bagi manusia untuk mencelanya. Hal ini sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah ﷺ setelah merajam Maiz dan wanita Ghamidiyah.Ketika Maiz dirajam, beliau akhirnya berusaha lari karena tidak kuat. Namun, ada seorang yang melemparkan tulang kepadanya hingga akhirnya terjatuh dan wafat. Nabi ﷺ pun bersabda,هَلَّا تَرَكْتُمُوهُ لَعَلَّهُ أَنْ يَتُوبَ فَيَتُوبَ اللَّهُ عَلَيْ“Mengapa kalian tidak membiarkannya, siapa tahu ia bertobat dan Allah menerima tobatnya.” (HR. Abu Dawud no. 4419 dinilai hasan)Adapun ketika wanita Ghamidiyah yang mengakui perzinahannya, kemudian hukum hadd ditegakkan kepadanya, lalu Khalid bin Walid melampaui batas dalam merajamnya yang disertai laknat. Nabi ﷺ pun menasihatinya,فقال: مهْلًا يا خالدُ، فوالذي نَفْسي بيَدِه لقد تابتْ تَوبةً لو تابَها صاحبُ مَكْسٍ لغفَرَ اللهُ له. ثمَّ أمَرَ بها فصلَّى عليها، ودُفِنتْ“Lemah lembutlah, wahai Khalid. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, ia telah bertobat dengan tobat yang seandainya seorang pemungut pajak bertobat seperti itu, niscaya Allah akan mengampuninya.” Kemudian beliau memerintahkan agar jenazahnya disalatkan, dan ia pun dimakamkan. (HR. Muslim no. 1695)Riwayat-riwayat ini sangat jelas menunjukkan tujuan utama dari penegakan hukuman syariat adalah rahmat kepada semuanya tanpa mengorbankan keadilan. Bukanlah tujuan dari penegakan hukum hadd adalah sekadar menghukum pelaku. Realita praktiknya, justru Nabi ﷺ sangat menghindari menghukum seseorang tanpa ada maslahat yang jelas. Banyak argumentasi lain yang menunjukkan bahwa hukum hadd tujuannya bukanlah menghukum, tetapi menegakkan keadilan dan rahmat di tengah umat manusia. Ragam riwayat ini hendaknya dibaca oleh para liberalis dan penentang tegaknya hukuman syariat.Baca juga: Tidak Ada Pertentangan (Kontradiksi) dalam Syariat Islam***Penulis: Glenshah FauziArtikel Muslim.or.id Referensi:Ar-Rahmah fi Hayati Rasulillah, hal. 116; karya Prof. Dr. Raghib As-Sirjani.Nabi Sang Penyayang, cet. Al-Kautsar, hal. 212.Rujukan hadis nasihat kepada Khalid bin Walid: https://dorar.net/hadith/sharh/132502Syarah Riyadhus Shalihin oleh Syaikh Ahmad Hutaibah (6: 12): https://shamela.ws/book/36997/51Kitab Ushul Ad-Dakwah karya Syekh Dr. Abdul Karim Zaidan: https://shamela.ws/book/22615/299Ragam referensi riwayat dapat dilihat dalam Bab Rajam dalam kitab hadis Shahih Muslim dan Sunan Abu Dawud. Terdapat riwayat Jabir bin Samurah, Abu Hurairah, dan Ibnu Buraidah dalam kisah ini. Namun, tidak disebutkan semuanya dalam rangka meringkas artikel. Catatan kaki:[1] Kitab Ushul Ad-Dakwah, karya Syekh Dr. Abdul Karim Zaidan.[2] Hukum hadd adalah hukuman yang ditetapkan oleh Allah ﷻ kepada pelaku pidana dalam konteks hukum Islam yang telah termaktub spesifik pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.[3] Keterangan ini didapatkan dari Syarah Riyadhus Shalihin oleh Syekh Ahmad Hutaibah (6: 12). Semoga Allah ﷻ mengampuni kami dari kesalahan pemahaman.

Argumentasi Atas Tuduhan bahwa Syariat Islam Itu Kejam

Daftar Isi ToggleMengambil hikmah penegakan hukuman hadd dari Maiz bin MalikHikmah yang lebih besar: Mencegah tersebarnya keburukanHukuman hadd adalah bentuk menjaga hak Allah ﷻPenegakan hukuman hadd menampilkan ketegasan dan kelembutan syariatHukuman hadd menolong pelakunyaSyariat Islam memiliki ragam bentuk pengaplikasian dalam merespon kondisi umat. Mulai dari himbauan penuh kelembutan hingga hukuman yang bersifat tegas. Semua bentuk syariat ini memiliki hikmah untuk perbaikan umat manusia. Imam Al ‘Izz bin Abdissalam rahimahullah berkata,إن الشريعة كلها مصالح؛ إمَّا درء مفاسد، أو جلب مصالح“Sesungguhnya seluruh syariat adalah untuk tujuan maslahat, baik dalam bentuk menolak mafsadat (keburukan) ataupun meraih mashlahat (kebaikan).” (Al-Qawaid, 1: 9; dalam Ushul Dakwah, hal. 301) [1]Dakwah yang berisi ilmu yang jelas beserta penyampaian yang lemah-lembut ditujukan untuk mengajak manusia ke jalan kebaikan. Namun, tumpuan Islam tidak hanya kepada dakwah yang lemah-lembut. Dalam Islam, kehangatan dakwah tersebut disertai dengan ketegasan dalam sistem hukumnya.Hukum hadd [2] dan ta’zir yang ditetapkan dalam konteks syariat Islam, pada perspektif sebagian orang di masa kini terkesan keras sekali. Hal ini karena penilaiannya ditinjau pada bentuk hukumannya yang fisikal, seperti potong tangan bahkan penyembelihan. Oleh karena itu, dalam artikel ini, penulis akan menguraikan perspektif lain dari penegakan hukuman -khususnya hadd- dalam Islam yang membawa rahmat dalam praktiknya.Mengambil hikmah penegakan hukuman hadd dari Maiz bin MalikSalah satu sahabat yang pernah terjatuh dalam dosa besar adalah Maiz bin Malik radhiyallahu ‘anhu. Beliau pernah berzina dengan salah satu wanita dalam tanggungan Hazzal Al-Aslami radhiyallahu ‘anhu. Maiz sangat bingung atas dosa yang ia lakukan tatkala seluruh kaum muslimin berangkat berjihad. Akhirnya, beliau melapor kepada Hazzal sang Tuan, lalu Hazzal menyarankan untuk mencari solusi kepada Nabi ﷺ. Akhirnya, setelah Rasulullah ﷺ berusaha berpaling dari persaksian itu, mau tidak mau Rasulullah menegakkan hukuman hadd atasnya.Pada malam hari setelah hukum hadd ditegakkan kepada Maiz, Rasulullah ﷺ berkhotbah di hadapan kaum muslimin tentang apa hikmah dari kejadian ini.قال رسول الله ﷺ في خطبته: أَوَ كُلَّمَا انْطَلَقْنَا غُزَاةً فِي سَبِيلِ اللَّهِ تَخَلَّفَ رَجُلٌ فِي عِيَالِنَا لَهُ نَبِيبٌ كَنَبِيبِ التَّيْسِ !! عَلَيَّ أَنْ لَا أُوتَى بِرَجُلٍ فَعَلَ ذَلِكَ إِلَّا نَكَلْتُ بِهِRasulullah ﷺ berkata dalam khotbahnya, “Mengapa ketika kami berangkat berjihad di jalan Allah, salah seorang dari kalian ada yang tidak ikut berangkat dan bersama keluarga kami, ia memiliki desahan seperti kambing jantan (saat kawin). Maka tidaklah kalian menghadapkan kepadaku orang yang melakukan perbuatan itu melainkan aku akan memberinya sanksi.” (HR. Muslim no. 1694, terjemahan disandarkan kepada “Nabi Sang Penyayang” cet. Al-Kautsar, hal. 212)Isi khotbah beliau mengajak umat untuk menyelaraskan akal dan perasaan. Bagaimana jika dalam keadaan seluruh orang berjuang, tetapi ada salah satu dari kelompok tersebut yang berkhianat, yakni berzina dengan salah satu keluarga pejuang tersebut? Hal ini yang menjadi konteks Maiz saat berzina. Pada saat itu, orang-orang keluar berperang sementara Maiz berzina dengan budaknya Hazzal. [3]Hikmah yang lebih besar: Mencegah tersebarnya keburukanMaka, bayangkanlah keburukan yang dapat tersebar dengan tidak ditegakkannya hukuman hadd! Sebuah momen perjuangan di jalan Allah ﷻ yang mulia dimanfaatkan oleh seseorang untuk berkhianat bermaksiat kepada Allah ﷻ. Rasulullah ﷺ jelaskan bahwa hal ini bisa terjadi kepada siapa saja. Bahkan korbannya pun bisa siapa saja dan dari keluarga siapapun. Tentu seorang manusia yang berakal akan marah jika keluarganya dinodai!Saat seseorang berzina, ia telah menodai kehormatan banyak pihak. Ia telah kehilangan akal kemanusiaannya, sehingga sudah berlaku layaknya hewan. Karena itulah, permisalan Nabi ﷺ dalam khotbah tersebut adalah “layaknya desahan kambing”. Selain karena ketepatan permisalan, juga karena hinanya perilaku tersebut.Hukuman hadd ditegakkan juga agar terjaga keadilan yang lebih luas. Saat seseorang berzina, ia telah menodai kehormatan banyak pihak. Jika tidak dihukum, maka betapa banyak hak orang yang tidak ditegakkan? Belum lagi dampaknya ketika hukum hadd tidak ditegakkan karena alasan pelakunya sudah tobat, misalnya, maka orang-orang akan menyepelekan perkara ini. Akan muncul pemikiran, “Tidak apa-apa berzina, tidak apa-apa orang lain tahu, yang penting aku bertobat!” Hal ini akan merusak tatanan moral masyarakat.Sebagaimana Nabi ﷺ memberikan pernyataan tegas di akhir khotbahnya, bahwa yang berzina semisal Maiz akan tetap dirajam sampai mati. Tujuannya adalah agar mencegah umat secara umum dari perbuatan ini. Adapun praktiknya ketika kasusnya benar-benar terjadi, terbukti Rasulullah ﷺ mengedepankan pengampunan dan tidak mau tahu dengan maksiat yang dilakukan pribadi tersebut.Hukuman hadd adalah bentuk menjaga hak Allah ﷻTidak hanya hak manusia yang ternodai, asalnya hak Allah ﷻ yang pertama kali ternodai saat seseorang bermaksiat. Oleh sebab itu, Allah menentukan langsung bentuk hukuman hadd bagi pelaku maksiat zina. Maka, penegakan hukuman hadd adalah bentuk penjagaan terhadap hak Allah ﷻ.Sebagaimana yang kita ketahui, hak Allah ﷻ jauh lebih utama dibandingkan hak manusia. Namun, terdapat pertimbangan rahmat kepada pelaku, sehingga dalam praktiknya, Nabi ﷺ tidak langsung menghukum Maiz. Nabi ﷺ berulang kali beralih dari persaksian Maiz. Tujuannya adalah:Agar persaksiannya kokoh dan tegak sebagai hujjah dalam menghukum;Menyelamatkan pelaku dari hukuman dan mencukupkan dengan tobat kepada Allah ﷻ.Akan tetapi, dalam konteks Maiz, beliau berulang kali menekankan persaksiannya sehingga persaksiannya sudah kokoh, keteguhan hatinya untuk dihukum besar, serta sudah diketahui oleh umat.Penegakan hukuman hadd menampilkan ketegasan dan kelembutan syariatSikap Nabi ﷺ ini mengandung hikmah yang luas, menunjukkan keseimbangan dalam ketegasan dan kelembutan. Keadaan seseorang bermaksiat dan menyimpan untuk dirinya sendiri tidak akan berdampak luas secara langsung kepada masyarakat. Oleh karena itu, Nabi ﷺ mendorong seseorang untuk menutupi aibnya.Adapun ketika maksiat itu sudah terangkat di depan hakim seperti Nabi ﷺ atau tersebar luas di masyarakat, terdapat dampak besar, yakni:Timbulnya gonjang-ganjing di masyarakat;Terhinanya pelaku;Beratnya hukuman hadd yang akan menimpa pelaku.Ketahuilah, tujuan utama syariat Islam bukanlah untuk menghukum manusia. Namun, untuk melahirkan kedamaian dan ketentraman dengan mencegah dari perbuatan buruk, sebab ancamannya teramat berat. Atas dasar inilah, syariat Islam dalam praktiknya begitu mendetail dalam penetapannya, mengedepankan rahmat dan kasih sayang dalam putusannya, serta berimbang (wasath) juga hikmah dalam penerapannya.Hukuman hadd menolong pelakunyaSelain itu, hukuman hadd yang ditegakkan akan menolong pelakunya di dunia dan akhirat. Karena hukuman hadd akan menjadi tiang pancang pertobatannya di hadapan Allah ﷻ. Hukuman hadd yang ditegakkan juga akan menjadi bukti di hadapan manusia bahwa pelaku telah menerima hukuman, maka tidak ada lagi peluang bagi manusia untuk mencelanya. Hal ini sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah ﷺ setelah merajam Maiz dan wanita Ghamidiyah.Ketika Maiz dirajam, beliau akhirnya berusaha lari karena tidak kuat. Namun, ada seorang yang melemparkan tulang kepadanya hingga akhirnya terjatuh dan wafat. Nabi ﷺ pun bersabda,هَلَّا تَرَكْتُمُوهُ لَعَلَّهُ أَنْ يَتُوبَ فَيَتُوبَ اللَّهُ عَلَيْ“Mengapa kalian tidak membiarkannya, siapa tahu ia bertobat dan Allah menerima tobatnya.” (HR. Abu Dawud no. 4419 dinilai hasan)Adapun ketika wanita Ghamidiyah yang mengakui perzinahannya, kemudian hukum hadd ditegakkan kepadanya, lalu Khalid bin Walid melampaui batas dalam merajamnya yang disertai laknat. Nabi ﷺ pun menasihatinya,فقال: مهْلًا يا خالدُ، فوالذي نَفْسي بيَدِه لقد تابتْ تَوبةً لو تابَها صاحبُ مَكْسٍ لغفَرَ اللهُ له. ثمَّ أمَرَ بها فصلَّى عليها، ودُفِنتْ“Lemah lembutlah, wahai Khalid. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, ia telah bertobat dengan tobat yang seandainya seorang pemungut pajak bertobat seperti itu, niscaya Allah akan mengampuninya.” Kemudian beliau memerintahkan agar jenazahnya disalatkan, dan ia pun dimakamkan. (HR. Muslim no. 1695)Riwayat-riwayat ini sangat jelas menunjukkan tujuan utama dari penegakan hukuman syariat adalah rahmat kepada semuanya tanpa mengorbankan keadilan. Bukanlah tujuan dari penegakan hukum hadd adalah sekadar menghukum pelaku. Realita praktiknya, justru Nabi ﷺ sangat menghindari menghukum seseorang tanpa ada maslahat yang jelas. Banyak argumentasi lain yang menunjukkan bahwa hukum hadd tujuannya bukanlah menghukum, tetapi menegakkan keadilan dan rahmat di tengah umat manusia. Ragam riwayat ini hendaknya dibaca oleh para liberalis dan penentang tegaknya hukuman syariat.Baca juga: Tidak Ada Pertentangan (Kontradiksi) dalam Syariat Islam***Penulis: Glenshah FauziArtikel Muslim.or.id Referensi:Ar-Rahmah fi Hayati Rasulillah, hal. 116; karya Prof. Dr. Raghib As-Sirjani.Nabi Sang Penyayang, cet. Al-Kautsar, hal. 212.Rujukan hadis nasihat kepada Khalid bin Walid: https://dorar.net/hadith/sharh/132502Syarah Riyadhus Shalihin oleh Syaikh Ahmad Hutaibah (6: 12): https://shamela.ws/book/36997/51Kitab Ushul Ad-Dakwah karya Syekh Dr. Abdul Karim Zaidan: https://shamela.ws/book/22615/299Ragam referensi riwayat dapat dilihat dalam Bab Rajam dalam kitab hadis Shahih Muslim dan Sunan Abu Dawud. Terdapat riwayat Jabir bin Samurah, Abu Hurairah, dan Ibnu Buraidah dalam kisah ini. Namun, tidak disebutkan semuanya dalam rangka meringkas artikel. Catatan kaki:[1] Kitab Ushul Ad-Dakwah, karya Syekh Dr. Abdul Karim Zaidan.[2] Hukum hadd adalah hukuman yang ditetapkan oleh Allah ﷻ kepada pelaku pidana dalam konteks hukum Islam yang telah termaktub spesifik pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.[3] Keterangan ini didapatkan dari Syarah Riyadhus Shalihin oleh Syekh Ahmad Hutaibah (6: 12). Semoga Allah ﷻ mengampuni kami dari kesalahan pemahaman.
Daftar Isi ToggleMengambil hikmah penegakan hukuman hadd dari Maiz bin MalikHikmah yang lebih besar: Mencegah tersebarnya keburukanHukuman hadd adalah bentuk menjaga hak Allah ﷻPenegakan hukuman hadd menampilkan ketegasan dan kelembutan syariatHukuman hadd menolong pelakunyaSyariat Islam memiliki ragam bentuk pengaplikasian dalam merespon kondisi umat. Mulai dari himbauan penuh kelembutan hingga hukuman yang bersifat tegas. Semua bentuk syariat ini memiliki hikmah untuk perbaikan umat manusia. Imam Al ‘Izz bin Abdissalam rahimahullah berkata,إن الشريعة كلها مصالح؛ إمَّا درء مفاسد، أو جلب مصالح“Sesungguhnya seluruh syariat adalah untuk tujuan maslahat, baik dalam bentuk menolak mafsadat (keburukan) ataupun meraih mashlahat (kebaikan).” (Al-Qawaid, 1: 9; dalam Ushul Dakwah, hal. 301) [1]Dakwah yang berisi ilmu yang jelas beserta penyampaian yang lemah-lembut ditujukan untuk mengajak manusia ke jalan kebaikan. Namun, tumpuan Islam tidak hanya kepada dakwah yang lemah-lembut. Dalam Islam, kehangatan dakwah tersebut disertai dengan ketegasan dalam sistem hukumnya.Hukum hadd [2] dan ta’zir yang ditetapkan dalam konteks syariat Islam, pada perspektif sebagian orang di masa kini terkesan keras sekali. Hal ini karena penilaiannya ditinjau pada bentuk hukumannya yang fisikal, seperti potong tangan bahkan penyembelihan. Oleh karena itu, dalam artikel ini, penulis akan menguraikan perspektif lain dari penegakan hukuman -khususnya hadd- dalam Islam yang membawa rahmat dalam praktiknya.Mengambil hikmah penegakan hukuman hadd dari Maiz bin MalikSalah satu sahabat yang pernah terjatuh dalam dosa besar adalah Maiz bin Malik radhiyallahu ‘anhu. Beliau pernah berzina dengan salah satu wanita dalam tanggungan Hazzal Al-Aslami radhiyallahu ‘anhu. Maiz sangat bingung atas dosa yang ia lakukan tatkala seluruh kaum muslimin berangkat berjihad. Akhirnya, beliau melapor kepada Hazzal sang Tuan, lalu Hazzal menyarankan untuk mencari solusi kepada Nabi ﷺ. Akhirnya, setelah Rasulullah ﷺ berusaha berpaling dari persaksian itu, mau tidak mau Rasulullah menegakkan hukuman hadd atasnya.Pada malam hari setelah hukum hadd ditegakkan kepada Maiz, Rasulullah ﷺ berkhotbah di hadapan kaum muslimin tentang apa hikmah dari kejadian ini.قال رسول الله ﷺ في خطبته: أَوَ كُلَّمَا انْطَلَقْنَا غُزَاةً فِي سَبِيلِ اللَّهِ تَخَلَّفَ رَجُلٌ فِي عِيَالِنَا لَهُ نَبِيبٌ كَنَبِيبِ التَّيْسِ !! عَلَيَّ أَنْ لَا أُوتَى بِرَجُلٍ فَعَلَ ذَلِكَ إِلَّا نَكَلْتُ بِهِRasulullah ﷺ berkata dalam khotbahnya, “Mengapa ketika kami berangkat berjihad di jalan Allah, salah seorang dari kalian ada yang tidak ikut berangkat dan bersama keluarga kami, ia memiliki desahan seperti kambing jantan (saat kawin). Maka tidaklah kalian menghadapkan kepadaku orang yang melakukan perbuatan itu melainkan aku akan memberinya sanksi.” (HR. Muslim no. 1694, terjemahan disandarkan kepada “Nabi Sang Penyayang” cet. Al-Kautsar, hal. 212)Isi khotbah beliau mengajak umat untuk menyelaraskan akal dan perasaan. Bagaimana jika dalam keadaan seluruh orang berjuang, tetapi ada salah satu dari kelompok tersebut yang berkhianat, yakni berzina dengan salah satu keluarga pejuang tersebut? Hal ini yang menjadi konteks Maiz saat berzina. Pada saat itu, orang-orang keluar berperang sementara Maiz berzina dengan budaknya Hazzal. [3]Hikmah yang lebih besar: Mencegah tersebarnya keburukanMaka, bayangkanlah keburukan yang dapat tersebar dengan tidak ditegakkannya hukuman hadd! Sebuah momen perjuangan di jalan Allah ﷻ yang mulia dimanfaatkan oleh seseorang untuk berkhianat bermaksiat kepada Allah ﷻ. Rasulullah ﷺ jelaskan bahwa hal ini bisa terjadi kepada siapa saja. Bahkan korbannya pun bisa siapa saja dan dari keluarga siapapun. Tentu seorang manusia yang berakal akan marah jika keluarganya dinodai!Saat seseorang berzina, ia telah menodai kehormatan banyak pihak. Ia telah kehilangan akal kemanusiaannya, sehingga sudah berlaku layaknya hewan. Karena itulah, permisalan Nabi ﷺ dalam khotbah tersebut adalah “layaknya desahan kambing”. Selain karena ketepatan permisalan, juga karena hinanya perilaku tersebut.Hukuman hadd ditegakkan juga agar terjaga keadilan yang lebih luas. Saat seseorang berzina, ia telah menodai kehormatan banyak pihak. Jika tidak dihukum, maka betapa banyak hak orang yang tidak ditegakkan? Belum lagi dampaknya ketika hukum hadd tidak ditegakkan karena alasan pelakunya sudah tobat, misalnya, maka orang-orang akan menyepelekan perkara ini. Akan muncul pemikiran, “Tidak apa-apa berzina, tidak apa-apa orang lain tahu, yang penting aku bertobat!” Hal ini akan merusak tatanan moral masyarakat.Sebagaimana Nabi ﷺ memberikan pernyataan tegas di akhir khotbahnya, bahwa yang berzina semisal Maiz akan tetap dirajam sampai mati. Tujuannya adalah agar mencegah umat secara umum dari perbuatan ini. Adapun praktiknya ketika kasusnya benar-benar terjadi, terbukti Rasulullah ﷺ mengedepankan pengampunan dan tidak mau tahu dengan maksiat yang dilakukan pribadi tersebut.Hukuman hadd adalah bentuk menjaga hak Allah ﷻTidak hanya hak manusia yang ternodai, asalnya hak Allah ﷻ yang pertama kali ternodai saat seseorang bermaksiat. Oleh sebab itu, Allah menentukan langsung bentuk hukuman hadd bagi pelaku maksiat zina. Maka, penegakan hukuman hadd adalah bentuk penjagaan terhadap hak Allah ﷻ.Sebagaimana yang kita ketahui, hak Allah ﷻ jauh lebih utama dibandingkan hak manusia. Namun, terdapat pertimbangan rahmat kepada pelaku, sehingga dalam praktiknya, Nabi ﷺ tidak langsung menghukum Maiz. Nabi ﷺ berulang kali beralih dari persaksian Maiz. Tujuannya adalah:Agar persaksiannya kokoh dan tegak sebagai hujjah dalam menghukum;Menyelamatkan pelaku dari hukuman dan mencukupkan dengan tobat kepada Allah ﷻ.Akan tetapi, dalam konteks Maiz, beliau berulang kali menekankan persaksiannya sehingga persaksiannya sudah kokoh, keteguhan hatinya untuk dihukum besar, serta sudah diketahui oleh umat.Penegakan hukuman hadd menampilkan ketegasan dan kelembutan syariatSikap Nabi ﷺ ini mengandung hikmah yang luas, menunjukkan keseimbangan dalam ketegasan dan kelembutan. Keadaan seseorang bermaksiat dan menyimpan untuk dirinya sendiri tidak akan berdampak luas secara langsung kepada masyarakat. Oleh karena itu, Nabi ﷺ mendorong seseorang untuk menutupi aibnya.Adapun ketika maksiat itu sudah terangkat di depan hakim seperti Nabi ﷺ atau tersebar luas di masyarakat, terdapat dampak besar, yakni:Timbulnya gonjang-ganjing di masyarakat;Terhinanya pelaku;Beratnya hukuman hadd yang akan menimpa pelaku.Ketahuilah, tujuan utama syariat Islam bukanlah untuk menghukum manusia. Namun, untuk melahirkan kedamaian dan ketentraman dengan mencegah dari perbuatan buruk, sebab ancamannya teramat berat. Atas dasar inilah, syariat Islam dalam praktiknya begitu mendetail dalam penetapannya, mengedepankan rahmat dan kasih sayang dalam putusannya, serta berimbang (wasath) juga hikmah dalam penerapannya.Hukuman hadd menolong pelakunyaSelain itu, hukuman hadd yang ditegakkan akan menolong pelakunya di dunia dan akhirat. Karena hukuman hadd akan menjadi tiang pancang pertobatannya di hadapan Allah ﷻ. Hukuman hadd yang ditegakkan juga akan menjadi bukti di hadapan manusia bahwa pelaku telah menerima hukuman, maka tidak ada lagi peluang bagi manusia untuk mencelanya. Hal ini sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah ﷺ setelah merajam Maiz dan wanita Ghamidiyah.Ketika Maiz dirajam, beliau akhirnya berusaha lari karena tidak kuat. Namun, ada seorang yang melemparkan tulang kepadanya hingga akhirnya terjatuh dan wafat. Nabi ﷺ pun bersabda,هَلَّا تَرَكْتُمُوهُ لَعَلَّهُ أَنْ يَتُوبَ فَيَتُوبَ اللَّهُ عَلَيْ“Mengapa kalian tidak membiarkannya, siapa tahu ia bertobat dan Allah menerima tobatnya.” (HR. Abu Dawud no. 4419 dinilai hasan)Adapun ketika wanita Ghamidiyah yang mengakui perzinahannya, kemudian hukum hadd ditegakkan kepadanya, lalu Khalid bin Walid melampaui batas dalam merajamnya yang disertai laknat. Nabi ﷺ pun menasihatinya,فقال: مهْلًا يا خالدُ، فوالذي نَفْسي بيَدِه لقد تابتْ تَوبةً لو تابَها صاحبُ مَكْسٍ لغفَرَ اللهُ له. ثمَّ أمَرَ بها فصلَّى عليها، ودُفِنتْ“Lemah lembutlah, wahai Khalid. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, ia telah bertobat dengan tobat yang seandainya seorang pemungut pajak bertobat seperti itu, niscaya Allah akan mengampuninya.” Kemudian beliau memerintahkan agar jenazahnya disalatkan, dan ia pun dimakamkan. (HR. Muslim no. 1695)Riwayat-riwayat ini sangat jelas menunjukkan tujuan utama dari penegakan hukuman syariat adalah rahmat kepada semuanya tanpa mengorbankan keadilan. Bukanlah tujuan dari penegakan hukum hadd adalah sekadar menghukum pelaku. Realita praktiknya, justru Nabi ﷺ sangat menghindari menghukum seseorang tanpa ada maslahat yang jelas. Banyak argumentasi lain yang menunjukkan bahwa hukum hadd tujuannya bukanlah menghukum, tetapi menegakkan keadilan dan rahmat di tengah umat manusia. Ragam riwayat ini hendaknya dibaca oleh para liberalis dan penentang tegaknya hukuman syariat.Baca juga: Tidak Ada Pertentangan (Kontradiksi) dalam Syariat Islam***Penulis: Glenshah FauziArtikel Muslim.or.id Referensi:Ar-Rahmah fi Hayati Rasulillah, hal. 116; karya Prof. Dr. Raghib As-Sirjani.Nabi Sang Penyayang, cet. Al-Kautsar, hal. 212.Rujukan hadis nasihat kepada Khalid bin Walid: https://dorar.net/hadith/sharh/132502Syarah Riyadhus Shalihin oleh Syaikh Ahmad Hutaibah (6: 12): https://shamela.ws/book/36997/51Kitab Ushul Ad-Dakwah karya Syekh Dr. Abdul Karim Zaidan: https://shamela.ws/book/22615/299Ragam referensi riwayat dapat dilihat dalam Bab Rajam dalam kitab hadis Shahih Muslim dan Sunan Abu Dawud. Terdapat riwayat Jabir bin Samurah, Abu Hurairah, dan Ibnu Buraidah dalam kisah ini. Namun, tidak disebutkan semuanya dalam rangka meringkas artikel. Catatan kaki:[1] Kitab Ushul Ad-Dakwah, karya Syekh Dr. Abdul Karim Zaidan.[2] Hukum hadd adalah hukuman yang ditetapkan oleh Allah ﷻ kepada pelaku pidana dalam konteks hukum Islam yang telah termaktub spesifik pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.[3] Keterangan ini didapatkan dari Syarah Riyadhus Shalihin oleh Syekh Ahmad Hutaibah (6: 12). Semoga Allah ﷻ mengampuni kami dari kesalahan pemahaman.


Daftar Isi ToggleMengambil hikmah penegakan hukuman hadd dari Maiz bin MalikHikmah yang lebih besar: Mencegah tersebarnya keburukanHukuman hadd adalah bentuk menjaga hak Allah ﷻPenegakan hukuman hadd menampilkan ketegasan dan kelembutan syariatHukuman hadd menolong pelakunyaSyariat Islam memiliki ragam bentuk pengaplikasian dalam merespon kondisi umat. Mulai dari himbauan penuh kelembutan hingga hukuman yang bersifat tegas. Semua bentuk syariat ini memiliki hikmah untuk perbaikan umat manusia. Imam Al ‘Izz bin Abdissalam rahimahullah berkata,إن الشريعة كلها مصالح؛ إمَّا درء مفاسد، أو جلب مصالح“Sesungguhnya seluruh syariat adalah untuk tujuan maslahat, baik dalam bentuk menolak mafsadat (keburukan) ataupun meraih mashlahat (kebaikan).” (Al-Qawaid, 1: 9; dalam Ushul Dakwah, hal. 301) [1]Dakwah yang berisi ilmu yang jelas beserta penyampaian yang lemah-lembut ditujukan untuk mengajak manusia ke jalan kebaikan. Namun, tumpuan Islam tidak hanya kepada dakwah yang lemah-lembut. Dalam Islam, kehangatan dakwah tersebut disertai dengan ketegasan dalam sistem hukumnya.Hukum hadd [2] dan ta’zir yang ditetapkan dalam konteks syariat Islam, pada perspektif sebagian orang di masa kini terkesan keras sekali. Hal ini karena penilaiannya ditinjau pada bentuk hukumannya yang fisikal, seperti potong tangan bahkan penyembelihan. Oleh karena itu, dalam artikel ini, penulis akan menguraikan perspektif lain dari penegakan hukuman -khususnya hadd- dalam Islam yang membawa rahmat dalam praktiknya.Mengambil hikmah penegakan hukuman hadd dari Maiz bin MalikSalah satu sahabat yang pernah terjatuh dalam dosa besar adalah Maiz bin Malik radhiyallahu ‘anhu. Beliau pernah berzina dengan salah satu wanita dalam tanggungan Hazzal Al-Aslami radhiyallahu ‘anhu. Maiz sangat bingung atas dosa yang ia lakukan tatkala seluruh kaum muslimin berangkat berjihad. Akhirnya, beliau melapor kepada Hazzal sang Tuan, lalu Hazzal menyarankan untuk mencari solusi kepada Nabi ﷺ. Akhirnya, setelah Rasulullah ﷺ berusaha berpaling dari persaksian itu, mau tidak mau Rasulullah menegakkan hukuman hadd atasnya.Pada malam hari setelah hukum hadd ditegakkan kepada Maiz, Rasulullah ﷺ berkhotbah di hadapan kaum muslimin tentang apa hikmah dari kejadian ini.قال رسول الله ﷺ في خطبته: أَوَ كُلَّمَا انْطَلَقْنَا غُزَاةً فِي سَبِيلِ اللَّهِ تَخَلَّفَ رَجُلٌ فِي عِيَالِنَا لَهُ نَبِيبٌ كَنَبِيبِ التَّيْسِ !! عَلَيَّ أَنْ لَا أُوتَى بِرَجُلٍ فَعَلَ ذَلِكَ إِلَّا نَكَلْتُ بِهِRasulullah ﷺ berkata dalam khotbahnya, “Mengapa ketika kami berangkat berjihad di jalan Allah, salah seorang dari kalian ada yang tidak ikut berangkat dan bersama keluarga kami, ia memiliki desahan seperti kambing jantan (saat kawin). Maka tidaklah kalian menghadapkan kepadaku orang yang melakukan perbuatan itu melainkan aku akan memberinya sanksi.” (HR. Muslim no. 1694, terjemahan disandarkan kepada “Nabi Sang Penyayang” cet. Al-Kautsar, hal. 212)Isi khotbah beliau mengajak umat untuk menyelaraskan akal dan perasaan. Bagaimana jika dalam keadaan seluruh orang berjuang, tetapi ada salah satu dari kelompok tersebut yang berkhianat, yakni berzina dengan salah satu keluarga pejuang tersebut? Hal ini yang menjadi konteks Maiz saat berzina. Pada saat itu, orang-orang keluar berperang sementara Maiz berzina dengan budaknya Hazzal. [3]Hikmah yang lebih besar: Mencegah tersebarnya keburukanMaka, bayangkanlah keburukan yang dapat tersebar dengan tidak ditegakkannya hukuman hadd! Sebuah momen perjuangan di jalan Allah ﷻ yang mulia dimanfaatkan oleh seseorang untuk berkhianat bermaksiat kepada Allah ﷻ. Rasulullah ﷺ jelaskan bahwa hal ini bisa terjadi kepada siapa saja. Bahkan korbannya pun bisa siapa saja dan dari keluarga siapapun. Tentu seorang manusia yang berakal akan marah jika keluarganya dinodai!Saat seseorang berzina, ia telah menodai kehormatan banyak pihak. Ia telah kehilangan akal kemanusiaannya, sehingga sudah berlaku layaknya hewan. Karena itulah, permisalan Nabi ﷺ dalam khotbah tersebut adalah “layaknya desahan kambing”. Selain karena ketepatan permisalan, juga karena hinanya perilaku tersebut.Hukuman hadd ditegakkan juga agar terjaga keadilan yang lebih luas. Saat seseorang berzina, ia telah menodai kehormatan banyak pihak. Jika tidak dihukum, maka betapa banyak hak orang yang tidak ditegakkan? Belum lagi dampaknya ketika hukum hadd tidak ditegakkan karena alasan pelakunya sudah tobat, misalnya, maka orang-orang akan menyepelekan perkara ini. Akan muncul pemikiran, “Tidak apa-apa berzina, tidak apa-apa orang lain tahu, yang penting aku bertobat!” Hal ini akan merusak tatanan moral masyarakat.Sebagaimana Nabi ﷺ memberikan pernyataan tegas di akhir khotbahnya, bahwa yang berzina semisal Maiz akan tetap dirajam sampai mati. Tujuannya adalah agar mencegah umat secara umum dari perbuatan ini. Adapun praktiknya ketika kasusnya benar-benar terjadi, terbukti Rasulullah ﷺ mengedepankan pengampunan dan tidak mau tahu dengan maksiat yang dilakukan pribadi tersebut.Hukuman hadd adalah bentuk menjaga hak Allah ﷻTidak hanya hak manusia yang ternodai, asalnya hak Allah ﷻ yang pertama kali ternodai saat seseorang bermaksiat. Oleh sebab itu, Allah menentukan langsung bentuk hukuman hadd bagi pelaku maksiat zina. Maka, penegakan hukuman hadd adalah bentuk penjagaan terhadap hak Allah ﷻ.Sebagaimana yang kita ketahui, hak Allah ﷻ jauh lebih utama dibandingkan hak manusia. Namun, terdapat pertimbangan rahmat kepada pelaku, sehingga dalam praktiknya, Nabi ﷺ tidak langsung menghukum Maiz. Nabi ﷺ berulang kali beralih dari persaksian Maiz. Tujuannya adalah:Agar persaksiannya kokoh dan tegak sebagai hujjah dalam menghukum;Menyelamatkan pelaku dari hukuman dan mencukupkan dengan tobat kepada Allah ﷻ.Akan tetapi, dalam konteks Maiz, beliau berulang kali menekankan persaksiannya sehingga persaksiannya sudah kokoh, keteguhan hatinya untuk dihukum besar, serta sudah diketahui oleh umat.Penegakan hukuman hadd menampilkan ketegasan dan kelembutan syariatSikap Nabi ﷺ ini mengandung hikmah yang luas, menunjukkan keseimbangan dalam ketegasan dan kelembutan. Keadaan seseorang bermaksiat dan menyimpan untuk dirinya sendiri tidak akan berdampak luas secara langsung kepada masyarakat. Oleh karena itu, Nabi ﷺ mendorong seseorang untuk menutupi aibnya.Adapun ketika maksiat itu sudah terangkat di depan hakim seperti Nabi ﷺ atau tersebar luas di masyarakat, terdapat dampak besar, yakni:Timbulnya gonjang-ganjing di masyarakat;Terhinanya pelaku;Beratnya hukuman hadd yang akan menimpa pelaku.Ketahuilah, tujuan utama syariat Islam bukanlah untuk menghukum manusia. Namun, untuk melahirkan kedamaian dan ketentraman dengan mencegah dari perbuatan buruk, sebab ancamannya teramat berat. Atas dasar inilah, syariat Islam dalam praktiknya begitu mendetail dalam penetapannya, mengedepankan rahmat dan kasih sayang dalam putusannya, serta berimbang (wasath) juga hikmah dalam penerapannya.Hukuman hadd menolong pelakunyaSelain itu, hukuman hadd yang ditegakkan akan menolong pelakunya di dunia dan akhirat. Karena hukuman hadd akan menjadi tiang pancang pertobatannya di hadapan Allah ﷻ. Hukuman hadd yang ditegakkan juga akan menjadi bukti di hadapan manusia bahwa pelaku telah menerima hukuman, maka tidak ada lagi peluang bagi manusia untuk mencelanya. Hal ini sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah ﷺ setelah merajam Maiz dan wanita Ghamidiyah.Ketika Maiz dirajam, beliau akhirnya berusaha lari karena tidak kuat. Namun, ada seorang yang melemparkan tulang kepadanya hingga akhirnya terjatuh dan wafat. Nabi ﷺ pun bersabda,هَلَّا تَرَكْتُمُوهُ لَعَلَّهُ أَنْ يَتُوبَ فَيَتُوبَ اللَّهُ عَلَيْ“Mengapa kalian tidak membiarkannya, siapa tahu ia bertobat dan Allah menerima tobatnya.” (HR. Abu Dawud no. 4419 dinilai hasan)Adapun ketika wanita Ghamidiyah yang mengakui perzinahannya, kemudian hukum hadd ditegakkan kepadanya, lalu Khalid bin Walid melampaui batas dalam merajamnya yang disertai laknat. Nabi ﷺ pun menasihatinya,فقال: مهْلًا يا خالدُ، فوالذي نَفْسي بيَدِه لقد تابتْ تَوبةً لو تابَها صاحبُ مَكْسٍ لغفَرَ اللهُ له. ثمَّ أمَرَ بها فصلَّى عليها، ودُفِنتْ“Lemah lembutlah, wahai Khalid. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, ia telah bertobat dengan tobat yang seandainya seorang pemungut pajak bertobat seperti itu, niscaya Allah akan mengampuninya.” Kemudian beliau memerintahkan agar jenazahnya disalatkan, dan ia pun dimakamkan. (HR. Muslim no. 1695)Riwayat-riwayat ini sangat jelas menunjukkan tujuan utama dari penegakan hukuman syariat adalah rahmat kepada semuanya tanpa mengorbankan keadilan. Bukanlah tujuan dari penegakan hukum hadd adalah sekadar menghukum pelaku. Realita praktiknya, justru Nabi ﷺ sangat menghindari menghukum seseorang tanpa ada maslahat yang jelas. Banyak argumentasi lain yang menunjukkan bahwa hukum hadd tujuannya bukanlah menghukum, tetapi menegakkan keadilan dan rahmat di tengah umat manusia. Ragam riwayat ini hendaknya dibaca oleh para liberalis dan penentang tegaknya hukuman syariat.Baca juga: Tidak Ada Pertentangan (Kontradiksi) dalam Syariat Islam***Penulis: Glenshah FauziArtikel Muslim.or.id Referensi:Ar-Rahmah fi Hayati Rasulillah, hal. 116; karya Prof. Dr. Raghib As-Sirjani.Nabi Sang Penyayang, cet. Al-Kautsar, hal. 212.Rujukan hadis nasihat kepada Khalid bin Walid: https://dorar.net/hadith/sharh/132502Syarah Riyadhus Shalihin oleh Syaikh Ahmad Hutaibah (6: 12): https://shamela.ws/book/36997/51Kitab Ushul Ad-Dakwah karya Syekh Dr. Abdul Karim Zaidan: https://shamela.ws/book/22615/299Ragam referensi riwayat dapat dilihat dalam Bab Rajam dalam kitab hadis Shahih Muslim dan Sunan Abu Dawud. Terdapat riwayat Jabir bin Samurah, Abu Hurairah, dan Ibnu Buraidah dalam kisah ini. Namun, tidak disebutkan semuanya dalam rangka meringkas artikel. Catatan kaki:[1] Kitab Ushul Ad-Dakwah, karya Syekh Dr. Abdul Karim Zaidan.[2] Hukum hadd adalah hukuman yang ditetapkan oleh Allah ﷻ kepada pelaku pidana dalam konteks hukum Islam yang telah termaktub spesifik pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.[3] Keterangan ini didapatkan dari Syarah Riyadhus Shalihin oleh Syekh Ahmad Hutaibah (6: 12). Semoga Allah ﷻ mengampuni kami dari kesalahan pemahaman.

Laporan Produksi Yufid Bulan September 2025

Laporan Produksi Yufid Bulan September 2025 Bismillahirrohmanirrohim… Yayasan Yufid Network telah berkontribusi selama 15 tahun dalam menyediakan konten pendidikan dan dakwah Islam secara gratis melalui berbagai platform, termasuk channel YouTube seperti Yufid.TV, Yufid EDU, dan Yufid Kids yang telah memproduksi 23.594 video dengan total 6.829.119 subscribers. Yufid juga mengelola situs website dan telah mempublikasikan 10.089 artikel yang tersebar di berbagai platform. Melalui laporan produktivitas ini, Yufid berusaha memberikan transparansi terhadap projek dan perkembangan tim, memperkuat keterlibatan pemirsa Yufid dan membangun wadah kreativitas bersama untuk penyebaran dakwah Islam. Yufid telah menjadi kekuatan signifikan dalam memberikan akses luas kepada pengetahuan dan informasi dakwah Islam, mencapai lebih dari 929.039.785 views di platform YouTube. Dengan komitmen pada misi non-profit kami, Yufid terus memberikan dampak positif dan berusaha untuk terus berkembang sembari mempertahankan transparansi dan keterlibatan pemirsa yang kuat. Channel YouTube YUFID.TV Total Video Yufid.TV: 19.530 video Total Subscribers: 4.185.784 subscribers Total Tayangan Video: 735.202.178 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 111 video Produksi Video September 2025: 101 video Tayangan Video September 2025: 2.514.561 views Waktu Tayang Video September 2025: 265.554 jam Penambahan Subscribers September 2025: +5.610 Selama bulan September 2025 tim Yufid menyiarkan 129 video live. Channel YouTube YUFID EDU Total Video Yufid Edu: 3.087 video Total Subscribers: 331.751 Total Tayangan Video: 22.790.706 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 21 video Produksi Video September 2025: 36 video Tayangan Video September 2025: 182.814 views Waktu Tayang Video September 2025: 10.179 jam Penambahan Subscribers September 2025: +1.789 Channel YouTube YUFID KIDS Total Video Yufid Kids: 93 video Total Subscribers: 537.479 Total Tayangan Video: 167.125.647 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 1 video Produksi Video September 2025: 2 video Tayangan Video September 2025: 1.761.781 views Waktu Tayang Video September 2025: 87.615 jam Penambahan Subscribers September 2025: +3.297 Untuk memproduksi video Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya. Channel YouTube Dunia Mengaji  Channel Dunia Mengaji adalah untuk menampung video-video yang secara kualitas pengambilan gambar dan kualitas gambar jauh di bawah standar Yufid.TV, agar konten dakwah tetap bisa dinikmati oleh pemirsa. Total Video: 272 Total Subscribers: 5.001 Total Tayangan Video: 478.097 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 3 video Tayangan Video September 2025: 898 views Jam Tayang Video September 2025: 153 Jam Penambahan Subscribers September 2025: 7 Channel YouTube العلم نور  Channel “Al-’Ilmu Nuurun” ini merupakan wadah yang berisi ceramah singkat maupun kajian-kajian panjang dari Masyayikh dari Timur Tengah seperti Syaikh Sulaiman Ar-Ruhayli, Syaikh Utsman Al-Khomis, Syaikh Abdurrazaq bin Abdulmuhsin Al Badr hafidzahumullah dan masih banyak yang lainnya yang full menggunakan bahasa Arab. Cocok disimak para pemirsa Yufid.TV yang sudah menguasai bahasa Arab serta ingin belajar bersama guru-guru kita para alim ulama dari Saudi dan sekitarnya.  Total Video: 612 Total Subscribers: 57.200 Total Tayangan Video: 3.443.157 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 8 video Produksi Video September 2025: 0 video Tayangan Video September 2025: 32.464 views Penambahan Subscribers September 2025: +300 Instagram Yufid TV & Instagram Yufid Network Instagram Yufid.TV Total Konten: 4.691 Postingan Total Pengikut: 1.192.222 followers Konten Bulan September 2025: 50 Views Konten September: 2.192.195 views Rata-Rata Produksi: 47 konten/bulan Penambahan Followers September 2025: +8.373 Instagram Yufid Network Total Konten: 4.603 Postingan Total Pengikut: 519.682 Konten Bulan September 2025: 50 Views Konten September: 19.353 views Rata-Rata Produksi: 47 konten/bulan Penambahan Followers September 2025: +3.286 Pertama kali Yufid memanfaatkan media instagram memiliki nama Yufid Network yaitu sejak tahun 2013, sebelum akhirnya di buatlah akun Yufid.TV pada tahun 2015 agar lebih dikenal seiring dengan berkembangnya channel YouTube Yufid.TV.  Video Nasehat Ulama Salah satu project yang dikerjakan oleh tim Yufid.TV yaitu video Nasehat Ulama. Video pendek namun penuh dengan faedah berisi penggalan-penggalan nasehat serta jawaban dari pertanyaan kaum muslimin yang disampaikan ulama-ulama terkemuka. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan September 2025, konten Nasehat Ulama di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 25 video. Nasehat Ulama juga membuat konten baru dengan konsep berbeda dengan tetap mengambil penggalan-penggalan nasehat para masyaikh berbahasa Arab dalam bentuk shorts YouTube dan reels Instagram. Video Motion Graphic & Yufid Kids Project unggulan lainnya dari Yufid.TV yaitu pembuatan video animasi motion graphic dan video Yufid Kids. Project motion graphic Yufid.TV memproduksi video-video berkualitas yang memadukan antara pemilihan tema yang tepat berupa potongan-potongan nasehat dari para ustadz atau ceramah-ceramah pendek yang diilustrasikan dalam bentuk animasi yang menarik. Sedangkan video Yufid Kids mengemas materi-materi pendidikan untuk anak yang disajikan dengan gambar animasi anak sehingga membuat anak-anak kita lebih bersemangat dalam mempelajarinya. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan September 2025, konten Motion Graphics di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 3 video. Untuk memproduksi video Motion Graphic dan Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya. Website KonsultasiSyariah.com KonsultasiSyariah.com merupakan sebuah website yang menyajikan berbagai tanya jawab seputar permasalahan agama dalam kehidupan sehari-hari. Pembahasan kasus dan jawaban dipaparkan secara jelas dan ilmiah, berdasarkan dalil Al-Quran dan As-Sunnah serta keterangan para ulama. Hingga saat ini, website tersebut telah menuliskan 5.141 artikel yang berisi materi-materi permasalahan agama yang telah dijawab oleh para asatidz. Artikel dalam website KonsultasiSyariah.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk audio visual dengan teknik typography dan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 2.025 audio dan rata-rata menghasilkan 23 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Poster Dakwah Yufid.TV.  Dalam sebulan terakhir yaitu bulan September 2025, website KonsultasiSyariah.com telah mempublikasikan 8 artikel.  Website KisahMuslim.com KisahMuslim.com berisi kumpulan kisah para Nabi dan Rasul, kisah para sahabat Nabi, kisah orang-orang shalih terdahulu, biografi ulama, dan berbagai kisah yang penuh hikmah. Dalam website tersebut sudah ada 1.139 artikel yang banyak kita ambil pelajarannya.  Artikel dalam website KisahMuslim.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk Audio Visual dengan teknik typography serta ilustrasi yang menarik dengan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 710 audio dan rata-rata menghasilkan 16 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Kisah Muslim Yufid.TV. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan September 2025, website KisahMuslim.com telah mempublikasikan 3 artikel.  Website KhotbahJumat.com KhotbahJumat.com berisi materi-materi khutbah yang bisa kita gunakan untuk mengisi khotbah pada ibadah shalat Jumat, terdapat 1.304 artikel hingga saat ini, yang sangat bermanfaat untuk para khatib dan da’i yang mengisi khutbah jumat. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan September 2025, website KhotbahJumat.com telah mempublikasikan 2 artikel.  Website PengusahaMuslim.com PengusahaMuslim.com merupakan sebuah website yang mengupas seluk beluk dunia usaha dan bisnis guna membantu terbentuknya pengusaha muslim baik secara ekonomi maupun agamanya, yang pada akhirnya menjadi kesatuan kuat dalam memperjuangkan kemaslahatan umat Islam dan memajukan perekonomian Indonesia. Terdapat 2.506 artikel dalam website tersebut yang dapat membantu Anda menjadi seorang pengusaha yang sukses, tidak hanya di dunia, namun kesuksesan tersebut abadi hingga ke negeri akhirat. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan September 2025, website PengusahaMuslim.com telah mempublikasikan 1 artikel. *Tim artikel Yufid yang terdiri dari penulis, penerjemah, editor, dan admin website menyiapkan konten untuk seluruh website yang dikelola oleh Yufid secara bergantian.  Website Kajian.net Kajian.net adalah situs koleksi audio ceramah berbahasa Indonesia terlengkap dari ustadz-ustadz Ahlussunnah wal Jamaah, audio bacaan doa dan hadits berformat mp3, serta software islami dan e-Book kitab-kitab para ulama besar.  Total audio yang tersedia dalam website kajian.net yaitu 34.566 file mp3 dengan total ukuran 487 Gb dan pada bulan September 2025 ini telah mempublikasikan 529 file mp3. Website Kajian.net bercita-cita sebagai gudang podcast kumpulan audio MP3 ceramah terlengkap yang dapat di download secara gratis dengan harapan dapat memudahkan Anda belajar hukum agama Islam dan aqidah Islam yang benar berdasarkan Al-Quran dan Sunnah yang sesuai dengan pemahaman salafush sholeh. Kami juga rutin mengupload audio MP3 seluruh kajian Yufid ke platform SoundCloud, Anda dapat mengaksesnya melalui https://soundcloud.com/kajiannet, yang pada bulan September 2025 ini saja telah didengarkan 14.837 kali dan telah di download sebanyak 190 file audio.  Project Terjemahan Project ini bertujuan menerjemahkan konten dakwah, baik itu artikel, buku, dan ceramah para ulama. Konten dakwah yang aslinya berbahasa Arab diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kemudian, konten yang sudah diterjemahkan tersebut diolah kembali menjadi konten video, mp3, e-book, dan artikel di website. Sejak memulai project ini pada tahun 2018, tim penerjemah Yufid telah menerjemahkan 4.489.627 kata dengan rata-rata produksi per bulan 53.447 kata. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan September 2025, project terjemahan ini telah menerjemahkan 49.019 kata.  Perekaman Artikel Menjadi Audio Program ini adalah merekam seluruh artikel yang dipublikasikan di website-website Yufid seperti KonsultasiSyariah.com, PengusahaMuslim.com dan KisahMuslim.com ke dalam bentuk audio. Program ini bertujuan untuk memudahkan kaum muslimin mengakses konten dakwah dalam bentuk audio, terutama bagi mereka yang sibuk sehingga tidak ada kesempatan untuk membaca artikel. Mereka dapat mendengarkan audio yang sudah Yufid rekam sambil mereka beraktivitas, semisal di kendaraan, sambil bekerja, berolahraga, dan lain-lain. Total artikel yang sudah direkam dalam format audio sejak pertama dimulai program ini tahun 2017 yaitu 2.761 artikel dengan total durasi audio 262 jam dengan rata-rata perekaman 28 artikel per bulan. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan September 2025, perekaman audio yang telah diproduksi yaitu 18 artikel.  Pengelolaan Server Yufid mengelola tujuh server yang di dalamnya berisi website-website dakwah, ada server khusus untuk website Yufid, website yang telah dijelaskan pada point-point diatas hanya sebagian kecil dari website yang kami kelola, yaitu bertotal 29 website dalam satu server tersebut. Selain itu terdapat juga website para ulama yang diletakkan di server yang berbeda dari server Yufid, ada pula website-website dakwah, streaming radio dll. Dari ketujuh server yang Yufid kelola kurang lebih terdapat 107 website yang masih aktif hingga saat ini. Demikian telah kami sampaikan laporan produksi Yufid Network pada bulan September 2025. Wallahu a’lam… Washallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sahbihi ajma’in, walhamdulillahi rabbil ‘alamin. 🔍 Tulisan In Shaa Allah, Ayat Kursi Gambar, Benarkah Saat Haid Tidak Boleh Keramas, Catur Haram, Cewek Tidur Ngangkang Visited 24 times, 1 visit(s) today Post Views: 207 QRIS donasi Yufid

Laporan Produksi Yufid Bulan September 2025

Laporan Produksi Yufid Bulan September 2025 Bismillahirrohmanirrohim… Yayasan Yufid Network telah berkontribusi selama 15 tahun dalam menyediakan konten pendidikan dan dakwah Islam secara gratis melalui berbagai platform, termasuk channel YouTube seperti Yufid.TV, Yufid EDU, dan Yufid Kids yang telah memproduksi 23.594 video dengan total 6.829.119 subscribers. Yufid juga mengelola situs website dan telah mempublikasikan 10.089 artikel yang tersebar di berbagai platform. Melalui laporan produktivitas ini, Yufid berusaha memberikan transparansi terhadap projek dan perkembangan tim, memperkuat keterlibatan pemirsa Yufid dan membangun wadah kreativitas bersama untuk penyebaran dakwah Islam. Yufid telah menjadi kekuatan signifikan dalam memberikan akses luas kepada pengetahuan dan informasi dakwah Islam, mencapai lebih dari 929.039.785 views di platform YouTube. Dengan komitmen pada misi non-profit kami, Yufid terus memberikan dampak positif dan berusaha untuk terus berkembang sembari mempertahankan transparansi dan keterlibatan pemirsa yang kuat. Channel YouTube YUFID.TV Total Video Yufid.TV: 19.530 video Total Subscribers: 4.185.784 subscribers Total Tayangan Video: 735.202.178 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 111 video Produksi Video September 2025: 101 video Tayangan Video September 2025: 2.514.561 views Waktu Tayang Video September 2025: 265.554 jam Penambahan Subscribers September 2025: +5.610 Selama bulan September 2025 tim Yufid menyiarkan 129 video live. Channel YouTube YUFID EDU Total Video Yufid Edu: 3.087 video Total Subscribers: 331.751 Total Tayangan Video: 22.790.706 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 21 video Produksi Video September 2025: 36 video Tayangan Video September 2025: 182.814 views Waktu Tayang Video September 2025: 10.179 jam Penambahan Subscribers September 2025: +1.789 Channel YouTube YUFID KIDS Total Video Yufid Kids: 93 video Total Subscribers: 537.479 Total Tayangan Video: 167.125.647 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 1 video Produksi Video September 2025: 2 video Tayangan Video September 2025: 1.761.781 views Waktu Tayang Video September 2025: 87.615 jam Penambahan Subscribers September 2025: +3.297 Untuk memproduksi video Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya. Channel YouTube Dunia Mengaji  Channel Dunia Mengaji adalah untuk menampung video-video yang secara kualitas pengambilan gambar dan kualitas gambar jauh di bawah standar Yufid.TV, agar konten dakwah tetap bisa dinikmati oleh pemirsa. Total Video: 272 Total Subscribers: 5.001 Total Tayangan Video: 478.097 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 3 video Tayangan Video September 2025: 898 views Jam Tayang Video September 2025: 153 Jam Penambahan Subscribers September 2025: 7 Channel YouTube العلم نور  Channel “Al-’Ilmu Nuurun” ini merupakan wadah yang berisi ceramah singkat maupun kajian-kajian panjang dari Masyayikh dari Timur Tengah seperti Syaikh Sulaiman Ar-Ruhayli, Syaikh Utsman Al-Khomis, Syaikh Abdurrazaq bin Abdulmuhsin Al Badr hafidzahumullah dan masih banyak yang lainnya yang full menggunakan bahasa Arab. Cocok disimak para pemirsa Yufid.TV yang sudah menguasai bahasa Arab serta ingin belajar bersama guru-guru kita para alim ulama dari Saudi dan sekitarnya.  Total Video: 612 Total Subscribers: 57.200 Total Tayangan Video: 3.443.157 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 8 video Produksi Video September 2025: 0 video Tayangan Video September 2025: 32.464 views Penambahan Subscribers September 2025: +300 Instagram Yufid TV & Instagram Yufid Network Instagram Yufid.TV Total Konten: 4.691 Postingan Total Pengikut: 1.192.222 followers Konten Bulan September 2025: 50 Views Konten September: 2.192.195 views Rata-Rata Produksi: 47 konten/bulan Penambahan Followers September 2025: +8.373 Instagram Yufid Network Total Konten: 4.603 Postingan Total Pengikut: 519.682 Konten Bulan September 2025: 50 Views Konten September: 19.353 views Rata-Rata Produksi: 47 konten/bulan Penambahan Followers September 2025: +3.286 Pertama kali Yufid memanfaatkan media instagram memiliki nama Yufid Network yaitu sejak tahun 2013, sebelum akhirnya di buatlah akun Yufid.TV pada tahun 2015 agar lebih dikenal seiring dengan berkembangnya channel YouTube Yufid.TV.  Video Nasehat Ulama Salah satu project yang dikerjakan oleh tim Yufid.TV yaitu video Nasehat Ulama. Video pendek namun penuh dengan faedah berisi penggalan-penggalan nasehat serta jawaban dari pertanyaan kaum muslimin yang disampaikan ulama-ulama terkemuka. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan September 2025, konten Nasehat Ulama di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 25 video. Nasehat Ulama juga membuat konten baru dengan konsep berbeda dengan tetap mengambil penggalan-penggalan nasehat para masyaikh berbahasa Arab dalam bentuk shorts YouTube dan reels Instagram. Video Motion Graphic & Yufid Kids Project unggulan lainnya dari Yufid.TV yaitu pembuatan video animasi motion graphic dan video Yufid Kids. Project motion graphic Yufid.TV memproduksi video-video berkualitas yang memadukan antara pemilihan tema yang tepat berupa potongan-potongan nasehat dari para ustadz atau ceramah-ceramah pendek yang diilustrasikan dalam bentuk animasi yang menarik. Sedangkan video Yufid Kids mengemas materi-materi pendidikan untuk anak yang disajikan dengan gambar animasi anak sehingga membuat anak-anak kita lebih bersemangat dalam mempelajarinya. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan September 2025, konten Motion Graphics di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 3 video. Untuk memproduksi video Motion Graphic dan Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya. Website KonsultasiSyariah.com KonsultasiSyariah.com merupakan sebuah website yang menyajikan berbagai tanya jawab seputar permasalahan agama dalam kehidupan sehari-hari. Pembahasan kasus dan jawaban dipaparkan secara jelas dan ilmiah, berdasarkan dalil Al-Quran dan As-Sunnah serta keterangan para ulama. Hingga saat ini, website tersebut telah menuliskan 5.141 artikel yang berisi materi-materi permasalahan agama yang telah dijawab oleh para asatidz. Artikel dalam website KonsultasiSyariah.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk audio visual dengan teknik typography dan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 2.025 audio dan rata-rata menghasilkan 23 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Poster Dakwah Yufid.TV.  Dalam sebulan terakhir yaitu bulan September 2025, website KonsultasiSyariah.com telah mempublikasikan 8 artikel.  Website KisahMuslim.com KisahMuslim.com berisi kumpulan kisah para Nabi dan Rasul, kisah para sahabat Nabi, kisah orang-orang shalih terdahulu, biografi ulama, dan berbagai kisah yang penuh hikmah. Dalam website tersebut sudah ada 1.139 artikel yang banyak kita ambil pelajarannya.  Artikel dalam website KisahMuslim.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk Audio Visual dengan teknik typography serta ilustrasi yang menarik dengan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 710 audio dan rata-rata menghasilkan 16 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Kisah Muslim Yufid.TV. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan September 2025, website KisahMuslim.com telah mempublikasikan 3 artikel.  Website KhotbahJumat.com KhotbahJumat.com berisi materi-materi khutbah yang bisa kita gunakan untuk mengisi khotbah pada ibadah shalat Jumat, terdapat 1.304 artikel hingga saat ini, yang sangat bermanfaat untuk para khatib dan da’i yang mengisi khutbah jumat. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan September 2025, website KhotbahJumat.com telah mempublikasikan 2 artikel.  Website PengusahaMuslim.com PengusahaMuslim.com merupakan sebuah website yang mengupas seluk beluk dunia usaha dan bisnis guna membantu terbentuknya pengusaha muslim baik secara ekonomi maupun agamanya, yang pada akhirnya menjadi kesatuan kuat dalam memperjuangkan kemaslahatan umat Islam dan memajukan perekonomian Indonesia. Terdapat 2.506 artikel dalam website tersebut yang dapat membantu Anda menjadi seorang pengusaha yang sukses, tidak hanya di dunia, namun kesuksesan tersebut abadi hingga ke negeri akhirat. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan September 2025, website PengusahaMuslim.com telah mempublikasikan 1 artikel. *Tim artikel Yufid yang terdiri dari penulis, penerjemah, editor, dan admin website menyiapkan konten untuk seluruh website yang dikelola oleh Yufid secara bergantian.  Website Kajian.net Kajian.net adalah situs koleksi audio ceramah berbahasa Indonesia terlengkap dari ustadz-ustadz Ahlussunnah wal Jamaah, audio bacaan doa dan hadits berformat mp3, serta software islami dan e-Book kitab-kitab para ulama besar.  Total audio yang tersedia dalam website kajian.net yaitu 34.566 file mp3 dengan total ukuran 487 Gb dan pada bulan September 2025 ini telah mempublikasikan 529 file mp3. Website Kajian.net bercita-cita sebagai gudang podcast kumpulan audio MP3 ceramah terlengkap yang dapat di download secara gratis dengan harapan dapat memudahkan Anda belajar hukum agama Islam dan aqidah Islam yang benar berdasarkan Al-Quran dan Sunnah yang sesuai dengan pemahaman salafush sholeh. Kami juga rutin mengupload audio MP3 seluruh kajian Yufid ke platform SoundCloud, Anda dapat mengaksesnya melalui https://soundcloud.com/kajiannet, yang pada bulan September 2025 ini saja telah didengarkan 14.837 kali dan telah di download sebanyak 190 file audio.  Project Terjemahan Project ini bertujuan menerjemahkan konten dakwah, baik itu artikel, buku, dan ceramah para ulama. Konten dakwah yang aslinya berbahasa Arab diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kemudian, konten yang sudah diterjemahkan tersebut diolah kembali menjadi konten video, mp3, e-book, dan artikel di website. Sejak memulai project ini pada tahun 2018, tim penerjemah Yufid telah menerjemahkan 4.489.627 kata dengan rata-rata produksi per bulan 53.447 kata. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan September 2025, project terjemahan ini telah menerjemahkan 49.019 kata.  Perekaman Artikel Menjadi Audio Program ini adalah merekam seluruh artikel yang dipublikasikan di website-website Yufid seperti KonsultasiSyariah.com, PengusahaMuslim.com dan KisahMuslim.com ke dalam bentuk audio. Program ini bertujuan untuk memudahkan kaum muslimin mengakses konten dakwah dalam bentuk audio, terutama bagi mereka yang sibuk sehingga tidak ada kesempatan untuk membaca artikel. Mereka dapat mendengarkan audio yang sudah Yufid rekam sambil mereka beraktivitas, semisal di kendaraan, sambil bekerja, berolahraga, dan lain-lain. Total artikel yang sudah direkam dalam format audio sejak pertama dimulai program ini tahun 2017 yaitu 2.761 artikel dengan total durasi audio 262 jam dengan rata-rata perekaman 28 artikel per bulan. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan September 2025, perekaman audio yang telah diproduksi yaitu 18 artikel.  Pengelolaan Server Yufid mengelola tujuh server yang di dalamnya berisi website-website dakwah, ada server khusus untuk website Yufid, website yang telah dijelaskan pada point-point diatas hanya sebagian kecil dari website yang kami kelola, yaitu bertotal 29 website dalam satu server tersebut. Selain itu terdapat juga website para ulama yang diletakkan di server yang berbeda dari server Yufid, ada pula website-website dakwah, streaming radio dll. Dari ketujuh server yang Yufid kelola kurang lebih terdapat 107 website yang masih aktif hingga saat ini. Demikian telah kami sampaikan laporan produksi Yufid Network pada bulan September 2025. Wallahu a’lam… Washallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sahbihi ajma’in, walhamdulillahi rabbil ‘alamin. 🔍 Tulisan In Shaa Allah, Ayat Kursi Gambar, Benarkah Saat Haid Tidak Boleh Keramas, Catur Haram, Cewek Tidur Ngangkang Visited 24 times, 1 visit(s) today Post Views: 207 QRIS donasi Yufid
Laporan Produksi Yufid Bulan September 2025 Bismillahirrohmanirrohim… Yayasan Yufid Network telah berkontribusi selama 15 tahun dalam menyediakan konten pendidikan dan dakwah Islam secara gratis melalui berbagai platform, termasuk channel YouTube seperti Yufid.TV, Yufid EDU, dan Yufid Kids yang telah memproduksi 23.594 video dengan total 6.829.119 subscribers. Yufid juga mengelola situs website dan telah mempublikasikan 10.089 artikel yang tersebar di berbagai platform. Melalui laporan produktivitas ini, Yufid berusaha memberikan transparansi terhadap projek dan perkembangan tim, memperkuat keterlibatan pemirsa Yufid dan membangun wadah kreativitas bersama untuk penyebaran dakwah Islam. Yufid telah menjadi kekuatan signifikan dalam memberikan akses luas kepada pengetahuan dan informasi dakwah Islam, mencapai lebih dari 929.039.785 views di platform YouTube. Dengan komitmen pada misi non-profit kami, Yufid terus memberikan dampak positif dan berusaha untuk terus berkembang sembari mempertahankan transparansi dan keterlibatan pemirsa yang kuat. Channel YouTube YUFID.TV Total Video Yufid.TV: 19.530 video Total Subscribers: 4.185.784 subscribers Total Tayangan Video: 735.202.178 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 111 video Produksi Video September 2025: 101 video Tayangan Video September 2025: 2.514.561 views Waktu Tayang Video September 2025: 265.554 jam Penambahan Subscribers September 2025: +5.610 Selama bulan September 2025 tim Yufid menyiarkan 129 video live. Channel YouTube YUFID EDU Total Video Yufid Edu: 3.087 video Total Subscribers: 331.751 Total Tayangan Video: 22.790.706 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 21 video Produksi Video September 2025: 36 video Tayangan Video September 2025: 182.814 views Waktu Tayang Video September 2025: 10.179 jam Penambahan Subscribers September 2025: +1.789 Channel YouTube YUFID KIDS Total Video Yufid Kids: 93 video Total Subscribers: 537.479 Total Tayangan Video: 167.125.647 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 1 video Produksi Video September 2025: 2 video Tayangan Video September 2025: 1.761.781 views Waktu Tayang Video September 2025: 87.615 jam Penambahan Subscribers September 2025: +3.297 Untuk memproduksi video Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya. Channel YouTube Dunia Mengaji  Channel Dunia Mengaji adalah untuk menampung video-video yang secara kualitas pengambilan gambar dan kualitas gambar jauh di bawah standar Yufid.TV, agar konten dakwah tetap bisa dinikmati oleh pemirsa. Total Video: 272 Total Subscribers: 5.001 Total Tayangan Video: 478.097 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 3 video Tayangan Video September 2025: 898 views Jam Tayang Video September 2025: 153 Jam Penambahan Subscribers September 2025: 7 Channel YouTube العلم نور  Channel “Al-’Ilmu Nuurun” ini merupakan wadah yang berisi ceramah singkat maupun kajian-kajian panjang dari Masyayikh dari Timur Tengah seperti Syaikh Sulaiman Ar-Ruhayli, Syaikh Utsman Al-Khomis, Syaikh Abdurrazaq bin Abdulmuhsin Al Badr hafidzahumullah dan masih banyak yang lainnya yang full menggunakan bahasa Arab. Cocok disimak para pemirsa Yufid.TV yang sudah menguasai bahasa Arab serta ingin belajar bersama guru-guru kita para alim ulama dari Saudi dan sekitarnya.  Total Video: 612 Total Subscribers: 57.200 Total Tayangan Video: 3.443.157 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 8 video Produksi Video September 2025: 0 video Tayangan Video September 2025: 32.464 views Penambahan Subscribers September 2025: +300 Instagram Yufid TV & Instagram Yufid Network Instagram Yufid.TV Total Konten: 4.691 Postingan Total Pengikut: 1.192.222 followers Konten Bulan September 2025: 50 Views Konten September: 2.192.195 views Rata-Rata Produksi: 47 konten/bulan Penambahan Followers September 2025: +8.373 Instagram Yufid Network Total Konten: 4.603 Postingan Total Pengikut: 519.682 Konten Bulan September 2025: 50 Views Konten September: 19.353 views Rata-Rata Produksi: 47 konten/bulan Penambahan Followers September 2025: +3.286 Pertama kali Yufid memanfaatkan media instagram memiliki nama Yufid Network yaitu sejak tahun 2013, sebelum akhirnya di buatlah akun Yufid.TV pada tahun 2015 agar lebih dikenal seiring dengan berkembangnya channel YouTube Yufid.TV.  Video Nasehat Ulama Salah satu project yang dikerjakan oleh tim Yufid.TV yaitu video Nasehat Ulama. Video pendek namun penuh dengan faedah berisi penggalan-penggalan nasehat serta jawaban dari pertanyaan kaum muslimin yang disampaikan ulama-ulama terkemuka. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan September 2025, konten Nasehat Ulama di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 25 video. Nasehat Ulama juga membuat konten baru dengan konsep berbeda dengan tetap mengambil penggalan-penggalan nasehat para masyaikh berbahasa Arab dalam bentuk shorts YouTube dan reels Instagram. Video Motion Graphic & Yufid Kids Project unggulan lainnya dari Yufid.TV yaitu pembuatan video animasi motion graphic dan video Yufid Kids. Project motion graphic Yufid.TV memproduksi video-video berkualitas yang memadukan antara pemilihan tema yang tepat berupa potongan-potongan nasehat dari para ustadz atau ceramah-ceramah pendek yang diilustrasikan dalam bentuk animasi yang menarik. Sedangkan video Yufid Kids mengemas materi-materi pendidikan untuk anak yang disajikan dengan gambar animasi anak sehingga membuat anak-anak kita lebih bersemangat dalam mempelajarinya. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan September 2025, konten Motion Graphics di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 3 video. Untuk memproduksi video Motion Graphic dan Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya. Website KonsultasiSyariah.com KonsultasiSyariah.com merupakan sebuah website yang menyajikan berbagai tanya jawab seputar permasalahan agama dalam kehidupan sehari-hari. Pembahasan kasus dan jawaban dipaparkan secara jelas dan ilmiah, berdasarkan dalil Al-Quran dan As-Sunnah serta keterangan para ulama. Hingga saat ini, website tersebut telah menuliskan 5.141 artikel yang berisi materi-materi permasalahan agama yang telah dijawab oleh para asatidz. Artikel dalam website KonsultasiSyariah.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk audio visual dengan teknik typography dan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 2.025 audio dan rata-rata menghasilkan 23 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Poster Dakwah Yufid.TV.  Dalam sebulan terakhir yaitu bulan September 2025, website KonsultasiSyariah.com telah mempublikasikan 8 artikel.  Website KisahMuslim.com KisahMuslim.com berisi kumpulan kisah para Nabi dan Rasul, kisah para sahabat Nabi, kisah orang-orang shalih terdahulu, biografi ulama, dan berbagai kisah yang penuh hikmah. Dalam website tersebut sudah ada 1.139 artikel yang banyak kita ambil pelajarannya.  Artikel dalam website KisahMuslim.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk Audio Visual dengan teknik typography serta ilustrasi yang menarik dengan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 710 audio dan rata-rata menghasilkan 16 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Kisah Muslim Yufid.TV. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan September 2025, website KisahMuslim.com telah mempublikasikan 3 artikel.  Website KhotbahJumat.com KhotbahJumat.com berisi materi-materi khutbah yang bisa kita gunakan untuk mengisi khotbah pada ibadah shalat Jumat, terdapat 1.304 artikel hingga saat ini, yang sangat bermanfaat untuk para khatib dan da’i yang mengisi khutbah jumat. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan September 2025, website KhotbahJumat.com telah mempublikasikan 2 artikel.  Website PengusahaMuslim.com PengusahaMuslim.com merupakan sebuah website yang mengupas seluk beluk dunia usaha dan bisnis guna membantu terbentuknya pengusaha muslim baik secara ekonomi maupun agamanya, yang pada akhirnya menjadi kesatuan kuat dalam memperjuangkan kemaslahatan umat Islam dan memajukan perekonomian Indonesia. Terdapat 2.506 artikel dalam website tersebut yang dapat membantu Anda menjadi seorang pengusaha yang sukses, tidak hanya di dunia, namun kesuksesan tersebut abadi hingga ke negeri akhirat. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan September 2025, website PengusahaMuslim.com telah mempublikasikan 1 artikel. *Tim artikel Yufid yang terdiri dari penulis, penerjemah, editor, dan admin website menyiapkan konten untuk seluruh website yang dikelola oleh Yufid secara bergantian.  Website Kajian.net Kajian.net adalah situs koleksi audio ceramah berbahasa Indonesia terlengkap dari ustadz-ustadz Ahlussunnah wal Jamaah, audio bacaan doa dan hadits berformat mp3, serta software islami dan e-Book kitab-kitab para ulama besar.  Total audio yang tersedia dalam website kajian.net yaitu 34.566 file mp3 dengan total ukuran 487 Gb dan pada bulan September 2025 ini telah mempublikasikan 529 file mp3. Website Kajian.net bercita-cita sebagai gudang podcast kumpulan audio MP3 ceramah terlengkap yang dapat di download secara gratis dengan harapan dapat memudahkan Anda belajar hukum agama Islam dan aqidah Islam yang benar berdasarkan Al-Quran dan Sunnah yang sesuai dengan pemahaman salafush sholeh. Kami juga rutin mengupload audio MP3 seluruh kajian Yufid ke platform SoundCloud, Anda dapat mengaksesnya melalui https://soundcloud.com/kajiannet, yang pada bulan September 2025 ini saja telah didengarkan 14.837 kali dan telah di download sebanyak 190 file audio.  Project Terjemahan Project ini bertujuan menerjemahkan konten dakwah, baik itu artikel, buku, dan ceramah para ulama. Konten dakwah yang aslinya berbahasa Arab diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kemudian, konten yang sudah diterjemahkan tersebut diolah kembali menjadi konten video, mp3, e-book, dan artikel di website. Sejak memulai project ini pada tahun 2018, tim penerjemah Yufid telah menerjemahkan 4.489.627 kata dengan rata-rata produksi per bulan 53.447 kata. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan September 2025, project terjemahan ini telah menerjemahkan 49.019 kata.  Perekaman Artikel Menjadi Audio Program ini adalah merekam seluruh artikel yang dipublikasikan di website-website Yufid seperti KonsultasiSyariah.com, PengusahaMuslim.com dan KisahMuslim.com ke dalam bentuk audio. Program ini bertujuan untuk memudahkan kaum muslimin mengakses konten dakwah dalam bentuk audio, terutama bagi mereka yang sibuk sehingga tidak ada kesempatan untuk membaca artikel. Mereka dapat mendengarkan audio yang sudah Yufid rekam sambil mereka beraktivitas, semisal di kendaraan, sambil bekerja, berolahraga, dan lain-lain. Total artikel yang sudah direkam dalam format audio sejak pertama dimulai program ini tahun 2017 yaitu 2.761 artikel dengan total durasi audio 262 jam dengan rata-rata perekaman 28 artikel per bulan. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan September 2025, perekaman audio yang telah diproduksi yaitu 18 artikel.  Pengelolaan Server Yufid mengelola tujuh server yang di dalamnya berisi website-website dakwah, ada server khusus untuk website Yufid, website yang telah dijelaskan pada point-point diatas hanya sebagian kecil dari website yang kami kelola, yaitu bertotal 29 website dalam satu server tersebut. Selain itu terdapat juga website para ulama yang diletakkan di server yang berbeda dari server Yufid, ada pula website-website dakwah, streaming radio dll. Dari ketujuh server yang Yufid kelola kurang lebih terdapat 107 website yang masih aktif hingga saat ini. Demikian telah kami sampaikan laporan produksi Yufid Network pada bulan September 2025. Wallahu a’lam… Washallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sahbihi ajma’in, walhamdulillahi rabbil ‘alamin. 🔍 Tulisan In Shaa Allah, Ayat Kursi Gambar, Benarkah Saat Haid Tidak Boleh Keramas, Catur Haram, Cewek Tidur Ngangkang Visited 24 times, 1 visit(s) today Post Views: 207 QRIS donasi Yufid


Laporan Produksi Yufid Bulan September 2025 Bismillahirrohmanirrohim… Yayasan Yufid Network telah berkontribusi selama 15 tahun dalam menyediakan konten pendidikan dan dakwah Islam secara gratis melalui berbagai platform, termasuk channel YouTube seperti Yufid.TV, Yufid EDU, dan Yufid Kids yang telah memproduksi 23.594 video dengan total 6.829.119 subscribers. Yufid juga mengelola situs website dan telah mempublikasikan 10.089 artikel yang tersebar di berbagai platform. Melalui laporan produktivitas ini, Yufid berusaha memberikan transparansi terhadap projek dan perkembangan tim, memperkuat keterlibatan pemirsa Yufid dan membangun wadah kreativitas bersama untuk penyebaran dakwah Islam. Yufid telah menjadi kekuatan signifikan dalam memberikan akses luas kepada pengetahuan dan informasi dakwah Islam, mencapai lebih dari 929.039.785 views di platform YouTube. Dengan komitmen pada misi non-profit kami, Yufid terus memberikan dampak positif dan berusaha untuk terus berkembang sembari mempertahankan transparansi dan keterlibatan pemirsa yang kuat. Channel YouTube YUFID.TV <img decoding="async" src="https://yufid.org/wp-content/uploads/2025/10/image.png" alt="" class="wp-image-516"/> Total Video Yufid.TV: 19.530 video Total Subscribers: 4.185.784 subscribers Total Tayangan Video: 735.202.178 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 111 video Produksi Video September 2025: 101 video Tayangan Video September 2025: 2.514.561 views Waktu Tayang Video September 2025: 265.554 jam Penambahan Subscribers September 2025: +5.610 Selama bulan September 2025 tim Yufid menyiarkan 129 video live. Channel YouTube YUFID EDU <img decoding="async" src="https://yufid.org/wp-content/uploads/2025/10/image-2.png" alt="" class="wp-image-518"/> Total Video Yufid Edu: 3.087 video Total Subscribers: 331.751 Total Tayangan Video: 22.790.706 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 21 video Produksi Video September 2025: 36 video Tayangan Video September 2025: 182.814 views Waktu Tayang Video September 2025: 10.179 jam Penambahan Subscribers September 2025: +1.789 Channel YouTube YUFID KIDS <img decoding="async" src="https://yufid.org/wp-content/uploads/2025/10/image-4.png" alt="" class="wp-image-520"/> Total Video Yufid Kids: 93 video Total Subscribers: 537.479 Total Tayangan Video: 167.125.647 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 1 video Produksi Video September 2025: 2 video Tayangan Video September 2025: 1.761.781 views Waktu Tayang Video September 2025: 87.615 jam Penambahan Subscribers September 2025: +3.297 Untuk memproduksi video Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya. Channel YouTube Dunia Mengaji  Channel Dunia Mengaji adalah untuk menampung video-video yang secara kualitas pengambilan gambar dan kualitas gambar jauh di bawah standar Yufid.TV, agar konten dakwah tetap bisa dinikmati oleh pemirsa. Total Video: 272 Total Subscribers: 5.001 Total Tayangan Video: 478.097 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 3 video Tayangan Video September 2025: 898 views Jam Tayang Video September 2025: 153 Jam Penambahan Subscribers September 2025: 7 Channel YouTube العلم نور  Channel “Al-’Ilmu Nuurun” ini merupakan wadah yang berisi ceramah singkat maupun kajian-kajian panjang dari Masyayikh dari Timur Tengah seperti Syaikh Sulaiman Ar-Ruhayli, Syaikh Utsman Al-Khomis, Syaikh Abdurrazaq bin Abdulmuhsin Al Badr hafidzahumullah dan masih banyak yang lainnya yang full menggunakan bahasa Arab. Cocok disimak para pemirsa Yufid.TV yang sudah menguasai bahasa Arab serta ingin belajar bersama guru-guru kita para alim ulama dari Saudi dan sekitarnya.  Total Video: 612 Total Subscribers: 57.200 Total Tayangan Video: 3.443.157 views Rata-rata Produksi Per Bulan: 8 video Produksi Video September 2025: 0 video Tayangan Video September 2025: 32.464 views Penambahan Subscribers September 2025: +300 Instagram Yufid TV & Instagram Yufid Network <img decoding="async" src="https://yufid.org/wp-content/uploads/2025/10/image-3.png" alt="" class="wp-image-519"/> Instagram Yufid.TV Total Konten: 4.691 Postingan Total Pengikut: 1.192.222 followers Konten Bulan September 2025: 50 Views Konten September: 2.192.195 views Rata-Rata Produksi: 47 konten/bulan Penambahan Followers September 2025: +8.373 Instagram Yufid Network Total Konten: 4.603 Postingan Total Pengikut: 519.682 Konten Bulan September 2025: 50 Views Konten September: 19.353 views Rata-Rata Produksi: 47 konten/bulan Penambahan Followers September 2025: +3.286 Pertama kali Yufid memanfaatkan media instagram memiliki nama Yufid Network yaitu sejak tahun 2013, sebelum akhirnya di buatlah akun Yufid.TV pada tahun 2015 agar lebih dikenal seiring dengan berkembangnya channel YouTube Yufid.TV.  Video Nasehat Ulama Salah satu project yang dikerjakan oleh tim Yufid.TV yaitu video Nasehat Ulama. Video pendek namun penuh dengan faedah berisi penggalan-penggalan nasehat serta jawaban dari pertanyaan kaum muslimin yang disampaikan ulama-ulama terkemuka. <img decoding="async" src="https://yufid.org/wp-content/uploads/2025/10/image-5.png" alt="" class="wp-image-521"/>Dalam sebulan terakhir yaitu bulan September 2025, konten Nasehat Ulama di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 25 video. Nasehat Ulama juga membuat konten baru dengan konsep berbeda dengan tetap mengambil penggalan-penggalan nasehat para masyaikh berbahasa Arab dalam bentuk shorts YouTube dan reels Instagram. Video Motion Graphic & Yufid Kids Project unggulan lainnya dari Yufid.TV yaitu pembuatan video animasi motion graphic dan video Yufid Kids. Project motion graphic Yufid.TV memproduksi video-video berkualitas yang memadukan antara pemilihan tema yang tepat berupa potongan-potongan nasehat dari para ustadz atau ceramah-ceramah pendek yang diilustrasikan dalam bentuk animasi yang menarik. Sedangkan video Yufid Kids mengemas materi-materi pendidikan untuk anak yang disajikan dengan gambar animasi anak sehingga membuat anak-anak kita lebih bersemangat dalam mempelajarinya. <img decoding="async" src="https://yufid.org/wp-content/uploads/2025/10/image-1.png" alt="" class="wp-image-517"/>Dalam sebulan terakhir yaitu bulan September 2025, konten Motion Graphics di channel YouTube Yufid.TV telah mempublikasikan 3 video. Untuk memproduksi video Motion Graphic dan Yufid Kids membutuhkan waktu yang lebih panjang dan pekerjaan yang lebih kompleks, namun sejak awal produksi hingga video dipublikasikan tim tetap bekerja setiap harinya. Website KonsultasiSyariah.com KonsultasiSyariah.com merupakan sebuah website yang menyajikan berbagai tanya jawab seputar permasalahan agama dalam kehidupan sehari-hari. Pembahasan kasus dan jawaban dipaparkan secara jelas dan ilmiah, berdasarkan dalil Al-Quran dan As-Sunnah serta keterangan para ulama. Hingga saat ini, website tersebut telah menuliskan 5.141 artikel yang berisi materi-materi permasalahan agama yang telah dijawab oleh para asatidz. Artikel dalam website KonsultasiSyariah.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk audio visual dengan teknik typography dan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 2.025 audio dan rata-rata menghasilkan 23 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Poster Dakwah Yufid.TV.  Dalam sebulan terakhir yaitu bulan September 2025, website KonsultasiSyariah.com telah mempublikasikan 8 artikel.  Website KisahMuslim.com KisahMuslim.com berisi kumpulan kisah para Nabi dan Rasul, kisah para sahabat Nabi, kisah orang-orang shalih terdahulu, biografi ulama, dan berbagai kisah yang penuh hikmah. Dalam website tersebut sudah ada 1.139 artikel yang banyak kita ambil pelajarannya.  Artikel dalam website KisahMuslim.com juga kami tuangkan ke dalam bentuk Audio Visual dengan teknik typography serta ilustrasi yang menarik dengan dibantu oleh pengisi suara (voice over) yang telah memproduksi 710 audio dan rata-rata menghasilkan 16 audio per bulan yang siap dimasukkan ke dalam project video Kisah Muslim Yufid.TV. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan September 2025, website KisahMuslim.com telah mempublikasikan 3 artikel.  Website KhotbahJumat.com KhotbahJumat.com berisi materi-materi khutbah yang bisa kita gunakan untuk mengisi khotbah pada ibadah shalat Jumat, terdapat 1.304 artikel hingga saat ini, yang sangat bermanfaat untuk para khatib dan da’i yang mengisi khutbah jumat. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan September 2025, website KhotbahJumat.com telah mempublikasikan 2 artikel.  Website PengusahaMuslim.com PengusahaMuslim.com merupakan sebuah website yang mengupas seluk beluk dunia usaha dan bisnis guna membantu terbentuknya pengusaha muslim baik secara ekonomi maupun agamanya, yang pada akhirnya menjadi kesatuan kuat dalam memperjuangkan kemaslahatan umat Islam dan memajukan perekonomian Indonesia. Terdapat 2.506 artikel dalam website tersebut yang dapat membantu Anda menjadi seorang pengusaha yang sukses, tidak hanya di dunia, namun kesuksesan tersebut abadi hingga ke negeri akhirat. Dalam sebulan terakhir yaitu bulan September 2025, website PengusahaMuslim.com telah mempublikasikan 1 artikel. *Tim artikel Yufid yang terdiri dari penulis, penerjemah, editor, dan admin website menyiapkan konten untuk seluruh website yang dikelola oleh Yufid secara bergantian.  Website Kajian.net Kajian.net adalah situs koleksi audio ceramah berbahasa Indonesia terlengkap dari ustadz-ustadz Ahlussunnah wal Jamaah, audio bacaan doa dan hadits berformat mp3, serta software islami dan e-Book kitab-kitab para ulama besar.  Total audio yang tersedia dalam website kajian.net yaitu 34.566 file mp3 dengan total ukuran 487 Gb dan pada bulan September 2025 ini telah mempublikasikan 529 file mp3. Website Kajian.net bercita-cita sebagai gudang podcast kumpulan audio MP3 ceramah terlengkap yang dapat di download secara gratis dengan harapan dapat memudahkan Anda belajar hukum agama Islam dan aqidah Islam yang benar berdasarkan Al-Quran dan Sunnah yang sesuai dengan pemahaman salafush sholeh. Kami juga rutin mengupload audio MP3 seluruh kajian Yufid ke platform SoundCloud, Anda dapat mengaksesnya melalui https://soundcloud.com/kajiannet, yang pada bulan September 2025 ini saja telah didengarkan 14.837 kali dan telah di download sebanyak 190 file audio.  Project Terjemahan Project ini bertujuan menerjemahkan konten dakwah, baik itu artikel, buku, dan ceramah para ulama. Konten dakwah yang aslinya berbahasa Arab diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kemudian, konten yang sudah diterjemahkan tersebut diolah kembali menjadi konten video, mp3, e-book, dan artikel di website. Sejak memulai project ini pada tahun 2018, tim penerjemah Yufid telah menerjemahkan 4.489.627 kata dengan rata-rata produksi per bulan 53.447 kata. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan September 2025, project terjemahan ini telah menerjemahkan 49.019 kata.  Perekaman Artikel Menjadi Audio Program ini adalah merekam seluruh artikel yang dipublikasikan di website-website Yufid seperti KonsultasiSyariah.com, PengusahaMuslim.com dan KisahMuslim.com ke dalam bentuk audio. Program ini bertujuan untuk memudahkan kaum muslimin mengakses konten dakwah dalam bentuk audio, terutama bagi mereka yang sibuk sehingga tidak ada kesempatan untuk membaca artikel. Mereka dapat mendengarkan audio yang sudah Yufid rekam sambil mereka beraktivitas, semisal di kendaraan, sambil bekerja, berolahraga, dan lain-lain. Total artikel yang sudah direkam dalam format audio sejak pertama dimulai program ini tahun 2017 yaitu 2.761 artikel dengan total durasi audio 262 jam dengan rata-rata perekaman 28 artikel per bulan. Dalam 1 bulan terakhir yaitu bulan September 2025, perekaman audio yang telah diproduksi yaitu 18 artikel.  Pengelolaan Server Yufid mengelola tujuh server yang di dalamnya berisi website-website dakwah, ada server khusus untuk website Yufid, website yang telah dijelaskan pada point-point diatas hanya sebagian kecil dari website yang kami kelola, yaitu bertotal 29 website dalam satu server tersebut. Selain itu terdapat juga website para ulama yang diletakkan di server yang berbeda dari server Yufid, ada pula website-website dakwah, streaming radio dll. Dari ketujuh server yang Yufid kelola kurang lebih terdapat 107 website yang masih aktif hingga saat ini. Demikian telah kami sampaikan laporan produksi Yufid Network pada bulan September 2025. Wallahu a’lam… Washallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sahbihi ajma’in, walhamdulillahi rabbil ‘alamin. 🔍 Tulisan In Shaa Allah, Ayat Kursi Gambar, Benarkah Saat Haid Tidak Boleh Keramas, Catur Haram, Cewek Tidur Ngangkang Visited 24 times, 1 visit(s) today Post Views: 207 <img class="aligncenter wp-image-43307" src="https://i0.wp.com/konsultasisyariah.com/wp-content/uploads/2023/10/qris-donasi-yufid-resized.jpeg" alt="QRIS donasi Yufid" width="741" height="1024" />
Prev     Next